8

1.5K 230 59
                                    

Seokjin tersenyum sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Bukan tempat selama ini ia tinggali. Tapi tempat yang memang benar-benar ia tinggalkan selama ini. Rumah dimana kedua orang yang membesarkannya tinggal.

Dengan membawa beberapa bingkisan yang bisa diartikan oleh-oleh, Seokjin mendorong daun pintu tanpa lebih dulu mengetuknya. Ia tersenyum kembali ketika mendapati kebiasaan keluarga di rumah itu belum berubah. Jika belum waktunya akan tidur, pintu utama tidak dikunci.

“Kakak pulang,” Seokjin berjalan menuju ruang tengah. Sayup-sayup terdengar suara orang berbincang di ruang tengah.

“Kakak?” si bungsu yang sedang bermanja-manja dengan ayahnya yang mulai berkeriput wajahnya itu segera berdiri menyambut Seokjin.

“Kakak pulang, Sejeong...”

Sejeong menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan sang kakak ketika tangan Seokjin terbuka lebar menyambutnya.

“Wahh... anak kebanggaan papa sudah pulang. Kemarilah nak,” Tuan Kim berdiri dengan tatapan bangga.

“Kakak? Ini sungguh kakak kan?” Nyonya Kim yang membawakan secangkir kopi untuk suaminya terkejut mendapati Seokjin pulang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Bahkan, ketika ia mengadakan acara karena menantu di rumah itu mendapatkan jabatan yang lebih baik lagi, Seokjin tidak pulang bahkan tidak tau dan sulit dihubungi. Tapi, sekarang, tanpa alasan khusus, anaknya itu pulang.

“Ma,” Seokjin melepaskan pelukannya dengan Sejeong lalu menghampiri ibunya untuk memberikan pelukan sekaligus meyakinkan jika ia sungguh-sungguh anak sulung di keluarga Kim.

“Syukurlah, anak tampan mama ini pulang. Mama rindu, nak...,” Nyonya Kim hampir menangis ketika merasakan dekapan hangat sang anak yang telah lama meninggalkan rumah. Ia mengusap sesekali menepuk pelan punggung lebar puteranya.

Setelah puas memeluk dan melepas rindu dengan sang ibu, Seokjin berjalan menuju sang ayah dan memeluknya. Suasana sedikit haru mengingat Seokjin tak pulang jika memang tak ada acara yang benar-benar penting. Bahkan, yang tau tempat ia tinggal awalnya hanya Jisoo sampai akhirnya Sejeong dengan segala akalnya bisa meluluhkan hati sang kakak untuk menginap.

“Selamat malam, kak. Selamat datang,” sapa seorang pria yang membawa nampan berisi beberapa minuman. Disampingnya ada seorang wanita berbadan dua yang membawa dua toples camilan.

“Oh, i.. ya. Selamat malam calon ayah,” balas Seokjin sedikit canggung. Ia mengenal Minseok sebagai senior di kampusnya dulu. Tidak menyangka jika lelaki yang satu organisasi dengannya ketika di kampus berakhir menjadi suami dari adiknya, dan ia sendiri kebingungan harus memanggil apa.

Sejeong sedikit berlari dari belakang dan menyenggol tubuh Seokjin berusaha untuk menggoda sang kakak. “Canggung kan? Makanya pulang,” bisik Sejeong membuat Seokjin berdeham.

“Sudah-sudah, ayo ini, diminum,” Jisoo menyentuh lengan suaminya agar meletakkan nampan yang berisi beberapa cangkir minuman itu di meja. Ia juga turut meletakkan dua toples camilan di meja. “Kakak malam ini akan menginap?”

Seokjin mengangguk. “Ini, aku bawa ayam goreng dan sedikit oleh-oleh untuk kalian.”

Jisoo memilih meraih plastik yang berisi ayam goreng, sedangkan Sejeong mulai membongkar oleh-oleh yang dimaksud sang kakak.

“Monster pemakan ayam goreng beraksi,” celetuk Minseok membuat Jisoo memberikan ekspresi kesal yang lucu.

Mendapatkan ekspresi yang membuat gemas, Minseok tertawa dan mengusap kepala sang istri. “Iya, sayang. Makanlah sepuasmu tapi tetap di kontrol biar tak sakit perut karena kekenyangan.”

Sun & Moon [JINRENE] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang