14. Bintang Kelas

858 84 6
                                    





Ujian Mid semester terlewati dan Vera tak ikut beberapa ujian di hari terakhir. Tubuhnya drop sekali kemarin maka 2 hari di rawat di rumah sakit saat Ujian kemarin.

Vera membuang nafas lelah setelah melewati masa ujian susulannya di kantor guru. 5 Mata pelajaran Hapalan dan beruntung ia diberkahi memori yang cukup kuat—walau ia sering lupa akhir akhir ini.

Pasca ujian Mid, beberapa mata pelajaran belum berjalan kondusif. Guru-guru dan mahasiswa PPL  masih sibuk memeriksa hasil ujian mengakibatkan free class di beberapa kelas termasuk di kelas vera tentunya.

XI IPA 1 lagi gencarnya membahas perihal bintang kelas. Vera hanya tak sengaja mendengar, bukan curi-curi dengar bahwa bintang kelas itu adalah yang paling diperhatikan orang dari dalam atau luar kelas mereka.

“Bintang kelas IPA 2 cantik sekali, tau gak?” Ujar Gaga sembari menggigit pisang goreng dari kantin Umi. Bunyi krenyesnya itu saat digigit menggugah selera beberapa kawanan lain dan menatap penuh minat makanan Gaga itu.

“Bagi dong, ga.” Bujuk Sandra dan tak dihiraukan oleh Gaga. Ia fokus mendengarkan Yesi yang berceloteh perihal bintang kelas IPA 2—kelas sebelah.

Si Iren cantik luar biasa. Body goals parah. Mungkin bentar lagi jadi selebgram, biasa anak hits.” Sambung Yesi. “Tapi, Banyak yang mikir dia cabe-cabean. Masuk ekskul dance modern butuh keberanian besar biar gak dicaci.”

“Terus~” Sandra menoleh penuh minat, “Si Edward ganteng tuh. Bintang kelas IPA 2 juga kan?”

Yesi mengangguk. Kali ini ia benar berbinar antusias. Biasa, membahas cogan adrenalinnya meningkat.

“Ganteng, Ramah, Baik, Juara kelas, Anak Futsal, ketua MPK, Jago main musik, Tinggi, Putih, selebgram, Single lagi..” Yesi mengipasi wajahnya yang memerah panas, “Mampus kobam aku. Pengen jadi ceweknya.”

“Oh iya. Mereka kan tampil di school assembling hari Jumat kan ya? Mampus. IPA 2 Keluarin Bintang kelas, tepar semuanya.”

“Menurut kalian,” Gaga mendekatkan wajahnya, Inginnya setengah berbisik tapi batal karena gaga sulit mengatur volume suaranya. “Bintang kelas kita siapa?”

“Laki atau perempuan ini?” Yesi bertanya, melirik sekitar lalu berujar, “Kalau laki, jelas Raka. Sayangnya Berengseknya itu loh, kelewatan kadang. Ya kan? Bahkan si itu, si...”

Yesi mengawasi sekitar, lalu melanjutkan bicaranya, kali ini dengan volume pelan tak terdengar lagi oleh Vera.


Berkat tak sengaja mendengar tersebut, Vera jadi ikut-ikutan berpikir. Siapa bintang kelas IPA 1. Bahkan berpikir jika dirinya juga bisa disebut Bintang kelas. Lawak sekali. Karena menurutnya dia pintar, terus pintar, cerdas, berilmu, pintar lagi.

Tapi tidak ramah.

Tidak cantik, menurutnya cewek pucat penyakitan dan kurus kayak dia gak bisa disebut cantik.

Tidak punya teman.

Sosial media pun tak ada. Hanya whatsapp.

Ekstrakulikuler pun sangat enggan diikuti.

Apa lebihnya Vera untuk jadi Bintang kelas?

Vera batal memikirkan argumen bahwa dia bintang kelas. Itu semua diluar akal. Tidak termasuk kriteria.


Brak!

“Bukannya Niel bintang kelas kita?!”

Vera cepat menoleh. Loh. Raka bisa tiba-tiba ikut nimbrung diantara pembicaraan teman-teman yang tak sengaja ia dengar tadi.

Siapa Bilang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang