18. SB: Sore bersama Raka

774 77 0
                                    

•••
[Tidak diedit, jadi maaf bila ada typos bertebaran. Selamat membaca]
•••




Titik terbawah setiap orang bisa dirasakan saat tujuan hidupnya terbang entah kemana. Titik terbawah setiap orang adalah saat dia sudah ingin menyerah tapi tetap saja tak ada yang mengulurkan tangannya untuk membangkitkan. Titik terbawah setiap orang adalah ketika terkubur atas penyesalan tanpa sebab, menanggung dosa yang bukan dosa dan tumpahan kesalahan orang lain, sendiri dan tak ada yang membantu.

Vera merasakan itu melalui tatapan Niel. Niel punya banyak  hal yang ia pendam sendiri. Tatapannya tersirat luka bahkan saat Vera baru saja menginjakkan kaki ke dalam ruangan Niel di rawat.

Vera ingin menangis saja rasanya. Kondisi Niel tidak bisa tergolong baik. Setelah kecelakaan itu, Ia tidak siuman selama 1 hari dan dokter mengatakan Beberapa tulangnya patah, Terutama kakinya. Niel mengalami kelumpuhan sementara.

Vera masih berdiri di ambang pintu, Menatap ke dalam saat Ibunda dari Niel masih ada di dalam. Yang Vera tangkap Raut Cemas dan kesal bergabung jadi satu. Tampakan yang Vera lihat adalah Ibu Vera yang berbicara sedari tadi sedang mengutarakan Kekhawatirannya pada Niel——Maka Vera memutuskan untuk keluar sebentar, sekaligus menenangkan Ayahnya.

“Kamu anak yang merepotkan Niel.”

Vera batal keluar. Ia terpaku di ambang pintu, mendengarkan lebih jelas kalimat Ibu Niel yang terdengar jelas—ikut menohok dirinya.

“Kamu tahu mama sudah pusing kan? Kenapa menambah masalah dengan keluarga mereka? Sudah ibu bilang—”

Vera memilih pergi.

Lagi-lagi masalah itu.





•••







Vera melihat beberapa perangkat kelas datang untuk mengunjungi Niel. Mereka tergopoh-gopoh di ujung koridor.

“Setelah Raka, Niel, lalu siapa lagi?”

Vera mendengar percakapan mereka, yang melewati Vera bak Vera adalah manusia kasat mata. Vera menghembuskan Nafasnya pelan berusaha berpikir positif, mereka tak melihat Vera berjalan karena terburu-buru.

Ia duduk di Tempat Air mancur  rumah sakit, dengan pikiran berkecamuk.

Ayahnya baru saja pergi ke kantor——mengurus sesuatu yang sangat genting. Padahal Vera tahu itu hanya alibi ayahnya agar tak menimbulkan masalah lagi dengan keluarga Niel.

Huh, Iya saya tahu.”

Vera tersentak, baru saja sadar ada orang di belakangnya duduk di dekatnya. Vera menerka bahwa orang tersebut sedang berbincang dengan seseorang di telepon.

“Tapi, Saya butuh waktu.” Laki-laki itu tampak frustasi dari nada suaranya, “Ayah saya masih di luar kota. Kalian tau kan, Ayah saya di luar kota mencari uang, Bukan berfoya-foya dengan uang tujuh turunan kalian.”

Vera memilih bergeser agak jauh, sekitar empat langkah dari Laki-laki itu, Tapi suaranya terdengar begitu agak keras.

“Masalah itu——saya bukan anaknya jika menyangkut masalah itu. Kalian yang mendidiknya!”

Siapa Bilang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang