36. SB : Kutub Berlawanan

687 63 20
                                    

“I Tried  and I'm Tired.”

vera







•••











     Raka menari lagaknya seorang balerina handal ditengah lagu yang mereka latih untuk penampilan mereka. Sungguh, pemuda tersebut seolah tak paham situasi dan kondisi dan berbuat rusuh seenaknya. Jika di hari-hari biasa banyak yang maklum dan bahkan menyukai kelakuannya, tapi disaat seperti ini——semua tidak menyukainya.

      “Ka, Jangan rusuh kalau masih mau ikut nampil.”

     Raka menoleh menanggapi Tere yang menegurnya. “Jangan marah-marah dong cantik. Nanti Cowokmu minta putus karena princess nya udah keriput suka marah-marah.” Raka terkekeh kecil, “Nanti kamu berpaling ke aku gimana? Aku juga kan yang enak?”

     Tere diam. Tak menyahut, keburu kesal hingga ke ubun-ubun.

    Regan yang sedari tadi menahan amarahnya yang hampir membuncah akhirnya maju. “Pergi.”

    Raka menoleh lagi, “Kalian kenapa sih? Bawa santai. Jangan tegang-tegang sekali loh.”

     “Santainya bisa nanti ka, ini sudah dekat hari-H. Dan kamu masih bisa main-main. Keluar sana.”

     Raka berdecih, “Niatku baik disini. Kalian apa kek, terimakasih? Kalau kalian ga suka aku disini, bilang! Gak nganggap aku, bilang!”

     “Sudah. Terimakasih.  Sekarang kamu boleh pergi.”

      Raka meludah, “Fine!!”

    Raka berjalan, mengambil tasnya di sudut kelas dan berjalan dengan emosi yang hampir meluap———


     ——pura-pura. Karena nyatanya ini hanyalah kesekian kalinya si Raka yang licik. Di ujung tangga, ia mengambil ponselnya dan mengirimi pesan pada seseorang.

      To : +62824545****
     Mission, clear. Ada yang harus kukerjakan lagi?” - R.

    Raka tersenyum ketika suara dering telepon yang muncul.

    “Misiku sukses. Ada permintaan lagi?”

    “Lihat kedepannya aja. Btw, thanks.”

   “Yup. Aku jalan dulu.”

    Maka sambungan telepon berakhir dengan Raka yang tersenyum bahagia.




Ah, maksudnya. Tersenyum bodoh.




•••

    Keadaan anak sekelas setelah ditinggalkan oleh Raka menjadi semakin hening.

    “Harusnya, kamu gak segitu jahat ngusir dia, Gan.” Ujar Tere.

     Regan tersenyum kecut, “Iya. Maaf. Aku salah. Nanti, aku coba bujuk dia. Ayo, latihan lagi. Lebih keras!!”

     Maka semua kembali ke posisi, membentuk sebuah lingkaran dengan sebuah kursi roda di tengah mereka.

    •••



   Sementara, yang diperjuangkan, yang diusahakan habis-habisan malah duduk diam dengan tatapan kosong. Gerakannya bak robot, menerima berkali-kali suapan Niel pada mulutnya.

    “Yel, mau ketemu ayah.”

     Niel menghela nafas. Sejak satu jam terakhir, Kalimat itu yang keluar dari bilah bibir Vera. Ingin ketemu, ingin ketemu, ayah.

      “Kamu tau kan ver, dokter belum kasih. Kondisimu masih rawan.”

   Vera memukul pisau buah Niel sengaja secara tiba-tiba, dan menggenggamnya agak erat, sehingga Niel yang kaget malah menariknya dan menyebabkan goresan di telapak tangannya. Ia sengaja.

     “VER!”

     sementara Niel sibuk menekan tombol untuk memanggil dokter, Vera hanya sibuk tersenyum. Kejiwaan nya benar-benar sudah terganggu. Vera tak ada harapan hidup kembali di dirinya. Jiwanya telah hengkang dari tubuhnya dan dirinya sudah lelah.

     “Hanya luka kecil, dok.” Ujar Vera begitu melihat dokter yang sering merawatnya masuk.

     Dokter tak menghiraukan dan memerintahkan seorang perawat mengobati lukanya. Kemudian, ia beralih memanggil Niel, untuk berbicara serius.

    “Jauhkan semua benda-benda yang bisa memicu pasien mengakhiri hidupnya. Mentalnya sudah terganggu, dan ini akan sulit. Jadi, sebagai keluarganya, tolong pahami.”


     Niel semakin frustasi.






   •••





    Disisi lain, Si Raka yang bodoh mengendap-ngendap ke ruang rawat Vera dengan berbekalkan sebuah kamera. Ia sudah izin pada Niel untuk menjeguk, dan Niel juga setuju. Niel menitipkan Vera pada dirinya.

    Tapi, namanya si Raka Bodoh, malah mengendap-ngendap masuk ke dalam ruang rawat Vera.

     “pssstt..hei.”

     Vera yang sedang terlelap menjadi terbangun. “Ngapain kesini?”

    “Engga.”

    “Mau bikin keributan?”

    “Engga.”

     “Pergi.”

     “Jahat ya.”

     “Pergi, berengsek.”

     “Kalau aku gak mau, gimana?”

     “Mau ngapain?”

     Raka menunjukkan kameranya, “Siap-siap. Seksi dokumentasi sudah datang.”

    “Bajingan. Gadungan.”

     “My pleasure, Princess.”


Sekali lagi kukatakan. Raka memang bodoh.











Tbc.

Ada yang mau main tebak-tebakan samaku?

Sengaja diperpendek. Biar penasaran :)

Semakin banyak kalian Menebak, semakin cepat updatenya.

Kutunggu respon kalian, sheyeng.

010719

  

     



    


Siapa Bilang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang