Part 11

11.8K 919 22
                                    

Zala menghela nafas kasar menatap langit yang kini terlihat mendung, sekarang dia ada di dalam mobil milik kedua orang yang mengaku sebagai orang tuanya.

Entahlah, dia sedikit ragu akan hal itu namun sedikit percaya akan hal itu. Bagaimana tidak wanita yang mengaku sebagai ibunya begitu tau apa yang tidak suka dan dia suka, apa saja yang membuat dia alergi.

Au ah dia bingung dengan kenyataan yang menamparnya berkali-kali, membuat dia terjatuh dan terjatuh lagi.
Untuk kesekian kalinya Zala menghela nafas berat, dia mencoba membuat dirinya lebih tenang namun nihil dia masih saja gugup karena dia harus berhadapan dengan lingkungan baru dan orang baru.

Padahal dia sudah nyaman dengan kampusnya yang lama namun ibunya melarangnya karena ada Bianca di sana, apa boleh buat. Dia hanya bisa menurut saja karena dia tidak punya cukup kuasa untuk menolak.

Jangankan kuasa, uang untuk dia kuliah pun tak ada. Dia sangat miskin diantara yang termiskin, mobil yang dia tumpangi akhirnya berhenti di sebuah gedung megah mirip kastil.

"Udah sampai nona" ucap supir yang mengantarkannya ke kampus.

Zala hanya diam dan membuka pintu mobil melangkah keluar.

"Jam berapa saja harus menjemput nona?" Tanya supirnya

"Nanti saya SMS bapak saja" jawab Zala sambil tersenyum membuat supirnya terpesona namun sedetik kemudian dia tersadar dan mengumam dalam hati.

Huhh, gue udah punya istri please gue mau setia. Tuhan dia majikan gue jangan bikin gue jadi berondong tua batinnya.

"Nonakan tidak punya ponsel dan nomor saya" ucap Tarno ya nama supir itu Tarno.

Zala terdiam.

Iya juga ya, hp aku udah Tante eh mama buang ke pulau tak berpenghuni gimana mau ngehubungi nih bandot tua ya batinnya bingung.

Zala menghela nafas pelan.

"Yaudah tunggu aja Sampek saya pulang" jawab Zala lalu pergi tak munghiraukan Tarno yang melongo tak percaya.

Eh buset gue di suruh nunggu anak orang selesai ngampus tapi yaudahlah namanya juga tugas harus di jalani, gini nih nasip pesuruh mah apa atuh gak kaya-kaya dari jaman batu sampai jaman micin batinnya.

Sedangkan Zala sudah berjalan masuk ke kampusnya, penampilannya masih sama seperti dulu. Hobi mengenakan jaket dengan topi yang bertengger di kepalanya, celana training, sepatu kets biru hitam dan di tambah kaca mata gaya namun terlihat seperti kacamata Min dan headset yang bertengger di telinganya.

Itu semua dia lakukan agar dia tidak terlihat oleh semua orang, dia tidak terlalu suka jadi pusat perhatian jadi dia berpenampilan sama sekali tidak menarik.

Sejujurnya dia bingung harus ke mana karena dia sama sekali tidak tau dimana kelasnya, ah lebih baik dia ke Mading kampus saja pikirnya. Biasanya ada denah kampus yang tertera disana, benar saja saat disana terlihat denah kampus yang tertempel di Mading.

Dia melihat kertas yang di berikan Farah tadi pagi.

"Huhhh, fakultas hukum ya." Gumamnya sambil melihat denah kampus, mencari gedung fakultasnya.

Tidak butuh waktu lama untuk menemukannya hanya butuh beberapa detik saja, tanpa banyak bicara dia langsung berjalan kearah gedung fakultasnya.

Untungnya gedung fakultas hukum tidak jauh, tidak seperti kamusnya dulu yang jauhnya butuh beberapa menit karena letak gedungnya cukup sudut. Sepanjang koridor Zala melirik kesekelilingnya, dia menyukai Susana kamus barunya yang sejuk dan nyaman.

Itu karena ada banyak pohon rimbun berjejer di beberapa tempat, lain dengan kamus lamanya yang cukup panas karena tidak banyak pohon di sekitarnya melainkan banyak semak-semak kecil yang di tata sedemikian rupa hingga terasa elok di pandang mata.

Jodoh Pemberian AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang