Apakah yang akan kau lakukan jika terperangkap di dunia yang menurutmu kelam dan menyakitkan? Disaat maut ingin menjemput, disaat itu pula duniaku semakin terlihat mengerikan. Masalah mulai bermunculan silih berganti setelah bastrad itu hadir di keh...
"SIAPA YANG MENYURUHMU MENDUDUKI KURSI KERJAKU?..." ucapnya dengan penuh penekanan pada setiap kata katanya karna begitu murka akan kelancangan Ariana.
Ariana terkejut dengan perkataan Alexandrio yang ia tahu jika sekarang suasana hati laki laki brengsek itu sedang sangat tidak baik, secepat kilat ia berdiri dari kursi itu.
Tak main main Alexandrio langsung menodongkan stick golf yang ia bawa itu pada leher Ariana.
"Ingin bermain main dengan ku rupanya? Hey...Bitch apa kau tidak mengerti arti perkataanku? Sadarlah akan posisimu wanita sialan"
Ariana semakin gemetar, sementara itu Alexandrio memajukan langkahnya perlahan hingga membuat punggung Ariana tersudut menabrak dinding. Stick golf yang dia bawa masih bertengger pada leher Ariana.
"Tidak...kumohon tidak...jangan" Ariana memohon belas kasihan dari Alexandrio. Tetapi semakin lama sorot mata Alexandrio membuat dia tidak bisa berkata kata. Lidahnya kelu. Ia menjatuhkan badannya dalam posisi duduk dan merapatkan kakinya. Ia mengarahkan wajahnya kearah bawah. Ariana benar benar merasa gelisah
"Kringg...Kringg...Kringg" deringan telefon di ruang kerja Alexandrio, membuatnya teramat jengkel karna mengacaukan bagian kesenangannya melihat seorang wanita memohon empati darinya dengan nada ketakutan.
Akhirnya iya meninggalkan Ariana, yang sudah benar benar tersudut tanpa meninggalkan satu centi pun dengan dinding.
"Halo...ada apa?" jawabnya malas. Alxandrio tidak berbicara formal karna tahu jika yang bisa menelfonya langsung hanya Miranda. Namun untuk semua rekan bisnisnya, pasti mereka akan terhubung melalui telephone di ruang kerja Miranda terlebih dahulu, setelah itu baru disambungkan padanya.
"Maaf Pak, jika saya lancang mengganggu anda. Tetapi Nona Angeline sekarang sedang berada disini. Ia berkata ingin bertemu dengan anda" ucap Miranda
"What the fuck" gumam Alexandrio pelan.
"Apa yang dia lakukan disini sekarang" lanjutnya dalam hati.
"Miranda, tolong katakan padanya jika saya sedang ada jam meeting sekarang, dan juga arahkan dia untuk menunggu saya di lobby. Saya akan menemui dia sekitar 15 menit lagi" suruh Alexandrio pada Miranda untuk berbohong.
"Baik Pak, akan saya sampaikan padanya seperti yang anda katakan" Jawab Miranda patuh.
Alexandrio dengan cepat menghampiri Ariana kembali. Ia melemparkan busana Ariana lalu menyuruhnya memakai itu, dan pergi dengan sesegera mungkin.
Bagi Ariana ini adalah kesempatannya untuk pergi dari tempat yang terasa seperti neraka itu. Ia merasa untuk pertama kalinya bertemu dengan lelaki yang sangat amat jahat seperti Alexandrio.
Baginya tubuh dan parasnya adalah pemikat bagi kaum lelaki manapun yang melihatnya. Tapi tidak bagi Alexandrio. Pria yang satu itu, tidak jatuh dalam pesona Ariana sedikitpun. Berkali kali Ariana merasa dipermalukan oleh Alexandrio, hanya dalam 1x pertemuan saja.
****
Alexandrio berjalan meninggalkan ruangannya setelah Ariana pergi, Ia menuju lobby untuk menghampiri Angeline. Ia mencari cari sesosok Angeline ke seluruh penjuru area lobby.
Bawahan Alexandrio terheran heran. Mereka melihat Alexandrio yang terlihat seperti kebingungan tetapi tidak berani menatapnya secara terang terangan.
Banyak dari mereka mungkin berfikir 'untuk perama kalinya seorang Owner terkiller seperti Alexandrio mau berjalan jalan mengitari lobby'
Karna mereka yakin jika bukan untuk datang ke kantor yang mengharuskannya menginjakan kakinya di lobby, atau sekedar berjalan pulang yang juga menuntutnya untuk menjejakan kakinya disana. Ia tak akan menginjakan kakinya ditempat orang yang ramai berlalu lalang, walaupun pegawainnya sendiri.
"Kemana dia sekarang?" Tanyanya dalam diam.
"Hi...Alexandrio, sudah lama menunggu?"
Seorang wanita yang tak lain adalah Angeline berlari sambil sibuk membawa dua jinjingan yang diyakini Alexandrio jika salah satunya adalah kopi.
"Harusnya aku yang bertanya. Apakah kau sudah lama menunggu? Dari mana saja kau?" Tanya Alexandrio dengan raut wajah dinginnya.
"Aku membelikan ini untukmu. Kau suka kopi Americano? Aku yakin kau lelah setelah meeting tadi" kata Angeline
"Hmmm...aku suka" sungguh Alexandrio bukan seorang yang menyukai kopi. Kini ia mulai memerankan dramanya lagi sebagai seorang protagonis. Ia ingin terlihat baik di depan Angeline.
Angeline mulai risih dengan suasana di lobby. Bukannya ia tidak tahu jika pegawai Alexandrio sedang membicarakan dirinya.
Walau tanpa melihatpun Angeline tahu, bagaimanapun ia adalah seorang wanita yang pasti memiliki indra perasa yang sensitif. Lain hal dengan Alexandrio yang begitu dingin, hingga tak peka dengan keadaan disekitarnya.
"Ada apa kau kesini...hmm?" Alexandrio mengejutkan Angeline yang sedang diam.
"Aku membawakan makan siang untukmu. Aku tidak tahu jika dilobby perusahaanmu banyak restaurant. Tetapi aku yakin makanan buatanku adalah yang paling nikmat" Angeline tersenyum meyakinkan Alexandrio agar mau mencicipi masakannya.
"Dulu waktu Dadyku masih ada, Momyku selalu membawakan makan siang ke kantornya. Momy kadang mengajaku juga. Aku merindukan figur mereka. Maka dari itu aku ingin merasakan bagaimana perasaan Momy waktu mengantarkan makan siang untuk Dady" Angeline bercerita, tanpa disadari ia menangis kembali.
"Kau menangis lagi?" Alexandrio tidak percaya dengan wanita dihadapannya. Cerita yang menurutnya tak perlu ditangisi, mengapa wanita ini harus menangis.
Ia ingin berkata jika Angeline terlalu cengeng dan sangat drama di hadapannya.
Namun drama yang diperankan Alexandrio jauh lebih baik. Alexandrio meraih kedua telapak tangan Angeline, mengelusnya lembut.
"Alexandrio?" Panggil Angeline, setelah tangisnya mulai berhenti.
"Why?" Jawab Alexandrio.
"Kapan pertunangan kita akan dilakukan?" Pertanyaan Angeline membuat Alexandrio diam seribu bahasa.
>>>>
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Alexandrio ih, cantik gini ko dimainin😭😭sedih author.