Chapter 10

13 8 0
                                    

Bagaimana jika aku juga mencintaimu? bagaimana jika aku yang mengingkari komitmen yang kamu buat kalau kita tidak akan lebih dari sekedar teman.
-_Nadine_-

Malam ini seperti yang di katakan oleh Riyan dia akan mengajak Nadine jalan. Ini malam minggu malamnya seorang pasangan mending yang jomblo pulang aja buat macet jalan aja. Riyan mengeluarkan mobilnya dari garasi.

"Riyan mau kemana?" Teriak Lidya.

"Mau jemput Nadine, entar Riyan kenalin sama mama."

Riyan pergi meninggalkan rumahnya begitu saja. Meskipun dia mendengar sedikit ocehan dari mamanya tapi dia abaikan. Di perjalanan menuju rumah Nadine dia tak henti-hentinya berkaca. Jika dia tidak tampil maksimal hari ini maka rencanya untuk meluluhkan hati Nadine akan hancur.

"Riyan, mobil gue di bawa mama. Gue nebeng lo ya?" Riyan mengerutkan keningnya, tidak mengerti Lestari akan kemana.

"Mau kemana?"

"Ke rumah Vera."

Sejak kapan Lestari kenal Vera? Berbagai pertanyaan muncul di benak Riyan. Untuk apa Lestari ke rumah Vera?

"Gue mau tanya pelajaran sebelumnya, soalnya cuma dia yang pandai di kelas."

"Ini malam minggu."

"Riyan please."

Riyan tidak mendengarkan Lestari dia langsung masuk ke dalam mobil dan melajukannya begitu saja. Terserah Lestari mau menganggap Riyan bagaimana masa bodoh. Dia tidak akan berbuat baik kepada orang yang sudah menghancurkan hatinya. Bukan, Riyan bukan dendam hanya saja melupakan sesuatu yang sudah membuat kehidupan menjadi sangat terpuruk tidak pantas untuk di bantu bagi Riyan seperti itu.

Sampai di rumah Nadine, Riyan kembali bercermin di balik spion mobilnya. Ya meskipun menurut orang di sekitarnya dia sudah terlewat tampan walau tampil acak-acakkan. Riyan masuk ke dalam rumah Nadine, terlihat Lisa dan Helmawan sedang menonton televisi karena rumah Nadine pintunya tidak tertutup.

"Assalamualaikum."

Lisa menoleh lalu tersenyum, "Riyan? Sini nak masuk!" Sambut Lisa dengan bahagia.

Riyan masuk lalu di persilahkan duduk oleh Lisa. Helmawan yang dari tadi duduk di depan televisi kini pindah menuju Riyan.

"Siapa Ma?" Tanya Helmawan kepada Lisa.

"Temennya Nadine."

Helmawan manggut-manggut mengerti. Lalu menatap Riyan mulai dari bawah sampai atas. Jujur saja Riyan sangat risih jika di lihat seperti itu, jika saat ini dia bukan berhadapan dengan Helmawan mungkin Riyan sudah membenturkan kepala orang itu ke tembok.

"Itu Nadine," Lisa berjalan menghampiri Nadine, yang jauh berbeda. Biasanya gadis kecilnya ini selalu cuek dengan penampilannya tetapi saat ini coba lihatlah dia memakai gaun warna marun selutut. Terlihat elegan dan sangat cantik.

Riyan tidak bisa membohongi indera pengelihatannya, kali ini dia benar-benar melihat Nadine yang sangat cantik. Beda di setiap harinya.

"Ayo." Bentak Nadine yang membuyarkan lamunan Riyan.

Dengan senang hati Nadine menggandeng tangan Riyan semacam pasangan kekasih namun hati Nadine biasa saja. Dia menganggap Riyan hanya sebagai patnernya saja. Sementara Riyan jantungnya sudah berdetak tak beraturan mau loncat dari tempatnya. Riyan membukakan pintu mobil untuk Nadine. Di dalam mobil dia berfikir jika dia menyatakannya sekarang waktunya tepat gak ya?

"Nonton ya?" Tanya Riyan canggung.

"Pasar malem aja." Usul Nadine.

"Rame, sesak. Lo udah pakek gaun cantik-cantik masak pergi ke pasar malem."

"Yaudah nonton." Putus Nadine.

"Makan malam aja." Usul Riyan lagi.

"Ih," Nadine mencubit lengan Riyan, lalu pandangan mereka bertemu lagi. Entah kenapa Nadine sangat suka momen seperti ini. Memandang orang tepat di matanya karena hanya mata sumber kejujuran seseorang.

"Lo cantik." Ucap Riyan pelan namun mampu di dengar oleh pendengaran Nadine.

Nadine tersenyum malu-malu. Pipinya sudah mulai memerah.

Ya tuhan jangan biarkan aku jatuh cinta !!! Teriak Nadine di dalam hati.

Riyan berhenti di salah satu restaurant termewah di Indonesia. Restaurant milik keluarganya biar dia tidak usah membayar. Makan di restaurant mewah kan juga mahal.

"Ini restaurant orang kaya Yan."

"Turun aja!"

Nadine menurut lalu turun dari mobil. Sepanjang jalan masuk ke dalam restaurant Nadine terus menggandeng Riyan layaknya pasangan. Malam ini kan malam minggu kalau mereka jalannya canggung kan gak enak di lihatnya.

"Halo, selamat datang tuan Riyan."

Nadine menoleh heran ke arah Riyan mendengar sambutan salah satu pelayan di restaurant inj.

"Iya, carikan tempat paling bagus!" Perintah Riyan.

"Yan, lo punya kenalan?"

Riyan tersenyum penuh arti. Dia tidak ingin mengatakan kepada Nadine. Biar Nadine tau sendiri agar kesannya Riyan tidak sombong. Sesudah menemukan tempat duduk, mereka memesan makanan. Nadine kebingungan mencari makanan, harganya di atas 500 ribu semua. Bagaimana jika nantik Riyan seperti lelaki gak modal kayak di film-film yang pura-pura dompetnya ketinggalan terus nyuruh ceweknya yang bayar.

"Lama amat sih Nad, gue yang bayar lo gak usah mikirin harganya."

Nadine tertawa pahit, ternyata Riyan tau apa yang berada di fikirannya. Akhirnya Nadine menyuruh menyamakan pesanannya dengan pesanan Riyan.

"Nad, kalau seandainya gue punyak cewek apa kita bisa sedekat ini lagi?"

Nadine tersenyum ada sedikit ngilu di hatinya, "kenapa tidak?"

"Lo gak akan berubah?"

"Gak."

"Gimana kalau lo yang jadi cewek gue?"

Demi apapun Nadine ingin menjatuhkan dirinya dari gedung berlantai tujuh. "Riyan!"

Riyan tersenyum, dia tau memiliki Nadine hanya sebatas angan tidak mungkin menjadi nyata. Nadine adalah perempuan yang teguh dalam memegang prinsip dia tidak mungkin mengingkari komitmenya sendiri.

"Ada satu hal yang harus lo tau," kata Riyan.

"Apa?"

"Akan selalu ada wanita yang lebih cantik dari lo. Yang harus lo lakuin adalah nemuin laki-laki yang gak peduli akan hal itu."

"Kenapa sih lelaki gak bisa menetap di satu wanita?"

"Lelaki memang gak bisa menetap di satu wanita, baginya itu sulit. Sifat setia hanya perempuan yang mampu dengan tuntas menjalaninya. Tapi Nad, lelaki hanya ada satu jalan pulang. Yang selalu lo tau lelaki itu selalu di kelilingi banyak wanita tapi jauh di dalam hatinya hanya ada satu wanita. Pada dasarnya laki-laki emang gak cukup kalau punya satu."

Nadine memajukkan bibirnya 5cm dari tempatnya. Riyan menjelaskan seolah dia sudah dewasa dan sudah menjalani rumah tangga. Padahal Riyan hanya bocah SMA yang sedang mencari jati dirinya.

"Sok tau!" Ledek Nadine.

"Ih, emang gitu!"

Riyan dan Nadine menyatap makanan yang sudah datang di mejanya. Nadine sangat menyenangkan di lihat dalam keadaan apapun. Seperti anak kecil Nadine makan belepotan dengan reflek Riyan menghapus bekas makanan di mulut Nadine. Nadine diam mematung merasakan suhu tubuh yang mulai dingin melihat perlakuan Riyan. Jantungnya juga berdetak, apa mungkin benih-benih cinta itu sudah mulai tumbuh?
Bagaimana jika kenyataannya Nadine lah yang mengingkari komitmen yang sudah mereka buat.

I Found a Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang