Chapter 16

6 2 0
                                    

Berhentilah mengejarku, aku tau aku hanya sebuah pelampiasan saja karena kamu belum sepenuhnya bisa melupakannya.

22_Desember_2018

Berduka terlalu lama tidak baik untuk almarhum. Meskipun rasa sesak masih memenuhi dada Nadine dia mencoba tersenyum dikala Vera berusaha menghiburnya. Bukan takdir dan kehidupan seperti ini yang Nadine inginkan.

Belum lagi Riyan tidak datang untuk mengucapkan bela sungkawa kepadanya. Tapi itu bukan hal yang penting, dia tidak berharap Riyan datang kepadanya lalu memandangnya dengan kasihan. Dia berharap Riyan datang memeluknya dan menguatkannya. Namun itu hanya menjadi sebuah khayalan bagi Nadine, Riyan tak kunjung datang.

Nadine memutuskan untuk sekolah hari ini, kalau dia diam di rumah rasa sakit dan sesaknya semakin jadi. Mengingat kenangan manis dan pahit dalam rumah ini bersama orang tuanya. Dia menghapus kembali air mata yang sedari tadi tidak bisa berhenti mengalir.

"Gue tahu ini sulit buat lo Nad, tapi gue tau lo wanita yang tangguh." Ucap Vera sembari menguatkan sahabatnya itu.

Nadine tersenyum lalu mengambil tasnya dan memasuki mobil Vera. Keadaan seperti ini dia tidak bisa menyetir mobil sendiri lagian Vera selalu ada untuknya. Vera bahkan seperti rexona yang setia setiap saat.

Sampai di sekolah Nadine turun dengan pandangan kosong, terlihat jelas jika dia sedang sangat terluka dan terpuruk. Vera memeluk Nadine dari samping seolah memberi kekuatan tersendiri. Riyan yang melihat kondisi Nadine segera menghampiri dua sejoli itu.

"Hai." Namun tidak ada yang menggubris sapaan Riyan. "Kenapa?" Tanya Riyan kepada Vera.

Vera tidak menjawab, dia kesal dengan pria di depannya ini. Kemarin saat Nadine sedang terpuruk dan sangat membutuhkannya Riyan tidak mengangkat telfon darinya.

"Nadine." Riyan memegang pergelangan tangan Nadine namun Nadine melepaskannya dengan sangat lembut. "Kenapa lo?" Tanya Riyan.

"Pergi!" Ucap Nadine lirih, air matanya kembali menetes.

"Ada apa Nad?" Tanya Riyan kebingungan.

"Pergi! Gue gak mau lihat lo disini!"

"Ada ap.." belum sempat Riyan menyelesaikan pertanyaannya Vera sudah memotongnya.

"Kemana lo saat Nadine butuh lo? Saat orang tua Nadine di ambil oleh sang pencipta secara bersamaan. Dimana lo? Ha dimana? Gue telfonin lo sampek berkali-kali tapi lo gak angkat."

"Gu.." Riyan tidak menyelesaikan bicaranya, karena dia melihat Nadine meninggalkannya dan Vera.

Vera menatap Riyan sengit seolah menantangnya untuk bertanding. Riyan menghidupkan ponselnya karena memang dari tadi malam dia tidak mengecek ponselnya sama sekali. Dia mengutuk dirinya sendiri ketika melihat rentetan panggilan tak terjawab dari Nadine dan juga Vera. Ternyata tadi malam Nadine sangat membutuhkan Riyan tapi dia malah berdebat dengan Lestari.

Riyan menjabak rambutnya sendiri, dia mengerang frustasi. Apakah Nadine akan menjauhinya? Tidak, ini tidak boleh terjadi. Dia harus memperbaiki hubungannya dengan Nadine agar tidak renggang. Riyan berlari ke kelas Nadine sampai di menabrak Lestari yang sedang membawa buku banyak.

"Riyan!" Sentak Lestari.

Riyan tidak menoleh dan tidak membantu Lestari merapikan buku-bukunya. Dia langsung pergi ke kelas Nadine.

"Nadine." Panggil Riyan pelan, Nadine tidak menoleh meskipun panggilan Riyan cukup jelas terdengar di telinganya. "Maafin gue." Kata Riyan ketika sudah berada di samping Nadine.

Nadine tetap tidak menoleh dan anehnya dadanya terasa sangat sesak dan sakit sekali. Melihat Riyan di depannya semakin membuat Nadine sakit hati. Di tambah dia masih belum iklhas dengan kepergian orang tuanya.

"Jangan dekati gue!" Kata Nadine pelan takut seisi kelas tau dan Riyan menjadi malu.

"Lihat mata gue, gue mohon!"

Nadine tetap tidak menoleh, dengan tidak melihat Riyan saja mampu membuat hatinya sakit apalagi menatap mata Riyan, Nadine tidak sanggup.

"Tatap mata gue lalu tampar gue karea gue gak ada saat lo butuh. Tampar gue Nad, tampar gue karena gue udah nyakitin hati lo. Tampar!"

"Cukup!" Bentak Nadine histeris.

Nadine meninggalkan kelasnya di ikuti oleh Riyan. Seperti di film-film main kejar-kejaran.

"Berhenti atau gue gak mau lihat lo lagi!" Nadine memberi peringatan kepada Riyan karena masih terus mengikutinya.

"Gue harus ngapain supaya lo bisa maafin gue?"

"Jangan pernah datang lagi ke dalam hidup gue."

Mungkin karena perlakuan Nadine padanya Riyan jadi tersulut emosi. Dia juga lelaki biasanya yang selalu mengedepankan egonya daripada hatinya. Riyan mendekati Nadine.

"Tatap mata gue, bilang sama gue kalau lo gak suka sama gue!" Kata Riyan masih dengan penuh rasa sabar. Namun Nadine tetap diam dan tidak mau melihat ke arahnya.

"Bilang Nad!" Bentak Riyan sekali lagi.

Nadine melihat ke arah Riyan dengan pandangan yang menukik tajam. Namun bibirnya tidak sanggup mengeluarkan kalimat yang Riyan perintahkan.

"Pada dasarnya lo pengecut! Lo gak berani ngakuin perasaan lo sendiri kalau lo suka sama gue dan lo jatuh cinta sama gue. Lo malu ngakuin perasaan lo sendiri karena kita sudah berkomitmen lebih dari teman. Lo pengecut Nad," kata Riyan panjang lebar sambil meludah ke samping kiri.

Nafas Nadine menjadi memburu, bukannya malah menenangkan Nadine, Riyan malah membuat emosi Nadine tersulut hingga akhirnya Nadine mengangkat tanganya menampar Riyan.

"Gue ijinin lo jadi sahabat gue! Bukan orang yang bisa masuk ke hati gue!" Ucap Nadine penuh dengan penekanan.

Riyan menarik pergelangan tangan Nadine kala wanita itu beranjak meninggalkannya. lalu Riyan membawa Nadine ke dalam pelukannya. Bagaimanapun lelaki itu tidak mau meninggalkan Nadine dengan keadaan seperti ini. Apapun yang dia katakan tadi itu hanyalah amarah menuruti ego semata.

"Maaf." Kata Riyan sambil memeluk dan mengusap rambut Nadine.

Nadine tampak mulai tenang, entalah pelukan ini selalu membawanya ke dalam ketenangan. Seakan pelukan Riyan membawa kedamaian tersendriri bagi hati Nadine. Nadine mengatur nafasnya, dia mengusap air matanya.

"Gue mintak maaf." Kata Riyan sekali lagi sambil mengusap air mata Nadine.

Nadine mengangguk meskipun ragu.

"Maaf, semalam gue gak tau kalau lo telfon. Ponsel gue, gue matiin karena gue sedang ngerjain tugas. Gue gak mau di ganggu ketika sedang ngerjain tugas. Maaf Nad, sekali lagi gue mintak maaf. Maaf karena ucapan gue barusan." Kata Riyan kembali memeluk Nadine.

Memang rasa sakit kehilangan orang tuanya masih jelas membekas dalam hati Nadine. Nadine masih belum sepenuhnya iklas atas kepergian Lisa dan Helmawan. Baru saja Tuhan mengembalikan keluarga kecilnya dulu kini dia renggut lagi dari Nadine. Nadine tau menyalahkan Tuhan bukanlah hal yang tepat. Tapi dia yakin apapun rencana Tuhan pasti itulah yang terbaik.

I Found a Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang