Setelah aku yakin ini adalah cinta. Apakah kamu akan bertanggung jawab atas sebuah rasa yang sudah kamu ciptakan?
-_Nadine_-
Mencintai seseorang itu indah, yah begini rasanya akhirnya Nadine merasakan. Atas sebuah rasa yang Riyan ciptakan tanpa sadar membuat Nadine hampir gila karena harus menahan setiap detak jantung ketika dirinya berada disamping Riyan. Begini rasanya merasakan gejolak asmara, Nadine baru tahu.
"Nadine, kenapa pagi-pagi sudah senyum sendiri?" Tanya Lisa ketika mengantar susu yang sudah menjadi rutinitasnya setiap pagi.
"Ma, kok sudah rapi? Mau kemana?" Tanya Nadine heran ketika melihat Lisa berpenampilan sangat rapi bahkan di jam yang sangat pagi.
"Papa sama mama mau pergi ke luar negeri. Ada sesuatu yang harus mama urus. Gak papa kan sayang? Kamu sama Vera di rumah." Jelas Lisa sambil mengusap puncak kepala Nadine.
Nadine trauma ketika orangtuanya pergi keluar kota dulu. Mamanya langsung diam membisu semacam orang gila dan Papanya entah Nadine tak tau dimana. Nadine takut kejadian itu terulang lagi. Dia tidak mau kebahagiaan yang baru saja di mulai Tuhan merenggutnya lagi. Dan karena kejadian itu pula dia dan Papnya menjadi berjarak, tidak seakrab dulu.
"Semuanya akan baik-baik saja." Kata Lisa meyakinkan anaknya.
Nadine menyetujui jika orangtuanya pergi keluar negeri. Seperti yang Lisa perintakan jika Vera harus menemaninya beberapa hari atau mungkin beberapa minggu. Nadine yang baru tidur langsung pergi ke rumah sahabatnya itu. Dengan berlari pagi, rumah Vera tidak jauh dari rumahnya.
"Vera," panggil Nadine ketika sudah ada di depan pintu rumah sahabatnya. Nadine tau Vera bukan tipe cewek yang suka bangun siang. Vera adalah perempuan yang sangat rajin jika menjadi pembantu maksudnya jika membersihkan rumah.
"Ada apa lo pagi-pagi kesini? Mana dekil lagi," protes Vera.
"Ada minum gak? Gue haus."
"Lo kesini cuma mau numpang minum? Gila, gue kenal sahabat macem lo dimana?"
"Gue haus Ver, ada minuman?" Tanya Nadine sekali lagi dengan penuh rasa sabar dan akhirnya Vera pergi ke dalam lalu membawakan segelas jus jeruk untuknya. "Lo di suruh nginep di rumah sama mama." Lanjut Nadine to the point.
"Mereka pergi lagi?"
"Keluar Negeri."
"Lo kok gak nganterin ke bandara sih Nad? Lo durhaka ya?" Tuding Vera.
"Mereka udah gede tau."
"Lo tunggu di rumah lo deh, jam 9 gue kesana lagian jam segini gue masih mau bantu mama."
Nadine tersenyum bahagia. Sahabtanya itu selalu menuruti kata-katanya. Nadine memilih untuk mandi, dia tidak tahan nanti jika harus mendengar Vera mengoceh karena kebiasaannya yang jarang sekali mandi. Tapi bagaimanapun Nadine tetap cantik meskipun tidak mandi. Nadine selalu merasa dirinya terlampau cantik ketika ada di depan kaca maka dari itu dia tidak pernah mandi.
"Nadine."
"Gue lagi mandi Ver," teriak Nadine.
Vera menggapai ponsel Nadine, dalam persahabatan tidak ada kata menyembunyikan sesuatu semuanya harus terbuka kalau ingin tidak ada kesalahpahaman. Vera melihat ada banyak sekali pesan dari Riyan yang hanya Nadine baca dan banyak sekali panggilan tak terjawab dari nomor baru. Vera menaruh kembali ponsel Nadine, tidak ada yang menarik. Chating dengan Riyan juga hanya datar dan garing perihal Nadine yang tak pernah merenspon Riyan.
"Nah, gitu lo mandi biar kayak cewek normal. Jangan kayak babi yang gak pernah mandi. Lo harus ngerawat kulit lo biar gak kusut atau rusak."
"Lama-lama lo kayak nenek gue." Kata Nadine ketika baru saja keluar dari kamar mandi.
"Maksud lo? Gue udah tua." Tanya Vera dengan membulatkan kedua matanya.
"Iya." Jawab Nadine dengan wajah yang paling polos.
"Nadine!!!" Teriak Vera kesal.
"Emang kenyataannya seperti itu Ver, kadang kenyataan itu pahit ya?"
"Gue pulang nih."
"Eh jangan. Jangan ya pleasee. Gue butuh lo, gue takut gimana kalau nanti malam ada yang gedor cendela kamar gue? Gimana kalau nanti ada yang ngetuk pintu terus pas gue bukain malah gak ada orangnya?"
"Ngaco!"
Nadine tersenyum lalu mengambil roti di meja makan dan dua gelas susu putih yang sudah dia siapkan sejak tadi tentunya untuk sahabatnya. Nadine membawa ke kamar karena Vera memang ada di situ.
"Gue bawain roti dan susu buat sahabat gue yang paling baik dan cantik." Teriak Nadine dari balik pintu yang tertutup.
Vera hanya tersenyum lalu menggelengkan kepalanya ternyata Nadine sudah mampu menjadi seorang Ibu.
"Vera bukain!! Gue gak bisa buka pintunya."
Vera cepat-cepat berlari dan membuka pintu kamar Nadine lalu tertawa dengan kelakuan Nadine. Mereka selalu menertawakan hal-hal kecil meskipun semuanya tidak terlalu lucu. Nadine dan Vera menyantap makanan itu. Setelah cukup kenyang Vera dan Nadine merebahka diri di kamar.
"Gimana perasaan lo sama Riyan?"
"Gak tau."
"Nadine, gue pulang nih."
"Eh iya iya. Gue ngerasa nyaman deket dia sama kayak saat deket sama lo."
"Terus kenapa pesan Riyan jarang lo bales?"
"Gue mau dia tetap anggep gue gak punya perasaan sama dia dan dia tetap ngejar gue. Karena hanya dengan cara itu membiarkan rasa yang Riyan punya menenap di hatinya."
Vera mengerutkan kedua alisnya tak mengerti dengan pikiran Nadine.
"Laki-laki kalau udah tau orang yang dia cintai juga mencintai dia balik. Mereka akan bertindak sesuka hati, mangkanya jual mahal dan membuat dia penasaran adalah salah satu cara mempertahankan dia."
Vera manggut-manggut, "eh iya, tadi banyak panggilan masuk dari nomor gak di kenal. Lo gak mau telfon balik? Siapa tau penting." Kata Vera mengingatkan Nadine karena seingatnya panggilan itu tidak hanya satu atau dua kali melainkan puluhan kali.
"Gila 30 panggilan." Ucap Nadine sambil menggelengkan kepalanya.
Nadine menelfon kembali nomor itu namun tidak ada jawaban. Nadine terus menelfon sampai akhirnya di angkat oleh orang di sebrang sana.
"Hallo," ucap Nadine mengawali pembicaraan.
"Hallo."
"Ini Nadine, ada apa telfon sampai segitu banyaknya?"
"Halo apa benar ini Nadine?" Tanya penelfon itu seolah meyakinkan dirinya.
"Iya."
"Helmawan dan Lisa kecelakaan. Pesawatnya jatuh ke laut dan mereka belum di temukan."
Ketika mendengarkan apa yang di bicarakan oleh orang itu. Kaki Nadine seakan tak kuat menahan tubuhnya, Nadine menjatuhkan telfonnya ke lantai. Vera terkejut, tiba-tiba Nadine menangis dalam diam.
"Mama papa." Teriak Nadine dengan isak tangisnya.
Vera langsung menghampiri Nadine dan memeluk sahabatnya, "ada apa?"
Nadine menangis sejadi-jadinya. Dulu ketika mamanya pergi ke luar negeri Tuhan merenggut separuh kebahagiaannya dengan memisahkan mereka dan membuat Lisa hampir gila. Sekarang Tuhan mengambil kedua orangtuanya.
Ya tuhan... tolong kuatkan Nadine jika memang ini jalan terbaik dan hal yang paling baik menurutmu. - Rintih Nadine sambil menangis di pelukan Vera.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Found a Love
RomanceCinta adalah suatu keindahan, keindahan dimana seseorang yang kita cintai juga mencintai kita. Banyak hal misteri dalam cinta dan akan di pecahkan jika sedang jatuh cinta. Nadine adalah salah satu wanita yang sangat membenci cinta. Bagaimana tidak...