E L E V E N

1.1K 192 25
                                    

Yoona rasa, Choi Siwon itu gila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yoona rasa, Choi Siwon itu gila. Iya gila. Memangnya ada ya orang yang tidak pernah kebal dan memiliki kesan pertemuan pertama yang buruk mengajak untuk menikah? Ya, Yoona sih berharap kalau bukan diajak menikah. Namun siapa sih yang tidak akan berpikiran demikian jika seseorang tiba-tiba saja berkata dan menyuruh unuk menjadi seorang ibu?

Heol, hanya orang sinting yang berpikir bahwa itu bukan lamaran.

Apa jawaban Yoona saat Siwon mengatakan dia harus menjadi ibu Jisung? Oh itu. Dia menendang Siwon di tulang keringnya kemudian menamparnya dan berkata kalau dia bukan wanita murahan yang tiba-tiba diajak menikah. Kemudian meninggalkannya begitu saja dan keluar dari restoran. Untung saja anak kecil yang memanggilnya mama itu tidak ada, mungkin pergi ke suatu tempat.

Yoona pikir, setelahnya dia tidak akan terpengaruh. Namun nyatanya, pikirannya terus terbayang dengan kejadian tempo hari itu. Sungguh, dikira kaset atau apa, kenapa terus terputar secara berulang-ulang? Bahkan kadang Yoona menjadi tak fokus dengan pekerjaanya. Sering ditegur karena salah meletakkan barang kosmetik, salah meletakkan label harga, salah menghitung uang, dan bahkan diancam akan dikeluarkan dari perusahaan kalau masih seperti ini.

Hah… tidak bisakah hidupnya berjalan normal? Kenapa setelah bertemu pria itu hidupnya yang sudah kacau menjadi tambah kacau?

Sudahlah. Memikirkan pria bernama Choi Siwon hanya akan menambah gondok di hatinya.

.

.

.

Pagi ini, Yoona dan ayahnya menuju kuil untuk sembahyang rutin. Alunan doa yang dibacakan oleh biksu dan aroma sesajen dan dupa yang dibakar di setiap sudut kuil, berhasil menenangkan Yoona dan menyingkirkan semua gundah gulana yang menghinggapi dirinya akhir-akhir ini. Yoona menyukai tempat ini, karena ketika di sini dia akan merasa tenang dan bahagia.

Namun semua harus berakhir karena sekarang giliran mereka untuk meminta berkat pada biksu. Yoona dan ayahnya maju bersama dengan membawa sesajen yang sudah mereka siapkan di rumah tadi. Setelah meletakannya di depan biksu, mereka langsung merapatkan tangan dan berdoa bersama biksu yang memimpin mereka.

“Apakah kita akan langsung?” tanya Yoona. Biasanya mereka akan langsung pulang dan bekerja, namun berhubung hari ini dia tidak bekerja, Yoona jadi ingin lebih lama di kuil. Dan juga dia mau membeli beberapa dupa untuknya.

Ayah Yoona agak berpikir sebentar, kemudian akhirnya berkata, “Kita jalan-jalan dulu di sini,” lalu setelahnya ayah Yoona menepuk dahinya agak keras hingga ada cap jarinya di sana. Tapi dia tidak peduli, malah menatap Yoona yang membuat Yoona hampir jungkir balik karena melihat cap tangan itu. Anak kurang ajar! Berani mentertawakan orang tua sendiri. “Kita mampir ke sana. Aku ingin melakukan sesusatu.”

“Ke mana?” tanya Yoona kesal karena ayahnya langsung menarik tangannya. Ayahnya pikir dia anak kecil apa perlu dituntun seperti ini.

Yoona mendongak ketika mereka berhenti di depan kerumunan orang-orang di depan sisi kuil lainnya. Di atas sana ada sebuah papan yang bertuliskan dengan bahasa China. Sial. Yoona tidak bisa membaca aksara China.

“Permisi,” panggil Yoona seorang wanita berbadan gemuk dengan perhiasan yang… ya seperti toko mas berjalan. Setelah wanita itu menanggapi, Yoona pun bertanya, “Kenapa semua orang berkumpul di sini? Memangnya ada apa? Apakah ada pembagian sembako?”

“Sembako… sembako… dasar orang miskin. Pikirannya hanya sembako saja.” ucap wanita itu sinis dan angkuh.

“Ye… aku kan hanya bertanya. Tidak perlu menghina juga.” balas Yoona jengkel, kesel, dan gondok yang bercampur menjadi satu. Memang apa yang salah dengan tebakannya? Bukankah pembagian sembako itu sudah biasa, palagi sebentar lagi ada pemilu anggota legislatif, pasti banyak para calonnya yang menarik dukungan warga dengan pembagian sembako. Seperti lima tahun yang lalu, Yoona dan yang lainnya mendapatkan dua ekor ayam.

“Mereka di sini untuk meramal keberuntungan dan jodoh mereka di sini.”

Yoona mengangguk mengerti. “Oh, ku pikir pembagian sembako, ternyata hanya ingin meramal saja,” ucap Yoona. Tak lama kemudian dia tersadar. “Tadi kau bilang apa? Meramal keberuntungan dan jodoh?” tanya Yooona memastikan.

“Ya tentu saja. Memang kau tidak membca tulisan di atas sana?” tanya wanita itu sinis.

“Aku buta aksara China.” jawab Yoona acuh. Kemudian fokus ke depan. Sekarang pikirannya sedang terganggu dengan pemikiran tentang apa yang membuat ayahnya ingin datang ke sini. Yoona berharap kalau ini tidak ada sangkut-pautnya dengannya, apalagi urusan jodoh.

“Ayo masuk. Sekarang giliran kita.” ajak ayah Yoona, menarik Yoona masuk ke dalam ruangan kemudian duduk di depan seorang biksu tua dengan janggut putih yang panjangnya mungkin lebih dari semeter, mata yang sudah hampir tertutup. Ayah Yoona sempat meringis dan berpikir kalau biksu itu sedang tidur.

“Apakah ada yang ingin kalian tanyakan di sini?” tanya biksu.

Ayah Yoona mendesah lega karena biksu itu tidak tidur. Seharusnya di sini diberi tanda bahwa si biksu itu tidak tidur, tapi matanya yang sipit dan tua menjadi terlihat seperti orang tidur. Ah, sudahlah lupakan. Ayah Siwon menarik tangan Yoona untuk diletakkan di atas meja. “Saya ingin Anda meramal jodoh untuk anak saya.”

“Ayah!” desis Yoona pelan. Apa-apaan itu?

“Sudah diam. Salahmu sendiri tidak kabur tadi,” bisik ayah Yoona. Kemudian menatap biksu di depannya. “Bagaimana, biksu? Apakah Anda dapat melakukannya?” tanya ayah Yoona penuh harap.

“Baiklah. Berikan tangnamu kemari. Bairkan aku melihatnya.” ucap biksu itu, meminta tangan Yoona untuk mendekat agar dia mulai meramalnya.

Yoona mau tidak mau memberikan tangannya untuk diramal karea dia dipelototi oleh ayahnya. Membuat malu saja. Kalau tetangga-tetangga mereka sampai tahu, mungkin Yoona tidak akan lagi berani berkeliaran tanpa topeng. Ayahnya memang benar-benar.

.

.

.

Gila! Gila! Gila! Ayahnya benar-benar gila sekarang. Lihat saja, Yoona baru saja pulang bekerja sudah menemukan ayahnya sedang memakan keripik kentang dengan pandangan koong. Dan tetap menonton televisi padahal sinyalnya hilang dan hanya menampakkan pasukan semut.

“Tidak bisakah dalam sehari saja, aku menemukanmu dalam keadaan waras?” tanya Yoona jengah. Lelah juga setiap hari melihat tingkah menyebalkan ayahnya yang kurang lebih sama dengan tingkah anak-anak luar biasa. Hah… Yoona rasa, dia akan dua kali lebih cepat untuk menuju usia 60 tahun jika harus mengurus tingkah kekanakkan ayahnya.

Ya, semua ini bermula dari saat mereka meramalkan jodoh Yoona yang hasilnya membuat ayah Yoona seperti sekarang. Memang siapa yang tidak akan syok kalau Yoona tidak akan dapat menikah sampai tahun depan karena jodohnya belum mantab. Dipaksa pun takkan bisa, katanya biksunya demikian. Pupus sudah harapan ayah Yoona untuk menggendong seorang cucu.

“Andaikan aku mempunyai dua anak, pasti aku tidak akan menderita seperti ini.”

Yoona yang mendengar ratapan ayahnya hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia sudah angkat tangan tentang ayahnya. Mau ayahya menjadi gila, mau jadi gendut karena terus-terusan makan, atau menjadi pujangga sinting pun, Yoona tidak peduli. Asal tidak bunuh diri saja.

Mom For JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang