[43.0] t e n e r e z z a

2.5K 316 240
                                    




sometimes words aren't enough to make someone feel that you care for them. sometimes it needs a little effort.




Di antara lorong yang kebetulan ramai, teriakan Jennie seakan mampu menggelegari seisi gedung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di antara lorong yang kebetulan ramai, teriakan Jennie seakan mampu menggelegari seisi gedung. Waktu seakan berhenti berputar beberapa detik, orang–orang yang tadinya hilir–mudik dengan kesibukan masing–masing pun turut berhenti. Begitu pula dengan langkah Tuan Kim yang berhasil melambat lalu berhenti.

"Aku tak berbohong. Aku hamil, Ayah! Bukankah Ayah sendiri yang menghadiahi tiket bulan madu itu? Sekarang ... inilah hasilnya!" seru Jennie dari belasan langkah.

Wajah datar putrinya menjadi perhatian dari sekian pasang mata, Tuan Kim tercenung kemudian berbalik berang. Tidak Jennie, tidak Taeyong—mengapa dua orang itu malah bersekongkol untuk menipunya? batin Tuan Kim dengan langkah melebar. Tanpa mengindahkan panggilan beserta susulan sang putri yang tanpa henti mengimbangi jarak. 

Lorong lift menjadi pemisah, Jennie tak dapat lagi menghentikan peti angkut itu untuk mengejar Tuan Kim. Sembari menetralkan kakinya yang kian lelah, ia menunggu lift berikutnya karena memakai tangga darurat sama saja dengan ia cari mati.

Meskipun awalnya tak tahu tepat di mana lantai sang Ayah beserta para ajudan berhenti—asal menebak saja—, akhirnya sang Dewi Fortuna menghampiri.

Punggung yang sangat familiar menyapa dari kejauhan, membuat Jennie semakin tergesa–gesa menabraki bahu–bahu penghalang. Lalu.. "DI MANA SUAMIKU AYAH SEMBUNYIKAN?!"

Sepertinya Jennie memang berniat memecah kantor beserta nama sang Ayah di hadapan seluruh staff tanpa terkecuali dengan sederet pertanyaan mengejutkannya. 

Lorong yang dibatasi oleh kaca bening itu mendadak dihinggapi aura mencekam, terlihat kepala–kepala menyembul dari puluhan meja bersekat. 

Tak bisa untuk tak peduli, nyatanya Tuan Kim berhenti lalu berbalik. Beliau merasa ditampar oleh perlakuan sangat memalukan sang putri semata wayang. Mengulur waktu dalam hening, diikuti paras kusut yang semakin tak bersahabat. "Apa urusanku?" geramnya datar.

"Aku yakin seribu-persen, saat dia menginjakkan kaki di ruangan Ayah, dia tak memiliki luka yang lebih parah setelah beberapa jam kemudian diseret seperti bangkai oleh anak buah Ayah." Jennie mengambil jeda helaan. "Bukti CCTV terlalu jelas menyatakan ... bahwa Ayah sendiri yang membuat suamiku hampir mati."

"Bukan aku yang memintanya datang," sergah Tuan Kim dingin.

"Dia sudah hampir mati di Sisilia, dan sekarang ... Ayah menghajarnya lagi? Hentikanlah ... ku mohon...." Merasa balasan itu menembus relung, mata Jennie kian panas. "Kenapa Ayah harus ingkar? Padahal ... jika aku pulang dan menuruti kemauan Ayah kemarin, kita sudah berjanji bahwa Lee Taeyong tak akan dihajar di Sisilia," lantangnya. "Tapi, kenyataannya? APA, AYAH?!"

𝐃𝐞𝐚𝐫, 𝐅𝐮𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 | lty x kjn ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang