[31.0] s i l e n z i o

2.4K 362 228
                                    




「 I want to hate you but ... I can't. So I hate you even more. 」




"Kau di mana? Bisa tolong temani aku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau di mana? Bisa tolong temani aku?"

"Oh? Maaf ... aku tak bisa," terdengar hening sejenak dari seberang. "Aku sudah janji menemani suamimu hari ini."

Alis Jennie sontak bertaut. "Menemani?"

"Hm. Dia ingin mengurus Passport lalu membeli tiket pu—"

Ponsel itu diletakkan begitu saja di atas meja. Lesu, lantas merenung. 

Semua pergi, menjauh seperti angin bermusim—Ayahnya, Taeyong, Daniel, disusul dengan Nico yang berubah perangai setelah bertamu kemarin lusa. Semua itu membuat keganjilan dalam diri Jennie semakin memupuk, ditambah lagi dengan pasangan mak-comblang—Jisoo dan Yuta—yang ikut menarik jarak setelah tahu dirinya berhubungan dengan Daniel.

Pelik ia rasa.

Dulu, Jennie sangat menyukai kesunyian. Situasi di mana dirinya tak perlu berinteraksi, bersitatap, maupun harus mengeluarkan banyak energi tubuhnya untuk orang–orang yang suka membuatnya mendapati pusing pada kepala.

Tapi ... sekarang, ia mulai tak terbiasa. Keramaian yang sempat menjadi sangkar selama ia di Sisilia mulai ia rindukan. Tidak, lebih tepatnya ... sosok itu.

"Hey, airmu."

Jennie tergegau. Mendapati cangkir berisikan bubuk kopinya terlalu banyak ditumpahi air dingin, untung saja tangan itu berhasil mencegah. Dengan cekatan, sosok itu menggeser pelan tubuhnya agar mengelap sisa air yang merembesi lantai kayu.

'Hey'? Panggilan apa itu?

Sesak ia dapati, dan ini lebih menyiksa dari kehadiran Daniel semalam. Tak tahu mengapa. Pria berpakaian rapi itu hanya ia amati dalam diam, bibirnya terlalu angkuh untuk berujar. 

Sekalipun seberapa banyak Jennie menuaikan ribuan pisau beserta ucapan tajam, orang–orang semacam ini saja yang selalu Jennie temui. Selalu saja, tak pernah menyimpan dendam padanya.

Taeyong balas tertegun, gerakannya terhenti kala Jennie mematung. Bingung akan berbuat apa, kain lap itu ia gantungkan kembali. 

Mulai menarik simpulan bahwa sikapnya pada Jennie tak pantas kali ini, dan itu akan selalu ditujukan padanya. "Maaf ...," ujarnya kaku. Menarik langkah untuk kembali menggotong sepatu ke arah pintu, tanpa berbalik sedikit pun.

𝐃𝐞𝐚𝐫, 𝐅𝐮𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 | lty x kjn ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang