Seorang wanita paruh baya berjalan dengan langkah pelan menuju sebuah pintu berwarna coklat. Dengan hati-hati ia mengetuk pintu itu. Tidak lama pintu itu terbuka dan menampilkan seorang gadis yang sangat manis.
"Bunda! Kenapa malam-malam ke kamar Aga? Kalo Bunda ada perlu 'kan tinggal panggil Aga," cerocos gadis itu setelah melihat siapa tamu malamnya.
Wanita yang dipanggil Bunda itu tersenyum, "Kamu masih sibuk?" tanyanya.
Aga menggeleng, "Nggak kok, Bund, Aga sudah selesai!"
Gadis itu keluar kamar dan menutup pintunya agar Sang Bunda tidak mengetahui kebohongan yang ia buat. Melihat wajah kusut wanita di depannya, Aga tidak tega untuk berkata jujur bahwa sebenarnya ia masih sibuk dengan tugas sekolahnya.
"Bisa ikut bunda sebentar? Ada yang ingin bunda sampaikan sama kamu." Dian menatap Aga penuh harap.
Aga mengangguk kemudian mengikuti langkah Dian untuk duduk di ruang tengah. Mereka duduk berhadapan di tengah ruangan yang sudah sepi. Mungkin para penghuni sudah tidur melihat sepinya suasana rumah ini sekarang.
"Bunda Dian mau ngomong apa?" tanya Aga penasaran, "sepertinya ada hal yang sangat penting hingga Bunda menghampiri Aga ke kamar!"
Bunda menarik napas lalu menghembuskannya sebelum memulai berbicara, "Bunda ingin bicara sama kamu tentang rumah ini dan adik-adik kamu,"
Aga memandang Dian dengan kerutan di keningnya. Dian bisa membaca kebingungan di wajah Aga, kemudian ia melanjutkan ceritanya.
"Kamu tahu 'kan rumah ini bukan milik bunda, bunda hanya mengajak kalian tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana," Dian menarik nafas perlahan sebelum kembali melanjutkan, "pemilik rumah ini minggu depan akan menjual rumah ini. Jadi dengan terpaksa minggu depan kita semua harus pindah dari rumah ini."
Aga membulatkan matanya, "Jadi maksud Bunda, kita diusir gitu dari sini?"
"Bukan diusir Aga, kita harus mengembalikan rumah ini pada pemiliknya karena kita hanya mengontrak!"
"Lalu Bunda sudah punya rencana mau tinggal dimana setelah ini?"
Dian hanya menggeleng sebagai jawaban, "Bunda masih bingung, kontrak rumah sekarang mahal, Ga! Bunda besok akan berusaha mencari rumah yang layak untuk kita tapi mungkin hanya semampu bunda membayarnya. Dan kamu tahu sendiri bunda hanya menjual kue jadi uang bunda tidak seberapa."
Aga beralih duduk di sebelah Dian, "Bunda sabar ya! Aga janji pasti Aga akan berusaha membantu mencari rumah yang layak dengan uang yang Aga punya."
Aga menggenggam tangan Dian meyakinkannya. Dian menatap anak asuhnya dengan tatapan sedih.
"Maafkan bunda yang selalu merepotkan kamu!"
"Bunda jangan ngomong gitu, ini keluarga Aga jadi sudah tugas Aga untuk membantu!" Aga menampilkan senyum yang bisa menenangkan hati Dian.
Aga memeluk Dian dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya. Dian membalas pelukan Aga dan mengusap punggung Aga lembut.
"Ya sudah, ini sudah malam sebaiknya kamu kembali ke kamar dan melanjutkan tugasmu yang belum selesai!" kata Dian setelah mengurai pelukannya.
"Eh, Bunda kok tahu, sih?" Aga cekikikan karena ternyata ia gagal menyembunyikan tugasnya dari Dian.
"Bunda kenal kamu bukan setahun dua tahun tapi bertahun-tahun,"
Aga hanya tertawa kecil kemudian berdiri dan pamit pada Dian untuk kembali ke kamar.
Aga memasuki kamar dan kembali ke meja belajarnya bermaksud melanjutkan mengerjakan tugas, tapi fokusnya kini tidak bersahabat. Ia lebih memikirkan keadaan Dian serta adik-adiknya setelah minggu depan.
"Ck, kenapa disaat tugas sulit gini malah ada masalah di rumah, sih? Nggak bisa gantian aja datangnya, jangan bareng-bareng kayak demo gini dong!" Aga bergumam sendiri.
"Lagian ini X sembunyi di mana sih, dari tadi sudah dicari masih setia aja dipersembunyiannya nggak mau nongol gitu biar cepet selesai ini tugas," dumel Aga frustrasi dengan tugasnya.
Tiba-tiba ponsel Aga berdering saat Aga masih serius mencari si X yang hilang. Aga melirik ponselnya, melihat siapa yang menghubunginya malam-malam begini.
Aga langsung menggeser ikon hijau saat melihat nama Aletta di layar ponselnya.
"Assalamualaikum," sapanya.
"Waalaikumsalam, Ga! Untung lo belum tidur, gue mau tanya jawaban soal nomor 7 nih! Pusing gue dari tadi nggak bisa terus." cerocos Aletta dari seberang sana.
"Gue juga pusing nyari si X, pinter bener dah kalo sembunyi sampai nggak bisa gue temuin dari tadi!"
"Hahahaha... Lo kira petak umpet apa pake acara sembunyi segala? Error lo,"
"Gue nggak bisa mikir, Le, gue lagi ada masalah yang menyangkut bunda sama adik-adik gue." curhat Aga.
"Masalah apa Ga? Cerita aja siapa yau gue bisa bantu," balas Aletta.
"Ya udah lo kesini deh, tidur sini! Panas kuping gue kalau harus cerita lewat telepon kayak gini,"
"Gitu ya, oke deh gue otw ke sana! Bye Aga assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam."
Aga meletakkan ponselnya dan kembali pada buku di hadapannya. Masih berusaha mencari keberadaan si X.
Setelah beberapa lama, Aga mendengar suara ketukan pintu. Aga berdiri dan melangkah untuk membuka pintu. Saat pintu terbuka, terlihat Aletta bersama Sima.
"Kak Sima," sapa Aga.
"Cuma mau nganter Ale, ya sudah kakak kembali ya," kata Sima.
"Harusnya tadi Kak Sima nggak perlu nganter, toh Ale sudah biasa di rumah ini," ujar Aga yang langsung mendapat jitakan dari Ale.
"Nggak sopan banget lo sama tamu,"
"Siapa tamu?"
"Gue lah,"
Aga memutar bola matanya jengah, "Ya sudah, terima kasih ya, kak Sima, sudah mau repot mengantar tamu Aga! Selamat malam, kak." Aga beralih pada Sima.
Ale ikut mengucapkan terima kasih dan mulai ikut melangkah masuk ke dalam kamar Aga.
Ale langsung duduk di atas kasur Aga dan menatap Aga intens, "Jadi lo mau cerita dari mana dulu nih?"
Aga menghampiri Ale dan duduk di sebelahnya. Setelah itu Aga mulai menceritakan semuanya tanpa menambah atau pun mengurangi cerita sebenarnya.
Ale memperhatikan setiap perkataan Aga dengan saksama sambil sesekali menjawab dan bertanya untuk menanggapi.
Tak terasa malam semakin larut saat mereka selesai bercerita dan berhasil menyelesaikan tugasnya. Mata Aga maupun Ale sudah dihinggapi rasa kantuk, akhirnya mereka memutuskan untuk tidur.
Waaaahhh akhirnya bisa ngetik part 2
Cerita ini ikut ws squad challange yang harus up tiap hari
Jadi mohon doanya semoga idenya lancar
😊😊Thank's and happy reading
Votmen gratis kok:-*
KAMU SEDANG MEMBACA
Agatha
Teen FictionJika kehadiranmu sebagai penyembuh dari lukaku, maka kemarilah aku akan memelukmu erat dengan semua cinta yang ku punya! - Nathaniel Gio Alfaro Aku pahit seperti obat, tapi aku bisa menyembuhkan lukamu jika kamu menerima kehadiranku. - Agatha Valerr...