"Kamu beneran mau bawa Aga pergi?" tanya Ale pada pemuda di depannya.
Pemuda itu hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara. Dian, Sima, dan anak rumah asuh hanya bisa menangis sedih. Mereka sudah tidak bisa lagi menghalangi pemuda itu membawa Aga.
"Valle koma. Rumah sakit di sini tidak ada alat untuk meneruskan merawat Valle. Mau tidak mau Valle harus kubawa kembali. Di sana ada mama yang juga dokter, insyaAllah mama akan membantu penyembuhan Valle." Penuturan pemuda itu didengar semua yang berada di sana.
Ambulan mulai melaju meninggalkan rumah sakit dengan Aga dan pemuda itu di dalamnya. Ale menangis menatap kepergian ambulan itu. Begitu pula Dian dan anak asuhnya.
"Bunda, sekarang kalian akan kemana?" tanya Ale saat ambulan sudah tidak tampak mata.
"Kami pindah, Le. Tadi Lion sudah mengatakan bahwa rumah kami saat ini adalah rumah yang ditinggali Cia bersama ibunya. Rumah itu cukup besar dan hanya ditinggali Cia bersama ibunya. Kami disuruh tinggal di sana agar Cia tidak merasa kesepian."
Sejak kecelakaan Aga seminggu yang lalu, Dian langsung mengembalikan rumah itu pada keluarga Alfa. Mereka merasa tidak lagi pantas tinggal di sana karena Aga sudah tidak lagi bersamanya.
Ale mengangguk mengerti. Ia pun memutuskan untuk membantu dan mengantar mereka ke rumah baru mereka. Ia bingung harus bagaimana lagi. Ia sudah kehilangan sahabat dan ia tidak ingin kehilangan keluarga keduanya.
***
Ale berjalan seorang diri saat pulang sekolah. Sudah lama ia menikmati kesendirian tanpa Aga. Beberapa kali ia menghubungi Lion untuk menanyakan keadaan Aga, tapi jawaban yang sama selalu ia dapatkan. Aga tidak ada harapan, tapi kami masih terus berusaha.
Hingga suatu hari setelah sebulan tidak ada kabar, tiba-tiba Ale menerima pesan singkat yang mengabarkan bahwa Aga tidak dapat diselamatkan. Kecelakaan yang dialami Aga sangat parah. Ale sedih. Sangat sedih, tapi ia tidak bisa berbuat apa -apa.
Hari ini Ale janji bertemu Yogi, sepupu Aga. Ale sudah sampai di tempat yang dituju. Ia langsung menghampiri Yogi yang sudah menunggunya.
"Maaf telat," sapa Ale. Ia langsung duduk di sebelah Yogi.
"Nggak pa-pa kok, Le," balas Yogi.
Ale hanya diam dan menunduk. Yogi yang paham situasi ini, mengusap pundak Ale perlahan. Ale mulai nyaman dan menyandarkan kepalanya di pundak Yogi.
"Masih mikirin Valle?" tanya Yogi pelan.
Ale hanya mengangguk. Perlahan air mata mulai membasahi pipinya. Setiap kali ia mengingat Aga, hanya air mata yang menjawabnya.
Yogi masih mengusap rambut Ale untuk menenangkannya, dan Ale masih nyaman menangis di dada bidang Yogi.
"Ikhlaskan dia pergi, Le." Suara lembut itu terasa menusuk.
Ale menarik napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Ia mencoba menenangkan hatinya yang selalu saja sedih saat berada bersama mereka yang dekat dengan Aga.
"Kamu ada keperluan apa sampai datang ke sini, Yog?" tanya Ale setelah merasa lebih tenang.
"Gue balik ke kota ini, Le. Gue mau minta bantuan lo buat cari sekolah baru," jelas Yogi.
"Eh, kok mendadak?"
"Iya, sebenarnya nggak mendadak juga. Gue udah di sini dari seminggu yang lalu."
"Kok baru hubungi gue?"
"Gue takut lo masih sedih setelah mendengar kabar tentang Aga."
Ale mengangguk dan mengalihkan pandangannya. Yogi benar, dirinya memang masih belum bisa terima dengan kabar tentang Aga.
Dari arah jalan raya, tiba-tiba ada mobil yang menepi. Keluarlah 2 cowok dari dalam mobil itu dan berjalan menghampiri Yogi dan Ale.
"Alex!" seru Rio.
Yogi menoleh diikuti Ale. Mereka berdiri bersamaan, setelah posisi Rio dan Alfa semakin dekat.
"Le, lo kenapa bisa sama pengkhianat ini?" tanya Rio penuh selidik.
"Lebih baik gue sama dia daripada sama kalian yang nggak pernah bisa melihat ketulusan." sindir Ale.
"Maksud lo apa?" Alfa maju mendekati Ale, tapi Rio dengan sigap menahannya.
Yogi maju, ia tidak ingin sahabatnya salah paham lagi. Kini semua harus jelas.
"Al, Ale ini sahabat sepupu gue. Jadi dia udah kenal gue lama. Dan, Yo, maaf kalo bikin lo nggak suka,"
Alfa menatap Yogi dengan pandangan bertanya.
"Siapa yang lo bilang sepupu?" pertanyaan itu keluar dari mulut Rio.
"Yogi sepupunya Aga," sahut Ale.
"Yogi?" celetuk Alfa.
"Iya, gue sepupu Valle," balas Yogi.
"Lo?" Rio menunjuk wajah Yogi.
"Rio!?" bentak Ale.
Yogi menahan Ale yang ingin maju menghadapi Rio dan Alfa.
"Nama gue Alex Prayogi. Keluarga gue manggil gue Yogi, karena itu Ale kenal gue dengan nama Yogi," jelas Yogi. "kalo Aga namanya Agatha Vallery, di keluarga lebih dikenal dengan panggilan Valle."
Rio dan juga Alfa baru bisa sedikit memahami situasi ini.
"Bagaimana keadaan Aga, Lex?" tanya Alfa lirih. Terdengar nada sedih di ucapannya.
"Ngapain lo tanyain dia? Lo yang udah bikin dia kayak gini, lo yang...." Ale mengusap air mata yang membanjiri pipinya karena emosi.
Yogi menarik Ale dalam pelukannya, mengusap lembut rambut Ale agar bisa lebih tenang. Rio yang melihat itu seperti terbakar. Ia memilih mengalihkan pandangannya.
"Aga sudah pergi, Al," ucap Yogi.
Alfa membulatkan matanya, begitu pula Rio yang langsung menoleh.
"Lo nggak usah bercanda, ini nggak lucu tau!" Alfa menarik baju Yogi.
"Alfa, yang dibilang Yogi itu bener. Aga udah pergi!" teriak Ale.
Seketika Alfa lemas. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Kenyataan ini tidak hanya mengagetkannya, tapi juga menumbuhkan rasa sesal yang teramat dalam.
"Aga...."
***
Alhamdulillah akhirnya bisa up again 🙏
Setelah sekian lama vacum karena kesibukan, akhirnya 😅
Maaf jika kalian menunggu terlalu lama (kepedean tingkat dewa 😆)Guys, jangan lupa tinggalkan jejak kalian di sini 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Agatha
Teen FictionJika kehadiranmu sebagai penyembuh dari lukaku, maka kemarilah aku akan memelukmu erat dengan semua cinta yang ku punya! - Nathaniel Gio Alfaro Aku pahit seperti obat, tapi aku bisa menyembuhkan lukamu jika kamu menerima kehadiranku. - Agatha Valerr...