Setelah pulang sekolah, Alfa menemani oma dan mamanya pergi. Mereka berencana pergi ke pusat belanja. Sebenarnya Alfa malas, tapi karena ia sudah berjanji akan berubah dan tidak mengecewakan mamanya lagi, akhirnya ia mau diajak jalan.
Sampai di tempat, Alfa meminta ijin untuk menunggu mereka di cafe yang berada di depan mall. Thalita setuju dan Amanda mengangguk.
Setelah kurang lebih satu jam lamanya Alfa menunggu, akhirnya yang ditunggu keluar juga. Mereka berjalan dengan membawa beberapa paper bag yang berisi barang belanjaan mereka.
Alfa bangkit dari duduknya dan mulai berjalan menghampiri dua wanita kesayangannya. Dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Tidak lama berselang, tiba-tiba terdengar suara tabrakan,
Brukk...
Belum sampai Alfa di dekat mamanya, ia sudah mendengar suara teriakan sang mama bersamaan dengan suara tabrakan itu.
Tanpa pikir panjang, Alfa langsung berlari mendekati mama dan juga omanya.
"Mama!" panggil Alfa khawatir, "Mama sama Oma nggak pa-pa 'kan?"
"Iya Al, kami nggak pa-pa," jawab Amanda.
"Agatha!" teriak Thalita panik saat melihat tubuh Aga terbaring di atas tanah dengan luka di beberapa bagian tubuhnya.
Alfa menoleh mengikuti arah pandang omanya. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat tubuh seorang gadis yang ucapannya sempat memenuhi pikirannya akhir-akhir ini.
Thalita dan Amanda berlari menghampiri Aga diikuti Alfa di belakangnya. Dengan segera mereka membawa tubuh Aga yang pingsan masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit.
Sampai di rumah sakit, Aga langsung mendapat penanganan dokter.
Alfa bersama oma dan mamanya dengan sabar menunggu di depan ruangan dokter. Setelah menunggu beberapa lama, seorang dokter keluar diikuti seorang suster di belakangnya.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Thalita.
"Lukanya ringan, dia sekarang sudah sadar di dalam! Kalian boleh melihatnya,"
Setelah itu dokter pergi bersama susternya meninggalkan mereka bertiga.
Sepeninggal dokter, ketiganya langsung memasuki ruangan. Di dalam terlihat Aga yang sudah sadar dan sedang duduk sambil memainkan ponselnya.
"Eh, Tante, Oma!" sapa Aga saat menyadari kehadiran mereka.
Thalita mendekat dan duduk di samping kiri Aga bersama Amanda, sedangkan Alfa berdiri di samping kanan Aga.
"Tante sama Oma nggak pa-pa 'kan?" tanya Aga. "Tadi tuh ya mobil rada emang, lari kenceng bener."
Thalita dan Amanda tersenyum melihat Aga.
"Harusnya kami yang tanya keadaan kamu," Thalita mengusap lembut kepala Aga, "kamu tadi sudah menyelamatkan oma! Terima kasih ya."
"Nggak kok, Oma, tadi Aga cuma kebelutan aja!"
Aga melirik Alfa yang hanya diam di samping kanannya lalu kembali menatap Thalita dan Amanda. Belum sempat Aga membuka suara untuk bertanya, Thalita mendahuluinya.
"Dia Alfa, cucu oma! Anak tunggal tante Manda."
Aga mengangguk mengerti.
"Padahal udah lama ngerti, udah pernah ketemu juga! Oke, mari kita mulai sandiwara obat ini dari sekarang!" batin Aga.
"Kok Oma sama Mama bisa kenal dia?" tanya Alfa penasaran.
Bukan Thalita atau Amanda yang menjawab melainkan Aga yang mewakilinya.
"Oma sama nyokap lo pernah nolong salah satu adek gue, makanya kita bisa saling kenal! Kenapa, lo keberatan gue kenal mereka?" sinis Aga.
Alfa menghembuskan nafas panjang, "Terserah lo,"
Setelah itu Alfa hendak berjalan keluar ruangan sebelum akhirnya berhenti karena suara mamanya.
"Kamu mau kemana, Al?"
Alfa menoleh melihat mamanya, "Pulang, Ma! Mau ngapain lagi di sini, kan dia juga udah sadar, kata dokter juga dia nggak pa-pa cuma luka ringan doang."
"Al, kita harus mengantar Aga dulu!" ucap Thalita, "kamu tega meninggalkan Aga di sini? Kasihan Aga kan, Al!"
Alfa berdecak kesal, "Ya sudah kita anter dia pulang,"
Thalita dan Amanda tersenyum. Kemudian mereka membantu Aga untuk berdiri dan berjalan.
"Aga bisa sendiri kok, Oma!"
Meski ragu, Thalita melepaskan pegangan tangannya pada lengan Aga. Awalnya Aga kuat dan bisa berjalan, tapi setelah beberapa langkah Aga mulai oleng. Tanpa aba-aba, Aga hampir terjatuh jika tidak ada tangan seseorang yang dengan sigap menangkapnya.
Detik itu juga seketika waktu seakan berhenti berputar. Bola mata hitam dan coklat yang bertubrukan membuat sang pemilik terdiam menyelami lebih dalam pikiran masing-masing.
"Matanya sangat indah dan bisa membuatku terpesona hingga aku larut dan tenggelam di dalamnya!" batin Alfa.
"Ya Tuhan, matanya sangat menenangkan mengingatkanku padanya!" batin Aga.
Thalita dan Amanda hanya tersenyum melihat keduanya. Setelah beberapa detik mereka tenggelam dalam lamunan masing-masing, Aga yang lebih dulu sadar dan melepaskan pelukan nyaman Alfa.
"Makasih, Al!" ucap Aga menundukkan kepalanya karena masih merasa malu.
Alfa tidak menjawab, wajahnya pun kembali datar sulit diartikan.
"Ya sudah ayo kita pulang, biar nanti nggak kemaleman!" ajak Thalita yang diangguki yang lainnya.
Aga mencoba kembali berjalan sendiri, yang ia dapat adalah kembali berakhir dalam pelukan Alfa.
"Nggak usah sok kuat! Nggak cocok sama muka judesnya lo,"
Aga melongo kaget mendengar kalimat pedas yang diucapkan Alfa.
"Maksud lo apaan ngomong gitu ke gue?" protes Aga.
Bukannya menjawab, Alfa malah langsung menggendong Aga ala bridal style.
Aga yang terkejut langsung melingkarkan tangannya pada leher Alfa.
"Lo tuh ngapain sih gendong gue segala? Gue bisa jalan sendiri, turunin gue!" Aga memberontak dalam dekapan Alfa.
Thalita dan Amanda sempat kaget saat Alfa tiba-tiba menggendong Aga, tapi tak berapa lama kemudian bibir mereka mulai tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman bahagia.
"Alhamdulillah, Alfa sedikit ada perubahan sejak bertemu Aga! Semoga Alfa bisa bangkit lagi setelah ini."
"Semoga, Ma!"
Mereka mengikuti Alfa dan Aga sampai ke mobilnya. Setelah itu mereka mengantar Aga pulang.
Entah takdir apa yang akan mereka jalani, biarkan alur ini membawa kisah mereka!
KAMU SEDANG MEMBACA
Agatha
Teen FictionJika kehadiranmu sebagai penyembuh dari lukaku, maka kemarilah aku akan memelukmu erat dengan semua cinta yang ku punya! - Nathaniel Gio Alfaro Aku pahit seperti obat, tapi aku bisa menyembuhkan lukamu jika kamu menerima kehadiranku. - Agatha Valerr...