Amarah 1

3 1 0
                                    

'Bunga yang berada di balik bukit akan tercium wanginya, kala angin meniupkan serbuk sari untuk perkembang biakanya'

🌱JTPH 🍁

Ku lihat sepertinya Adrian tengah menggoda Ade, dasar Playboy cap marmut itu belum insyaf juga.

"Pak ini makanannya" Mang Sanip menyerahkan pesananku. Bakmie dan mie bakso geledek milik Adrian.
Saat aku menghampiri Adefita dan Adrian, ku lihat Ade tengah terbatuk-batuk. Sontak aku menghampiri mereka, aku khawatir jika terjadi sesuatu pada Ade.

"Eh Dri ente ngapain anak ini sampe batuk-batuk segala" Kataku saat menghampiri keduanya. Aku berniat mengusap punggung Ade, tapi hal itu aku urungkan. Kala teringat Perkataan Adrian, Abah Ma'il, dan Ade kemarin. Bahwa kami ini orang asing yang tak terjalin ikatan halal.

Ade mendongak, sepertinya ia membutuhkan lap, ku putuskan untuk memberikannya tisu. Ade pun mengambil tisu itu.
"Ane gak apa apain ni anak, dia cuma keselek pas ane bilang kalo ente itu ustadz" Ucap Adrian mencoba menjelaskan permasalahan yang terjadi.

Gawat Adrian mengungkap semuanya.
"Emangnya Raka gak bilang kalo dia ustadz, jangan bilang kalo kamu juga gak tau kalo dia bos utama di perusahaan Rafiq group"

"Apa----" Pekik Ade.

Tamatlah sudah semuanya, segala yang tak pernah ku ceritakan pada Ade pasti akan terbongkar oleh mulut lemes Adrian ini.

"Seriusan ka, Adefita gak tau kalo ente big bos di kantor ini bahkan ente kan punya perusahaan lain yang lebih besar di Jakarta. Apa ente juga gak ngasih tau dia tentang hal ini" Cerocos Adrian.

Celotehan Adrian ini memang seperti kepulan asap yang mengalun" Cukup Dri"

"Kenapa cukup bang aku belum mengetahuinya lebih jauh" Reaksi Ade, yang menatap ku penuh dengan tanya.

"Ha.ha. sekarang aku tau kenapa bang Raka kaya maksa aku buat prakerin di kantor ini, dan jangan bilang kalo bang Raka juga yang kasih rekomendasi perusahaan ini ke kak Amzar" Tawa sumbang Ade yang menohok ini berhasil membuat ku merasa bersalah tak ku pungkiri ini memang ulah ku meminta kak Amzar untuk tak menceritakan hal ini pada Ade dan orang tuanya. Hanya Tian dan Kak Amzar anggota keluarga Ade yang tau pekerjaan ku.

Aku menatap Ade penuh maaf dan penyesalan. "Bukan maksud saya menutupi semua ini dari kamu. Saya hanya tidak ingin jika kamu mengetahuinya kamu akan menjauhi saya"

"Cukup Bang, berapa banyak kebaikan yang akan bang Raka berikan padaku lagi. Tolong jangan buat aku terlena dengan semua kebaikan yang bang Raka berikan. Aku tak mau merasakan sakit hati dari orang yang paling aku sayangi" Aku bisa melihat genangan sungai kecil di balik mata pandanya itu.

"Ka, sorry ane ikut campur dalam hal ini. Ane pikir Ade sama kaya perempuan lain. Ternyata dia pasti sangat istimewa buat ente. Sekarang ane sadar kenapa ente bisa buka hati ente buat dia" Adrian berlalu sembari menepuk pundak ku. Kini hanya kami yang ada di meja ini. Hanya suasana hening yang tersisa, gadis jutek itu tak berceloteh apapun. Dia bergeming dengan angannya sendiri apa yang tengah ia pikirkan saat ini. Apakah  ia menganggap ku sebagai pembohong.

"Maaf. Saya tidak bermaksud menutupi hal ini dari kamu" Ucap ku, membuka suara.

"Awalnya saya pikir, hanya dengan bertanggung jawab atas kecelakaan itu sudah menyelesaikan urusan diantara kita. Tapi keluarga kamu memberikan saya banyak cinta yang selama ini tak pernah saya dapatkan. Keluarga kamu memang sederhana, jika kalian mengetahui kalo saya---" aku tak mengucapkan kata itu. Status ku sebagai seorang Direktur perusahaan dan orang kaya.

"Saya hanya tidak mau kalian minder dengan kehadiran saya ditengah keluarga kalian. Menjadi bagian dari keluarga besar yang penuh dengan kesederhanaan menjadi kebahagiaan yang sesungguhnya bagi saya" Ku coba menjelaskan alasan di balik diriku yang tak pernah menceritakan tentang profesi ku sebagai pemilik perusahaan besar. Selama ini keluarga Ade hanya mengira jika aku pegawai kantor biasa. Kak Amzar dan Tian mengetahui hal ini karena mereka sempat bertanya tentang pekerjaan ku sebagai staf kantor. Barulah saat itu aku menjelaskan pada mereka. Aku tau jika kak Amzar dan Tian adalah orang yang berpendidikan tentunya aku tak bisa berbohong pada mereka.

"Maaf pak! Sepertinya jam makan siang sudah habis, saya permisi dulu" Ade membuka suara, tapi ternyata dia malah pergi meninggalkan ku.

Maaf De, maafkan aku yang telah membuat mu kecewa.

#######

Defita meninggalkan kantin itu dengan perasaan yang kecewa. Hah bodoh, Defita merasa terbodohi dengan tindakan Raka yang menyembunyikan statusnya sebagai seorang big bos. Ya Raka memang terlalu sempurna bagi Defita. Seorang bos utama menyandang gelar ustadz, mapan dan tampan. Siapa Defita yang selama ini berani menganggapnya sebagai kakak rempong. Defita memang gadis bodoh. "Astaghfirullah Bang, kenapa bang Raka lakuin semua ini" Rutuk Defita dalam hatinya.

"Nah itu tuh, anak magang yang udah kecentilan sama bos utama"

"Oh, Abah jutek itu. Kok bisa bos utama kecantol sama perempuan itu. Dia kan gak cantik. Mana wajahnya kucel banget lagi!"

"Hahaha iya, cantikan aku kemana-mana, apalagi kalo jalan bareng sama pak bos utama"

"Kalo sama bos utama terlalu ketinggian mimpi Lo, mendingan gaet manajernya dulu baru ke level atas"

Selama Defita berjalan menuju ruangan Arsiparis, dirinya banyak mendengar desas-desus dari para karyawan yang tengah bersiap untuk kembali bekerja. Banyak dari mereka yang bergosip ria tentang dirinya. Level Defita dan Raka memang jauh berbeda seperti langit dan bumi kah? Tidak ? Mereka seperti matahari dan percikan api. Sama-sama manusia bedanya Raka yang memiliki kharisma bagai cahaya matahari bersinar terang benderang hingga semua orang mengetahuinya lain halnya dengan Defita yang bagai percikan api sekali tiup musnah sudah cahaya itu.
.
.
.
Adefita kembali menjalani hari-harinya di kantor Raka, sebagai anak magang tentunya. Sama seperti di sekolah di kantor ini pun Defita lebih menutup diri. Semenjak ia tau jika Raka bos utama perusahaan ini, ia mencoba menjauhi seluk-beluk tentang Raka. Setelah satu bulan dia magang ia tak pernah mau menginjakkan kakinya di lantai tujuh itu lagi.
Tentang Naufal, di kantor ini sikapnya sedikit berbeda pada Defita, Naufal tak pernah mengejar-ngejar Defita. Meski terkadang Naufal menawarkan diri untuk mengajaknya pulang tapi ia tak memaksa Defita. Bisa Naufal hanya sekedar basa-basi menawarkan Defita pulang. Naufal tak pernah mengganggu Defita selama bekerja. Entahlah, karena sikap Defita yang cuek ia pun tak pernah menyadari perubahan sikap Naufal.

"Defita!!!" Seru Naufal diambang pintu.

"Ya ada apa Fal" Defita mendongak dibalik aktivitasnya mengerjakan laporan.

"Pak Adrian manggil kamu"
"Ya aku akan segera ke sana" Balas Defita. Naufal dan Defita memang di pekerjakan di bagian yang sama, namun tugas keduanya berbeda. Defita berkerja di bagian internal dan Naufal di bagian eksternalnya. Defita mengetuk pintu ruangan Adrian yang letaknya tak jauh dari ruangan tempat ia bekerja.

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam, masuk" Titah Adrian. Defita pun menekan knop pintu dan memasuki ruangan ini.

"Bapak manggil saya" Ucap Defita diambang pintu.

"Iya Defita, kemarilah saya mau bicara sama kamu" Defita pun menuruti perintah Adrian, saat ini ia tengah duduk, dirinya tengah menerka-nerka apa sebenarnya yang Adrian ingin bicarakan.

"Bapak mau membicarakan masalah apa?"

"Saya mau membicarakan soal Raka" Ungkapnya, Meski permasalahan pribadi dilarang di sangkut pautkan dengan pekerjaan, Adrian tetap harus mengambil langkah ini. Mungkin setelah ini ia akan mendapat dampratan dari Raka, ia tak memperdulikannya demi sahabatnya ia harus melakukan ini.

Assalamu'alaikum reader's
Gimana ceritanya menghibur Alhamdulillah sebentar lagi cerita ini akan berakhir. Tenang saja judulnya kan JTPH janji tak pernah hilang. So jangan hilangkan cerita ini di perusahaan kalian ya....

Terimakasih 📕📔

{JTPH 1} Janji Tak Pernah HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang