Tamparan

7 1 0
                                    

'Sakitnya penghianatan memang sulit mencari obatnya! Apalagi jika penghianatan itu datang dari orang yang kita sayangi'

🌱 JTPH 🍁

Aku berlari sekuat tenaga, mengerahkan semua energi yang masih tersisa dalam diriku. Ku tengok sejenak ke belakang ternyata tak ada siapapun, kemana Naufal? Apa mungkin dia ambil jalan lain?
Sudahlah ayo Defita berlarilah tapi jangan lari dari kenyataan...

Prittttdd...

Pak Faisal meniupkan peluitnya saat aku telah mencapai garis finis.
Alhamdulillah, kurebahkan badanku di depan tiang bendera. Lelah sekali berlari, keringat sudah membasahi seluruh tubuhku.

"Ta capek banget aku, pak Faisal kok nyuruh kita lari jauh banget sih" keluh Fera, saat ia baru saja sampai.
"Mau kemana Ta" Kata Fera saat aku ingin beranjak meninggalkan ku.

"Ke kelas ambil minum, kamu mau ikut" Tawarku.
Fera lantas mengekoriku menuju kelas, lelahnya aku harus melewati tangga untuk sampai ke kelas. Sedari tadi aku melihat area sekitar, mengapa Naufal belum terlihat batang hidungnya ya.

"Cari siapa sih?" Tanya Fera, dia mungkin menyadari jika aku tengah menanti kedatangan seseorang.

"Fe tadi, pas kamu lari bareng Naufal gak" Kata ku dengan ragu, padanya. Takutnya Fera malah mikirin hal yang lain lagi.

"Hmmnnt pantesan kamu celingukan gak jelas, cari si do'i to?"
Tuh kan bener Fera jalan pemikirannya pasti ke sana.

"Bukanya tadi dia larinya bareng kamu ya?"

"Iya sih, tadi tuh aku ngajakin dia balapan pas nyampe finis dianya malah gak ada. Apa mungkin dia pulang duluan ya?" Tebak ku.

"Tapi tasnya masih disini sih Ta" Kata Fera sambil menunjuk tas milik Naufal.

"Ta aku pulang duluan ya udah capek banget nih" Ucap Fera seraya mengambil tasnya.

"Pulang aja  gih, pulang bareng juga percuma kita kan beda arah, beda rumah lagi" Candaku padanya, ya beginilah aku saat bercanda pun kata-kata yang keluar terkadang memang fakta.

"Ya udah aku duluan ya, Assalamu'alaikum" Fera pun meninggalkan ku. Sementara aku masih setia menunggu seseorang yang sejak tadi ingin ku temui.
Satu persatu temanku datang ke kelas untuk mengambil tas mereka.
"Ta, aku pulang duluan ya" Ucap Marwa, orang terakhir yang mengucapkan kalimat yang sama padaku. Aku hanya membalasnya dengan bermusafahah.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 13.30, ini sudah terlalu siang untukku pulang. Hampir setengah jam aku menunggu Naufal. Beberapa kali aku mengirimkannya pesan, tapi tak satupun ada yang dia baca. Kemana dia? Kelas sudah sepi tidak bukan hanya kelas ini saja yang sepi tapi sekolahan juga sudah semakin sepi. Di kelas hanya menyisakan diriku dan tas milik Naufal dan Alisha.

"Tunggu deh, kok dari tadi aku juga gak liat Alisha ya--"

"Tasnya juga masih disini?"

Brakkk....

Pintu kelas terbuka dengan kerasnya, membuatku tersentak kaget ditengah kebingunganku tentang Alisha.

"Ikut gue sekarang!!!!" Sekonyong-konyong, orang itu menarikku dengan kasar.

"Lepasin aku Sha, kamu kok tarik-tarik aku sih" Aku mencoba memberontak, untuk melepaskan cengkraman tangannya.

Bheughk

Dia mendorong ku begitu kuat, hingga membuat tubuhku terhempas ke dinding di belakang kelas ini. Aku sedikit meringis saat bahuku kembali terbentur, bagaimana tidak luka bekas operasi ini masih saja terasa ngilu, aku sering kali menutupi rasa sakitnya dikala rasa sakit itu kambuh.

"Sha kamu kenapa?" Ucap ku padanya sambil sedikit menahan nyeri.

"Eh Lo CEWEK MUNAFIK jangan pernah Lo deketin Naufal lagi"

Bagai petir disiang bolong, Alisha teman terbaikku telah berkata kasar padaku, dan yang paling membuatku terluka mengapa Alisha mengatakan kalau aku  cewek munafik. Ini semua pasti mimpi.

"Alisha--kamu.." Aku rasa kalau orang yang berada di hadapanku ini bukan Alisha. Tidak, apa dia sedang kesurupan, Alisha tidak seperti ini dia perempuan baik, lemah lembut dan dikagumi semua orang.

"Jangan sok lugu lagi Lo di depan gue Ta-- gara-gara Lo penyakit Naufal kambuh" Ucap Alisha menggebu-gebu. Matanya yang teduh kini beralih menjadi seperti mata elang yang siap menerkam mangsanya.

"Apa maksud kamu Sha aku gak ngerti--"

"Lo jauhin Naufal, jangan ganggu kehidupan dia lagi" potong Alisha.

Aku menggelengkan kepala, dengan sikapnya. Aku benar-benar tak mengerti dengan semua ini.

"Sha buat apa aku jauhin Naufal dia itu teman aku" Ini adalah prinsip ku, untuk apa aku menuruti kemauannya jika dia tak memberi alasan yang pasti untuk semua ini.

Plakkk.....

Panas, perih dan kecewa.....
Perasaan itu berkecamuk menjadi satu.

Suasana balkon kelas yang sepi ini menjadi menegangkan kala tamparan keras itu mendarat mulus di pipiku. Sebuah tangan mulus menamparku bagai belati. Pipiku mungkin merah karena tamparannya tapi hatiku yang terluka karena rasa kecewa yang Alisha berikan padaku.

Tes....

Air mata itu tak bisa di bendung lagi, sungai kecil di balik mataku mungkin telah tergenangi oleh rasa sakit karena sebuah penghianatan.

"Jangan sok alim Lo Defita, dengan Lo nangis kaya gini gak membuat gue simpati sama Lo. Cewek munafik kayak Lo cuma manfaatin belas kasihan orang lain dan gue bukan cewek bodoh yang Lo tipu pake air mata palsu Lo itu"

"Cukup Sha, aku bukan cewek munafik yang kamu tuduhkan--
Aku gak tau apa masalah mu yang membuat aku harus jauhin Naufal. Yang jelas aku gak nyangka kalo kamu bisa bersikap sejahat ini Sha" Kini giliranku yang membuka suara.

Alisha dia adalah teman terbaikku, dia yang pertama kali menyambutku kala aku kembali masuk sekolah, dia juga yang selalu ada di saat aku membutuhkan bantuannya dan sekarang dia juga orang yang pertama kali menamparku. Aku mungkin memang anak mandiri tapi aku juga memiliki sisi kemanjaan dibalik statusku sebagai anak bungsu di keluarga. Pantang bagiku mendapatkan bentakan dari orang orang yang ada di sekitarku. Orang tuaku sama sekali tak pernah berlaku kasar padaku jangan kan untuk memukul, di bentak pun aku tak pernah. Siapa Alisha yang berani menamparku.

"Untuk yang terakhir kalinya, jauhin Naufal atau Lo bakal tau akibatnya" Ancam Alisha.

Haruskah aku menenggelamkan wajahku karena ketakutan. Tidak aku bukan gadis lemah. Rasa sakit itu memang tengah menghujami hatiku, tapi tidak untuk ragaku.

"Aku benci kamu Alisha"

Jeng jeng jeng jeng....
Ada yang tau gimana kelanjutannya. Yang udah baca part ini sebelumnya pasti sudah tau..
..
Tapi ini kan versi baru jelas kelanjutannya juga berbeda.

Terimakasih 📔

{JTPH 1} Janji Tak Pernah HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang