6. Gedung Rumah Sakit🌟

8.4K 890 45
                                    

Bab.6
Gedung Rumah Sakit

Zia menggeliat perlahan, kemudian dia mengerjap untuk menyesuaikan pandangannya yang belum jelas. Tiba-tiba dia teringat belum memasak untuk makan malam majikannya yang penjual organ itu. Entah apa pekerjaan lelaki itu, namun Zia yakin pasti tidak jauh dari kata kriminalitas. Kalau tidak mafia seperti yang di film-film, mungkin germo atau sindikat penjualan organ tubuh manusia.

Hiii!!

Zia menjadi merinding memikirkan pekerjaan majikannya yang tampan dan sangar itu. Belum lagi ternyata dia dikurung di rumah atau apartemen ini. Tapi mengingat mereka ada di lantai yang tinggi entah lantai yang keberapa, Zia yakin jika mereka ada di sebuah gedung apartemen.

Ergghh..

Zia mengerang merasakan beban berat yang menahannya untuk bangun. Dia harus cepat kalau tidak ingin terlambat memasak. Setelah dia dengan susah payah duduk, dia melihat sebuah lengan kekar yang membelit tubuhnya dan sulit dilepas.

Huh?! Lengan siapa?

Zia memutar kepalanya dan mendapatkan pemandangan mengejutkan, majikannya tertidur di kamarnya ... oh tidak!!! Dia yang tidur di dalam kamar entah siapa, satu ranjang dengan majikannya.

Glek!

Menelan ludah gugup, Zia pelan-pelan menyingkirkan lengan itu dan bergerak perlahan.

"Masih pagi, Zia. Kamu mau kemana?"

"Eh ...." Zia menoleh dan mendapati wajah bantal majikannya yang terlihat menggoda. "Maaf, Tuan. Saya mau masak makan malam. Saya ketiduran tadi."

"Kamu nggak salah? Mungkin masak sarapan maksud kamu?" tanya Vaga geli.

Zia melotot dan mengamati sekitar, dan pandangannya jatuh pada jam digital di atas nakas.

02.41 WIB

Astaga!! Pantas saja terbangun dengan perutnya keroncongan. Ternyata dia melewatkan makan siang dan makan malam. Untung dia sedang menstruasi, kalau tidak mungkin dia ketakutan karena meninggalkan dua waktu Sholat.

"Ee ... iya itu, maksud saya."

"Sudahlah ... tidur lagi, Zia. Ini masih gelap."

"Tapi, Tuan. E ... saya lapar."

Vaga mengernyit. Dia baru ingat jika wanita ini tertidur sejak kemarin sore. Dengan perasaan tidak rela, Vaga melepaskan lilitan lengannya di guling barunya itu. Ah ... Dia sekarang kedinginan.

"Cepat. Aku beri kamu waktu dua puluh menit untuk makan setelah itu kembali kesini." Vaga menepuk sisi ranjangnya yang kosong. Zia menatap ngeri pada lelaki itu.

"Tapi, Tuan ... kita bukan suami istri. Kan dosa."

"Kayak suami kamu nggak dosa aja buang kamu dan menggantikan kamu dengan adik kamu," gerutu Vaga lirih.

"Apa tuan?"

"Tidak ada!! Sana cepat. Waktu terus berjalan. Sisa waktu yang kau punya tinggal 19 menit." Vaga menjawab di antara matanya yang terpejam kembali. Zia tak mau mengulur waktu lagi, dia berlari keluar dan menuju ke dapur.

Vaga membuka matanya kembali dan mendesah. Ternyata menjaga rahasia itu berat. Lalu apakah dia harus mengatakan pada Zia tentang keadaannya yang sebenarnya? Daripada pusing Vaga memilih bangkit dan menuju kamar mandi. Mungkin mandi dini hari bisa menyegarkan otaknya sekaligus menyehatkan tubuh.

***

Zia sudah selesai membereskan seluruh ruangan dan menyimpan kembali peralatan bersih-bersih ke tempat semula. Dia menoleh ke arah jam dinding yang ternyata baru pukul setengah enam. Saat dia akan merapikan buku-buku di rak dekat televisi, Vaga keluar dari kamar dengan penampilan rapi. Dengan setelan kemeja biru gelap yang dipadukan celana bahan hitam. Zia menjadi penasaran dengan pekerjaan lelaki itu.

Cintai Aku (Tamat/ Pdf-ebook Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang