11. ada pengkhianat 🌟

9.5K 1K 97
                                    

Bab.11
Ada pengkhianat

Vaga dengan kecepatan super, menyeberangi ruang dan segera mencari keberadaan Zia.

"Zia ... Zia ... Zia sayang." Dia bahkan sudah tidak sadar dengan mulutnya sendiri. Orang panik memang kadang tidak memakai otaknya. Ya begitulah kira-kira keadaan Vaga sekarang. Begitu dia membuka pintu kamarnya dengan kasar, pintu itu terbuka lebar menampakkan wujud Zia yang sedang duduk di sisi ranjang dalam keadaan baik-baik saja.

Tak yakin, Vaga berderap mendekat dan kedua tangannya segera mencengkeram dua lengan Zia dengan khawatir.

"Kamu nggak apa-apa? Ada yang sakit? Mana ... mana?" Vaga masih menggerak-gerakkan tubuh Zia ke kanan dan ke kiri untuk memastikan.

Zia dibuat kebingungan dengan segala tingkah aneh Dokter Vaga. Dia meringis merasakan sakit dari cengkeraman Vaga di lengannya.

"Sakit ... Dokter," protes Zia, berharap Vaga melepaskan lengannya.

Vaga yang belum mengerti sepenuhnya pun semakin bersemangat membolak-balikkan tubuh Zia.

"Mana yang sakit, ha?!"

"Lengan saya, Dokter. Lepasin lengan saya."

Vaga terkejut dan segera melepaskan tangannya dari lengan Zia.

Ketika akhirnya Vaga sadar kesalahannya, Vaga dengan tergesa melepaskan kancing kemeja yang dikenakan Zia untuk memeriksa kedua lengan wanita itu.

Begitu seluruh kancing terbuka dan kemeja putih itu sudah meluruh sebagian menampakkan bahu mulus Zia, mata Vaga melotot memandangi objek indah di depannya.

Demi apa ternyata itu jambu biji gede juga. Batin Vaga sambil menelan ludah. Belum lagi bra hitam berenda yang membungkusnya nampak kencang dan seakan isinya akan tumpah jika tidak ada yang menyangga. Reflek Vaga menangkup dua buah jambu di depan matanya dengan kedua tangannya. Khawatir jambu itu terjatuh kan berbahaya. Batinnya.

Zia yang merasakan tangan besar Vaga menangkup dua asetnya pun menatap sang dokter horor. Apa-apaan ini?

"Ga ... ASTAGA!!"

Belum sempat dia memprotes tindakan Vaga, wanita yang tadi menanyainya sudah muncul di ambang pintu, menatap tak percaya pada Dokter Vaga.

Tak ada semenit, wanita itu sudah mengarahkan jari-jari tangannya untuk menjewer telinga Dokter Vaga dengan keras.

"Anak tidak tahu diri!! Berani sekali kamu pegang-pegang melon perempuan yang bukan istri kamu? Malu sama profesi kamu, Vaga!!!" jerit Alika masih dengan kemarin yang setia menjewer telinga Vaga.

Vaga berteriak-teriak meminta ampun dan memohon ibunya untuk melepaskan jewerannya. Dia mengumpat dalam hati karena kesenangannya harus terganggu. Sialan memang.

"Mommy ...,"

"Apa? Cepat nikahin Zia kalau kamu mau remes-remes. Enak saja kamu itu. Nggak ada hubungan apa-apa main remes aset perempuan."

Zia menatap tak percaya, Dokter yang menakutkan itu tak berdaya di depan wanita cantik ini. Tapi apa tadi?

Telinganya tak salah dengarkan? Menikah?

Astaga!!

"Tante, saya cuma pembantu kok Tante. Bukan calon istrinya Dokter Vaga."

"Saya tidak perduli, Zia. Kamu ganti baju cepat. Bisa-bisa kamu hamil duluan kalau dibiarkan tinggal sama kucing ini."

"Mom, Vaga bukan kucing. Singa, Mom, singa."

"Singa apaan?" Alika mendelik remeh.

"Ya ampun, Mom. Jangan menjatuhkan harga diri anak sendiri di depan perempuan, Mom. Malu." Vaga meringis merasakan perih di telinganya. Seumur-umur Mommynya tidak pernah menjewer telinganya. Baru kali ini dan sialnya di depan seorang perempuan. Mau ditaruh mana wajah tampan Vaga?

Zia melihat pemandangan Dokter Vaga yang teraniaya dengan meringis membayangkan sakitnya dijewer seperti itu.

"Tante, kasihan Dokter Vaga, Tante. Nanti kalau dia berubah bodoh kan mubazir wajahnya yang tampan."

Vaga merasa semakin gondok mendengar pembelaan Zia yang terdengar lebih seperti hinaan untuknya. Apa tidak ada yang akan menyelamatkan dia?

Setelah Zia berganti pakaian, Alika segera menyeret Zia pergi tanpa menghiraukan lagi rengekan Vaga. Putranya benar-benar keterlaluan dan dia sebagai seorang wanita merasa geram melihat langsung kelakuan anaknya.

Vaga mencegatnya di ambang pintu kamar Zia. Mencoba menghalangi. "Mom ... mau dibawa kemana Zia? Mom ... kembalikan Ziaku ...."

Alika terus berjalan, menerobos tubuh anaknya meski beberapa kali Vaga menahan tangan Zia. Dengan geram dia menyentakan tangan Vaga dan berlalu membawa Zia. Biar saja duda kurang belaian itu kapok.

"Mom ...."

Blam!!

***

Maxy dan Clyde melihat bingung kakak sulung mereka yang terus menggosok-gosok telinganya di ruang keluarga dengan wajah keruh. Tak hanya itu, ada seorang perempuan cantik juga yang kini duduk di samping sang Mommy terlihat malu dan gugup. Ada apa ini? Mereka tadi diperintahkan untuk pulang mendadak. Dan ketika mereka sampai rumah, ada seorang wanita cantik yang di bawa ibunya lalu satu jam kemudian sang kakak sulung mereka juga datang.

"Vagadian Alexander. Jelaskan!!" Titah sang Raja penuh ketegasan. Kalau sudah seperti ini, alamat dia tidak akan bisa berkilah lagi.

Sambil berdehem Vaga mengedarkan mata.

"Dad, Aku minta privasi. Dan Mommy bisakah bawa Zia ke kamar Vaga?" Tanya Vaga dengan nada serius. Sepertinya permasalahan ini tidak akan selesai sebelum dia menjelaskan sejelas-jelasnya.

Alika bergerak bangkit dari duduknya dan mengajak Zia meninggalkan ruang keluarga. Kini tinggal para lelaki yang ada disana.

Vaga menatap Carend lagi. Memberi kode tentang keberadaan Clyde dan Maxy.

"Biarkan mereka mendengar. Daddy ingin mereka belajar agar suatu saat tidak ada kesalahan kedua yang terjadi di keluarga ini."

Vaga mendesah pasrah mendengar keputusan Carend. Mengabaikan dua adiknya, Vaga mulai membuka suara.

"Namanya Zia. Kenzia. Dia tinggal di apartemen Vaga sejak lima bulan lalu."

"What?!" Maxy terpekik. Setelah melihat lirikan tajam ayahnya, dia segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya sendiri. Sedangkan Clyde nampak tetap tenang.

"Vaga menemukannya di depan Alexander Hotel. Dalam keadaan pingsan dan mengenaskan. Kelaparan, kelelahan dan stress. Lalu ... karena ...." Vaga berhenti karena kebingungan.

"Vaga menampungnya di apartemen Vaga." Vaga melompati penjelasannya yang penuh misteri itu.

"Karena apa?" tanya sang ayah lagi. Merasa tak puas.

Vaga bingung menjawabnya. Karena apa dia menampung Zia?

Kasihan? Rasanya banyak yang lebih mengenaskan dari wanita itu di luar sana. Usil? Dia sudah terlalu tua untuk usil. Lalu karena apa? Kadang dia memang tak mengerti beberapa perasaan yang ada dalam dirinya sendiri.

Sementara Carend mengamati anak pertamanya dengan jeli. Matanya tak mungkin salah.

"Kamu kasihan?"

Vaga menggeleng.

"Lalu?"

"Vaga tidak tahu."

"Kamu menyukainya?"

Vaga diam.

"Apa dia janda yang dikhianati mantan suami dan adik kandungnya itu?" tanya Carend lagi.

Clyde dan Maxy mengernyit.

Vaga terkejut. Darimana ayahnya tahu?!

"Bagaimana ...,"

"Tentu saja Gunawan memberitahukan hasil penyelidikannya pada Daddy. Kamu pikir siapa yang membayar Gunawan?" gumam Carend sombong.

Vaga mengumpat dalam hati. Dasar penghianat.

Carend menyeringai. "Segera nikahi dia. Daddy tidak mau tahu apapun alasannya."

***

Cintai Aku (Tamat/ Pdf-ebook Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang