3. Bertunas🌟

8.2K 841 51
                                    

Bab.3
Bertunas

Vaga menelengkan kepalanya sejenak. Kalau dia menunggu hingga besok. Belum tentu dia memiliki waktu untuk bermain.

Vaga menyeringai. Dia sudah mengambil keputusan, dia akan membedah wanita ini malam ini saja. Dia memakai sarung tangannya sebelum meraih jarum suntik dan botol obat kemudian meletakkannya di atas meja kecil. Sekalian saja dia buat wanita ini tertidur panjaaaang sekali. Dan tak perlu bangun. Apalagi sepertinya wanita ini melalui hidup yang begitu sulit.

Vaga kemudian meraih gunting, yang ada di meja kecil di samping brankar. Dia kemudian beralih kepada Kenzia dengan gerakan lembut, namun penuh perhitungan. Setelah dia berdiri tepat di sisi tubuh Kenzia, ia segera mengarahkan mata gunting di tangannya dengan cepat. Seakan sangat ahli menggunakan benda tajam itu. Baju pasien yang semula terpasang rapi di tubuh subur itu kini telah sukses menjadi potongan kain-kain perca yang bertebaran di sekitar brankar. Dengan sabar dia menyapu potongan-potongan kain itu dengan tangannya dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di bawah brankar. Dia tidak mau ada yang mengganggu kenyamanan kerjanya termasuk benang-benang yang terurai dari potongan kain itu.

Setelah bersih, Vaga yang semula hendak meraih jarum suntik, terdiam. Memperhatikan mainan barunya dengan saksama. Ada rasa tak tega yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya. Biasanya orang yang dia bedah untuk dia ambil organnya itu adalah orang-orang jahat yang selama ini mengganggu manusia. Tapi kini ....

Dia tidak pernah merasa tertarik pada perempuan pada saat pertama bertemu meskipun perempuan itu bugil di depannya. Nyatanya dia beberapa kali pergi ke club malam dan kadang ada penari bugil yang dia lihat, tapi bukannya horny dia malah jijik. Seperti dia jijik pada mantan istrinya.

Dan sekarang?

"Ekhrgh." Lenguhan itu terdengar tapi Vaga masih larut dalam lamunannya.

***

Rasa pusing yang tiba-tiba dia rasakan saat pertama kali dia mencoba membuka mata membuat dia kembali memejamkan mata. Beberapa saat kemudian dia kembali mencoba mengerjab dan melihat ruang dengan cat dinding berwarna biru muda.

Dimana dia?

Seingatnya, dia pergi dari rumah mantan suaminya kemudian meminta tolong pada Heny tapi ditolak dan terakhir dia berniat mencari tempat tidur hingga kakinya membawanya sampai di halaman Alexander Hotel. Hotel bintang lima yang tentu saja mahal. Karena bimbang dia memutuskan berbalik pergi namun karena lemas dan gemetar akibat tidak makan sejak pagi, matanya menjadi berkunang-kunang lalu dia tidak bisa mengingat lagi.

Hembusan udara dingin yang menerpa tubuhnya membuat dia mengernyit. Refleks matanya mengarah pada area tubuhnya yang ternyata tidak tertutup apapun. Terbelalak dia segera membuka mulut.

"Kyaaaaaa!!!"

Sepertinya jeritannya barusan menyadarkan lelaki tinggi besar itu. Dengan cepat Zia mencari kain penutup untuk menutupi tubuhnya yang ternyata tidak tertutup apapun dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Ck. Malah udah bangun!" gerutu lelaki bertubuh tinggi besar itu. Zia merapatkan tubuhnya, meringkuk untuk menutupi tubuhnya meski tidak membantu banyak.

"Ka-kamu siapa? Ken-kenapa kamu melakukan ini?" tanya Zia takut-takut. "Tolong jangan sakiti saya. Saya mohon lepaskan saya. Saya tidak punya apa-apa."

"Kata siapa kamu tidak punya apa-apa?" Jawab lelaki itu santai seperti tidak merasa bersalah sama sekali. "Kamu punya ginjal yang sehat, jantung yang baik dan mata yang indah. Kamu bisa menolong banyak orang kalau kamu mendonorkan semua organ kamu itu."

"TIDAAAK! Saya masih mau hidup. Saya tidak mau mati!!" jerit Zia semakin ketakutan. Apalagi saat dia menoleh, matanya menangkap banyak peralatan bedah di ruangan itu. Ada aneka gunting, pisau, dan ... gergaji? Apa matanya tidak salah tangkap?

Cintai Aku (Tamat/ Pdf-ebook Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang