22. Rival🌟

10K 986 98
                                    

Pdf ready
Bisa chat langsung ke nomor wa aku. Untuk mendapatkan diskon dan gratis pdf

Happy reading

💕💕💕💕

Bab.22
Rival

Pamela meradang. Sejak Damar sibuk mengurus restoran dan mengetahui kecurangan mamanya, lelaki itu tidak lagi mau memberikan uang untuknya dan juga untuk Dania. Damar semakin tenggelam dalam pekerjaan, sedangkan Pamela kebingungan. Dia tidak bisa untuk sekedar makan di luar atau bahkan shopping.

Pun begitu dengan mama mertuanya. Mereka berdua sudah pusing karena tak lagi bisa berfoya-foya.

"Mela, bagaimana ini?" Dania menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa. Dia bahkan tidak bisa mengisi pulsa sendiri dan juga membeli data internet untuk ponselnya. Harus meminta pada Damar dulu baru dia bisa mendapatkannya. Semua kartu kredit dan debitnya juga sudah dibekukan oleh Damar karena anak itu marah pada mereka.

Memalukan!!

Apa kata teman-teman sosialitanya jika mereka tahu Dania tak memiliki uang sepeser pun untuk sekedar isi pulsa?

"Mela juga pusing, Ma. Padahal sekarang Mela lagi ngidam pengen jalan-jalan ke Mall." Pamela memasang wajah menderita.

Dania menatap menantunya dengan tak berminat lagi. Entahlah ... dia merasa tidak begitu tertarik lagi dengan cucu dari Pamela. Semua terasa hambar dan tak menyenangkan bagi. Mungkin efek dari tidak punya uang hingga membuat dia sedikit malas berpikir.

"Tahan dulu lah, Mell. Kan kamu tahu sendiri kalau Damar lagi marah sama kita." Dania meraih gelas jusnya dan meminumnya sedikit guna menghilangkan dahaga dan juga mendinginkan kepalanya yang mulai berasap karena menginginkan uang.

"Tapi, Ma. Gimana nanti kalau anak ini ileran. Mella nggak mau punya anak ileran." Pamela merajuk.

Dania mendengkus tak suka. "Itu cuma mitos, Mell."

"Terserah Mama kalau begitu. Mella mau pergi."

"Mau ke mana kamu Mella? Kamu lagi hamil besar."

"Mella mau refreshing, Ma. Daaa ...."

Pamela melambai dan tak menghiraukan teriakan mertuanya lalu tetap pergi dengan mencegat sebuah taksi. Dia masih akan pergi ke Mall dan menjual kalung peninggalan Ibunya yang ternyata tidak dibawa Zia pergi. Bersyukur, Pamela akan kebodohan Zia. Dengan begini, dia akan bisa bersenang-senang.

Tiba di Mall, Pamela berjalan angkuh meskipun dia saat ini sedang hamil besar. Walaupun dia hamil, siapa yang akan menampik kecantikannya?

Tak ada! Batinnya ponggah seakan semua wanita tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikannya. Itu yang ada dalam benaknya sendiri hingga dia kesal luar biasa saat Zia malah mendapatkan suami seperti Damar yang menurutnya mapan dan tampan.

Kalaupun ada yang mengatakan dirinya tidak cantik, lelaki itu pasti sedang terkena katarak. Yakinnya lagi.

Dengan bahagia, Pamela keluar dari toko perhiasan. Ternyata kalung peninggalan Ibunya laku mahal. Tak disangka dia bisa mendapatkan uang sekitar dua puluh juta untuk kalung itu. Sayang sekali Zia bodoh sampai tidak membawa serta kalung cantik itu yang sebenarnya milik Zia. Sedangkan miliknya sendiri sudah dia jual saat masih kuliah dulu untuk membelikan kado pacarnya.

Dia baru saja memasuki sebuah cafe yang dulu sering dia kunjungi saat matanya membulat melihat siapa yang ada di sana.

Ck. Dari sekian banyak Cafe, kenapa harus bertemu di cafe ini? Eh ... tapi mungkin ini adalah kesempatannya untuk bisa mendapatkan apa yang kini digenggam Zia. Sulung Alexander.

Pamela berpura-pura tak menyadari kehadiran mereka di cafe itu dan duduk tepat di meja yang ada di samping pasangan pengantin baru itu. Ketika seorang pelayan melayani dirinya, Pamela sengaja mengeraskan suara seseksi mungkin. Beberapa orang sempat menoleh pada Pamela. Namun sayangnya, pasangan itu sama sekali tidak mau untuk sekedar menoleh padanya.

Geram, Pamela menebak jika Zia pasti sudah meracuni pikiran Vagadian Alexander hingga lelaki itu tak mau menengok kearahnya.

Tak kehabisan akal, Pamela memulai dramanya dengan mengaduh berlebihan saat pelayan datang.

Perhatian pengunjung tersita oleh ringisan Pamela yang memegangi perutnya. Beberapa pengunjung bahkan panik dan mencoba mendekat, menanyakan keadaan Pamela.

"Panggil ambulans." Seseorang berteriak agar ada orang yang berinisiatif untuk memanggil mobil ambulans.

Dalam hati Pamela mengumpat-umpat karena suami Zia yang dia tahu adalah seorang dokter tidak bergeming sedikitpun.

"Zi-aa ... AKHHH!"

"Sebentar, Mbak. Sabar ya."

"Aduh ... udah hamil gede gini kok jalan-jalan sendiri sih. Suaminya mana lagi?" gerutuan ibu-ibu yang ada di sana tidak Pamela hiraukan. Fokusnya hanya agar Zia serta sulung Alexander yang tampan itu menolongnya.

Pamela berharap sekali lelaki itu mau menolongnya, tapi hingga akhirnya petugas rumah sakit datang dan membantunya, tak ada sama sekali itikad baik lelaki itu untuk menolong dirinya.

Sialan!

Awas kalian!! Geramnya.

***

Di lain posisi, Ellia yang baru masuki cafe Mall itu terpaku. Bukan karena keributan itu yang menjadi pusat perhatiannya. Tapi pasangan yang sedang makan di meja dekat keributan. Tanpa melihat rupa lelaki itu, dia tahu siapa yang ada di sana. Bertahun-tahun bersama membuatnya hafal semua hal tentang lelaki itu. Lelaki yang dulu selalu ada untuknya namun kini tidak lagi.

Ada rasa sesal dan sesak yang menusuk dadanya melihat bagaimana perhatiannya lelaki itu pada wanita yang ada di hadapannya. Dulu itu adalah tempatnya.

Tanpa sadar Ellia mencengkeram pegangan tas tangannya. Dia terpaku dan tidak bisa bergerak sedikitpun.

Apakah aku keterlaluan jika masih mengharapkan dirimu? batin Ellia. Hatinya terasa sakit namun dia sendiri tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Sejak bercerai dengan lelaki itu, Ellia berkali-kali menjalin hubungan dengan laki-laki lain, tapi tak ada yang sesempurna Vaga dalam mencintainya. Semua mantan pacarnya hanya memperhatikan tubuhnya. Bukan hatinya. Karena rasa bosan dan suntuk tak mendapat cinta sebesar yang dia dapatkan dari sang mantan, Ellia terus berganti kekasih.

***

Cintai Aku (Tamat/ Pdf-ebook Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang