Kala Arini - Jakarta 2010 Part II

2.1K 241 3
                                    

Dari mulai awal bulan, Arini lebih sering menghadiri kelas les piano karena sebentar lagi akan diselenggarakan mini-concert akhir semester. Tiap semester, tempat les piano Arini selalu menyelenggarakan mini - concert sebagai bentuk ujian kenaikan tingkat. Arini sendiri sudah berada di level 5, yang artinya dia membutuhkan 1 level lagi untuk bisa memperoleh sertifikat kelulusan.

Tempat les piano Arini merupakan salah satu lembaga pendidikan musik terbesar di Jakarta. Tidak heran ketika mini-concert banyak sekali sponsor yang masuk. Bahkan mereka juga berkolaborasi dengan musisi dan penyanyi papan atas di Indonesia. Semester lalu, Arini berhasil berkolaborasi dengan Ruth Sahanaya. Sedangkan semester sebelumnya, Arini berhasil berkolaborasi dengan Kahitna. Tidak hanya ketika mini - concert, Arini pun terkadang diminta menjadi additional player untuk orchestra milik Erwin Gutawa dan Dwiki Darmawan. Dan Kala, selalu setia menemani Arini ketika berada di atas panggung.

"Eh Kala, sini masuk nak." Sapa ayah Arini kepada Kala sehabis membuka pintu yang diketuknya. Hari ini, Kala sudah berjanji akan mengerjakan PR bersama Arini di rumah Arini. "Tuh Ayinnya masih main piano, gelitikin aja."

"Terima kasih, Om." Balas Kala kepada Ayah Arini.

"Ayinnnn, udahann main pianonya! Nih Kala udah dateng!" Teriak ibu Arini ketika melihat Kala masuk ke ruang tengah. "Tuh gangguin aja, La. Masa dari pulang sekolah nggak berhenti - berhenti main pianonya."

"Hahaha nggak papa, tante. Kan bentar lagi mau mini - concert." Kata Kala.

"Iya, bentar lagi juga ujian kenaikan kelas. Kalau nggak ada kamu, mungkin dia nggak pernah mau belajar." Keluh ibu Arini kepada Kala. Setelah ibu Arini beranjak, Kala kemudian menghampiri Arini.

Berniat ingin memberi kejutan, Kala meletakkan kedua telapak tangannya di mata Arini. Tapi hebatnya, Arini masih mampu untuk bermain piano tanpa melihat tuts-tutsnya. Ia pun mengakhiri birama terakhir dengan sempurna.

"Tangan alus nggak pernah kerja, udah pasti Lala." Ledek Arini kepada Kala. Ia kemudian mengacak - acak rambut Arini.

"Idih enak aja! Lala pekerja keras tau." Ujar Kala. Ia kemudian melingkarkan tangannya di leher Arini dan meletakkan dagunya di kepala Arini. Tentu saja, hal itu membuat darah Arini berdesir. Dadanya semakin sesak, seakan - akan ada sesuatu yang ingin meledak.

"Kenapa?" Tanya Arini.

"Ayin, bentar lagi kita kelas XII. Artinya bentar lagi kita lulus dan kuliah."

"Terus?"

"Lala mau sama Ayin terus." Ucap Kala dengan nafas yang tersenggal. Arini tersenyum dan kemudian meraih pergelangan tangan Kala yang masih melingkar di lehernya.

"Kenapa mau sama Ayin terus?"

"Because you feel like home for me. I am myself when i am close to you." Ucap Kala. Jika dia mengucapkan kalimat dengan Bahasa Inggris, berarti hal tersebut datang dari lubuk hatinya yang paling dalam.

"Ayin sayang sama Lala." Setidaknya, hanya kalimat itu yang mampu Arini ucapkan apabila Kala melontarkan kata - kata manis. Hanya itulah yang setidaknya mampu menggambarkan perasaan Arini yang sebenarnya melebihi dari kata sayang.

"Lala juga sayangggg banget sama Ayin." Kata Kala membalas ucapan Arini. Sebenarnya, ada satu kata yang Arini harapkan keluar dari mulut Kala. Sebuah kata yang harus diucapkan dalam Bahasa Inggris. 

Bermanja - manja malam itu pun berakhir karena Kala dan Arini harus mengerjakan PR dan belajar materi untuk esok hari. Oleh karena Kala lebih pintar daripada Arini, maka dia yang lebih sering mengajari Arini. Belajar bersama malam itu berakhir pukul 21.00 WIB.

"Kala buru - buru nggak?" Tanya ayah Arini sewaktu Kala berjalan ke teras dan mendapati ayah Arini sedang duduk seraya menikmati segelas kopi dan sebatang rokok.

"Enggak sih, Om." Jawab Kala yang kemudian duduk di sebelah ayah Arini.

"Temani Om sebentar, nak. Ayinnya sudah tidur?" Tanya ayah Arini.

"Tadi sih anaknya bilang ngantuk, om. Mungkin sekarang sudah tidur." Jawab Kala.

"Oh yasudah. Mungkin dia kecapekan karena akhir - akhir ini lebih sering les piano." Ucap ayah Arini yang kemudian diselingi dengan isapan rokok. "Kala, apakah kamu punya pacar, nak?"

"Baru putus sih om sekitar 3 bulan yang lalu." Jawab Kala. Ayah Arini tersenyum. Senyum yang terasa ambigu untuk Kala.

"Apakah Kala tahu Ayin punya pacar atau enggak?" Tanya ayah Arini.

"Yang deketin sih banyak, Om. Tapi, Ayinnya selalu nolak. Katanya sih mau fokus belajar sama main piano dulu." Ayah Arini tertawa seraya menepuk bahu Kala.

"Apakah kau tidak merasakannya, nak?" Kala sangat tidak mengerti yang baru saja diucapkan ayah Arini.

"Merasakan apa ya, Om?" Lelaki paruh baya dengan rambut sebahu itu kemudian menghisap rokoknya kembali.

"Kala, sejak Ayin berteman denganmu, dia mengalami banyak perubahan. Sifat manjanya sangat jauh berkurang dan dari nada - nada pianonya, selalu mengalun lagu romantis ciri khas orang jatuh cinta. Om dan Tante selalu menunggu Ayin pulang bersama laki - laki. Atau minimal sehabis makan malam, ada laki - laki yang telepon Ayin." Ayah Arini kembali menghisap rokoknya dan Kala masih bingung arah pembicaraan Ayah Arini. "Akan tetapi setiap sore, Ayin selalu diantar oleh kamu. Bahkan kamu juga tidak segan - segan mengantarnya les piano hingga menunggunya. Setiap malam, kamu selalu telepon Ayin, memastikan PRnya sudah dikerjakan atau belum, materi untuk esok hari sudah dibaca atau belum, dan malam minggu pun kau selalu mengajak Ayin jalan - jalan ke mall atau sudut - sudut lain di Kota Jakarta ini."

Kala tertegun mendengar kata - kata Ayah Arini. Dia sendiri tidak menyadari bahwa hal tersebut adalah hal yang tidak wajar. Kala memang merasakan sesuatu yang berbeda saat bersama Arini, oleh sebab itu ia selalu ingin berada di dekat Arini dan selalu ada untuk sahabatnya itu. Bahkan Kala sendiri tidak peka terhadap perasaan berbeda itu.

Tak ada kata yang ingin diucapkan, tak ada sanggahan yang ingin disampaikan. Kini semua menjadi jelas mengapa selama ini ia memiliki perasaan yang berbeda terhadap Arini dan ternyata Arini juga merasakan hal yang sama.

"Om dan Tante sangat memahami apa yang dirasakan anak kami. Apalagi dia putri tunggal kami." Ucap Ayah Arini.

"Maaf, Om. Saya tidak pernah berpikir seperti itu dan... " Ayah Arini kemudian mengelus - elus kepala Kala.

"Kamu anak baik, La. Baik budinya, baik hatinya, dan cantik parasnya. Kau juga pintar. Oleh karena itu, Om dan Tante membiarkanmu tetap dekat dengan Ayin. Untuk kami, kebahagiaan Ayin nomor satu. Dan kamu salah satu sumber kebahagiaan Ayin. Bahkan, kau membantu Ayin untuk menjadi versi terbaik dari dirinya." Ucap Ayah Arini. Ia kemudian mengambil sebatang rokok lagi dan membakarnya. Kala masih tertegun dan tidak tahu harus berkata apa.

"Umur kalian masih sangat muda. Perjalanan kalian masih panjang. Masih banyak proses kehidupan yang harus kalian lewati. Om hanya bisa berdoa yang terbaik untuk kalian berdua. Apa pun yang terjadi di masa depan, Om harap kamu tetap bisa menjadi teman yang baik untuk Ayin, La." Kata Ayah Arini.

"Pasti, Om. I'll always be her side and get her back." Ujar Kala yang sangat tersentuh dengan perkataan Ayah Arini sehingga ia tak kuasa menitihkan air mata. Ayah Arini kemudian bangun dan mengecup kening Kala.

"Om titip Arini ya, La. Om percaya kamu akan selalu menepati janjimu." Ucap Ayah Arini yang sedikit sendu. Kala hanya mengangguk. Ada firasat buruk yang tiba - tiba menyerang Kala ketika Ayah Arini mengecup keningnya. Biasanya Ayah Arini hanya mengobrol santai dengannya. Namun kali ini, perasaan itu semakin berkecamuk dan teraduk - aduk.

"Sudah, kau pulanglah, La. Sudah semakin malam."  Ujar Ayak Arini.

"Oh iya, Om. Kalau gitu saya pamit pulang dulu. Permisi, Om. Selamat malam." Kata Kala seraya mengecup punggung tangan Ayah Arini.

Dari kejauhan, Arini tersenyum melihat keakraban diantara Kala dan sang ayah. Sesuatu yang ingin ia lihat di masa depan. Sesuatu yang menjadi mimpinya secara diam - diam. Ya, Arini sudah berpikir hingga sejauh itu. Lebih sialnya lagi, dia tidak ingin memberi tempat  yang sama untuk orang lain seperti tempat Kala di hatinya.

Kala AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang