Kala Arini - Nightmare

1.4K 167 2
                                    

Dari jarak beberapa meter saja, sudah terdengar langkah kaki perempuan yang menggunakan high heels. Semakin mendekat, semakin jelas karakter si pejalan. 

"Silahkan, bu." Kata seseorang mempersilahkan masuk. Adinda van der Molen kemudian tersenyum mendapati Arini sedang duduk di sofa ruangannya.

"Rin..." Ia kemudian mendekati Arini dan tanpa basa basi langsung mengecup pipi Arini.

"Darimana lo tahu gue ada di kantor?" Tanya Arini pada Adinda.

"Well, apa yang gue nggak tahu tentang lo." Jawab Adinda seraya duduk dan meletakkan tas Birkin-nya ke atas meja. 

"Ada perlu apa lo ketemu gue, Din? Bukannya semua kerjaan sudah diatasi sama anak - anak gue?" Tanya Arini yang sejujurnya sangat risih dengan kehadiran Adinda.

"Siapa pula yang kesini mau ngomongin masalah kerjaan. Gue mau nagih janji." Jawab Adinda disertai senyuman sinis. Arini langsung membuang mukanya. "Kenapa? Lupa sama janjinya delapan tahun yang lalu?" Sindir Adinda.

"You have to raise your child, Din. Everything has changed." Ujar Arini pada Adinda.

"My daughter had died when i gave birth to her." Jawab Adinda. "And yes, everything has changed. So much changed. But not my feeling for you, darling." Arini sedikit terkejut mendengar bahwa anak Adinda meninggal. 

"Hidup gue nggak se-bahagia kaya yang lo bayangin, Rin. Setahun sejak gue pindah dari California, gue bener - bener struggle dan hampir gila.  Padahal, James baik dan sabar banget ke gue. Sampai waktunya anak gue lahir, gue harus menerima kenyataan bahwa anak gue nggak bisa bertahan. Satu - satunya harapan gue bisa bahagia setelah kita pisah adalah dia, Arini. Itu aja, gue nggak bisa melihat dia buat yang terakhir kalinya." Ujar Adinda dengan suara yang sedikit serak menahan pilu kisah kematian anaknya. Arini hanya mampu menghela nafas. 

"Setelah itu, i tried to made my marriage works. Setiap hari gue mencoba untuk mencintai James sama seperti gue mencintai lo. Tapi, gue nggak sanggup dan tenggelam dalam alkohol dan obat-obatan terlarang. Sampai akhirnya gue overdosis dan hampir mati. Tapi Tuhan masih baik banget ke gue, Rin. Dan James, dia tahu kalo gue nggak bisa mencintai dia sama seperti gue mencintai lo, akhirnya memilih untuk balik ke Amerika dan ninggalin surat gugatan cerai dengan damai." Kata Adinda melanjutkan ceritanya. Arini masih terdiam seribu bahasa. 

"Apa yang lo inginkan dari gue, Din?" Tanya Arini setelah sepersekian detik terdiam. Adinda hanya tersenyum sinis.

"Gue udah ketemu Kala." Kata Adinda kepada Kala. "Nggak usah tanya gimana caranya. You know who i am."

"What was  the deal?" Tanya Arini pada Adinda. 

"We let you choose between us." Jawab Adinda. "Ya tapi gue tahu lo pasti akan tetap pilih dia. Gue tahu lo Rin, dari dulu nggak pernah berubah."

"Din, please, biarin gue hidup dengan damai sama Kala. Kita akan tetap berteman baik. Bahkan sama seperti sewaktu semuanya belum dimulai. I really love her." Pinta Arini pada Adinda. 

"Terus hidup gue gimana Arini Sekartaji??" Tanya Adinda pada Arini. Ia lalu berdiri dan merapikan pakaiannya serta tak lupa menjinjing tas birkin kesayangannya. "Gue tahu lo akan tetap milih Kala.  Tapi, bukan kah Kala masih punya pilihan untuk nggak memilih lo? I am going to make that choice. Either me or Kala, none of us are going to be with you for the rest of our life! I can do anything that i want, Arini Sekartaji." Tanpa berpamitan, Adinda lalu keluar dari ruangan Arini dan pergi begitu saja.

Ancaman Adinda bukan hal yang bisa dianggap remeh. Putri tunggal Erick van der Molen ini rupanya semakin mirip dengan sang ayah. Tiba - tiba kengerian menghampiri Arini. Tanpa berpikir dua kali, ia lalu mengemasi semua barangnya dan bergegas menuju apartemen Kala. 

Kala AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang