Sudah lebih dari seminggu Arini tidak menginap di apartemen Kala. Sudah lebih dari seminggu pula Arini tidak membalas pesan maupun mengangkat telepon dari Kala. Tentu saja hal itu sangat membuat Kala khawatir. Setidaknya jika pada akhirnya Arini memilih bersama Adinda, ia harus mendengar keputusan itu langsung dari mulut Arini.
Kala memutuskan itu pergi ke rumah Arini sehabis melakukan photo session di sekitar Rawamangun. Kebetulan rumah Arini tidak terlalu jauh dari tempat Kala melakukan photo session bersama client.
"Permisi...." Ucap Kala seraya mengetuk pintu sebuah rumah tua peninggalan Belanda. Di depan ada taman yang tertata rapi dengan berbagai jenis bunga anggrek dan bunga bougenville. Masih sama seperti terakhir kali Kala mengunjungi rumah ini. Tak lama kemudian, seorang perempuan yang berusia lebih dari setengah abad terlihat membuka pintu.
"Ibu..." Kala langsung mencium tangan Gayatri, Ibunda Arini. Gayatri agak lama mengenali wajah Kala, namun begitu melihat Kala tersenyum, ia langsung memeluk Kala.
"Kemana saja kamu, nak? Sudah lama nggak main ke sini. Ibu kangen sekali." Ucap Gayatri yang masih terharu sambil mengusap wajah Kala.
"Iya Ibu, Kala juga kangen sekali sama ibu." Balas Kala. Gayatri lalu mengajak Kala masuk.
"Kamu apa kabar, nak? Kapan kamu balik ke Indonesia?" Tanya Gayatri pada Kala seraya mengajak duduk di sofa ruang tamu.
"Baik, ibu. Baru sekitar 7 bulan yang lalu, bu. Ibu apa kabar?" Jawab Kala sembari bertanya dan menggenggam tangan Gayatri.
"Alhamdulillah, sehat nak. Ya begini lah keadaan ibu yang hidup sendiri. Untung sekarang Ayin sudah stay di Indonesia. Jadi ibu nggak terlalu kesepian. Meskipun dia masih kerja nggak kenal waktu." Ucap Gayatri. Gayatri lalu beranjak ke dapur untuk membuatkan Kala minuman.
"Ibu mau kemana?" Tanya Kala melihat Gayatri beranjak.
"Mau bikinkan kamu teh." Jawab Gayatri. Kala lalu menyusul Gayatri ke dapur. Semua hiasan, semua tata letak, masih sama seperti 10 tahun yang lalu, dimana terakhir kali Kala menginjakan kakinya di rumah ini sebelum ia pindah ke Sydney. Dan piano itu, juga masih sama posisinya seperti terakhir kali ia bercengkerama dengan Arini di tempat itu.
"Biar Kala bikin sendiri, bu." Ujar Kala dengan lembut sambil mengambil heater yang telah diisi air oleh Gayatri. Ia hanya tersenyum seraya memasukan gula dan teh ke dalam cangkir.
"Rumah ini sudah jauh berbeda, Nak. Ayin juga sudah banyak berubah." Ujar Gayatri kepada Kala. "Mungkin yang tidak berubah hanya perasaan dia kepadamu." Kala hanya tersenyum sambil meneruskan mengaduk secangkir teh dihadapannya. Gayatri lalu duduk di kursi yang tertata di meja makan. Kala pun ikut duduk di hadapan Gayatri.
"Maafin Kala ya Ibu karena Kala nggak bisa nemenin Arini dan Ibu sepuluh tahun yang lalu saat Ayah nggak ada." Ujar Kala dengan lirih. Gayatri lalu menggenggam tangan Kala dan tersenyum.
"Sudah takdir, Allah, nak. Kamu pindah ke Sydney, Ayah pergi untuk selama - lamanya, dan akhirnya Ayin juga harus pergi ke Amerika." Kata Gayatri dengan bijak.
"Kala merasa berdosa sekali nggak bisa memenuhi janji ke Ayah untuk selalu menemani Ayin." Ujar Kala.
"Kan kita nggak pernah tahu nak seperti apa masa depan itu. Kita hanya mampu menikmati apa yang ada di depan kita sekarang. Dan sekarang kamu kembali." Ujar Gayatri.
"Oh iya Ibu, sebenarnya Kala kesini mau cari Ayin karena sudah beberapa hari dia nggak balas pesan Kala dan angkat telepon dari Kala. Apa Ayin ada di rumah?" Tanya Kala.
"Dia hanya pulang untuk ambil baju bersih dan menukar baju kotor. Kadang juga menyempatkan diri sarapan dengan Ibu. Tapi sudah seminggu lebih ia tidak tidur di rumah. Dia bilang deadline pekerjannya sedang banyak. Ibu kira dia menginap di tempat Kala." Jawab Gayatri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Arini
RomanceMereka adalah perpaduan kopi dan susu, menjadi sebuah latte. Terkadang ditambahkan sedikit gula, tetapi terkadang dibiarkan pahit begitu saja. Bagi Kala, Arini adalah manifestasi dari ketulusan hati. Sedangkan bagi Arini, Kala adalah nyanyian dari s...