Part 25 - Bahagia kecil

370 27 11
                                    

Putri kembali ke dalam kelas bertepatan dengan bel yang berbunyi nyaring setelah membaca buku di perpustakaan yang sangat mempusingkan. Itu pun, Putri diajak oleh Asyila yang katanya lagi rajin ingin membaca buku pelajaran di jam kosong. Tadinya, Putri menolak, tapi apalah daya Asyila tidak menyerah sampai-sampai cewek itu duduk di lantai merengek meminta Putri untuk ikut menemaninya. Karena murid-murid di kelas sudah memperhatikan mereka berdua, Putri menurutinya saja. Sedangkan Sasa, waktu Asyila meminta cewek itu untuk menemaninya kesana, langsung kabur ke toilet dengan alasan kebelet buang air besar. Putri pergi duluan meninggalkan Asyila di perpustakaan, sebab jika menunggu Asyila akan lama karena cewek itu akan menghabiskan waktu istirahatnya di perpus. Sebenarnya Putri tidak suka membaca buku pelajaran, apalagi di perpustakaan yang dimana rak-rak penuh dengan buku yang membuat Putri muak melihatnya.

Putri membuka resleting tasnya berniat untuk mengambil novel yang ia bawa dari rumah. Cewek itu ingin membaca novel lima menit saja karena otaknya ingin meleduk saja sebab terlalu lama duduk manis sambil baca buku di perpus tadi. Setelah dicari, novel itu tidak ada. Karena panik, Putri berteriak, "Woyy siapa yang minjem novel gue?"

Murid kelas X IPA-6 tidak ada yang membuka suara dan itu membuat Putri semakin dongkol. "Anjirr, lo kalau mau minjem bilang dong! Jangan dicopet," ucap Putri yang hampir menangis karena selain harganya mahal, di dalamnya ada tandatangan penulis.

"Put, tadi ada yang ke kelas, buka tas lo," ujar Leni agar Putri tidak mengoceh terus menerus.

Putri langsung bertanya tidak sabaran. "Siapa? Buru kasih tau gue,"

Leni langsung memberi tau, jika yang membuka tasnya itu adalah Nanda. Dengan perasaan kesal, cewek itu keluar kelas dan berjalan dengan langkah lebar-lebar menuju kelas XI IPA-2. Tidak salah lagi, Nanda lah yang mengambilnya. Kalau bukan cowok itu, siapa lagi? Emang dasar usil! Ngeselin! Setelah sampai di depan pintu kelas pacarnya itu, Putri langsung masuk ke dalam dan menghampiri Nanda. Putri menatap nyalang ke arah Nanda yang tidak sadar akan kehadiran cewek itu karena asyik bermain game di ponselnya.

"HEH BANGKOTAN," panggil Putri dengan suara keras. Siswa siswi yang berada di dalam kelas menatap Putri heran.

Nanda yang merasa terganggu mengalihkan pandangannya kearah Putri. "Apa sih, Put?" tanya Nanda.

"Gak pake 'sih' itu berapa?" tanya Putri yang amarahnya belum mereda.

"Oke ulang, apa Put?" tanya Nanda.

"Balikin novel gue, Bangkotan! Lo kalau mau baca juga, harusnya bilang dulu sama gue. Jangan ngambil punya orang sembarangan!" ucap Putri menjewer telinga Nanda. Cowok itu memegangi terlinganya yang sekarang mungkin sudah memerah akibat jeweran pacarnya.

"Siapa juga yang mau ngambil novel kamu, Yang?" tanya Nanda dengan menampilkan senyuman yang sengaja dia manis-maniskan.

"Ya elo lah bego. Buru! mana novel gue sini balikin!" Perintah Putri mengulurkan tangannya bermaksud untuk meminta novelnya kembali.

"Aduhh, bahasa kamu itu, Yang. Gak boleh kasar, hati dede terluka mendengarnya." Nanda merubah raut wajahnya menjadi yang merasa paling tersakiti. Cowok itu menyentuh dada bidangnya, pertanda jika hatinya terluka parah.

"Buruan ish!

"Panggil aku Sayang dulu. Baru dah aku balikin," pinta Nanda. Cowok itu sengaja mengambil novel milik sang pacar, karena ia ingin Putri datang kesini mengambil novelnya dan Nanda bisa melihat wajah cantik cewek itu ketika lagi kesal.

"Ish nyebelin Lo!"

"Nyebelin itu ngangenin loh, Yang. Jangan salah." Nanda mengeluarkan novel dengan cover berwarna biru muda itu dari dalam tas. "Call me baby," pinta Nanda.

"Sayang, balikin novel aku yak?" Putri menuruti permintaan Nanda untuk memanggil cowok itu Sayang. Lagian 'kan sudah pacaran, saling sayang. Jadi tak susah untuk memanggilnya seperti itu. Tapi, Putri itu paling anti memanggil Nanda dengan panggilan yang menurut alay seperti itu kecuali kalau ia lagi gesrek.

"Nah gitu dong." Nanda mengembalikan novel yang tadi ia ambil secara sengaja ke pemiliknya. "Ayok ke kantin." Cowok itu merangkul Putri dan keluar dari kelas. Tersisa lima belas menit untuk mengisi perut.

•|•

Cewek berkucir kuda dengan pita biru muda diatasnya berjalan menelusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Ia berjalan santai menuju kelas setelah dari toilet. Ketika melewati lapangan sekolah yang memang letaknya ada di tengah-tengah gedung, Asyila melihat Lakas yang lagi berlari mengelilingi lapangan. Sepertinya, cowok itu lagi dihukum karena telat. Asyila memberhentikan langkah kakinya demi melihat Lakas yang sangat tampan jika sedang dibanjiri keringat, bajunya basah sehingga terlihat tubuh atletisnya. Cewek itu senyum-senyum sendiri dibuatnya.

Mata mereka bertabrakan dan cowok itu pun berhenti berlari melihat Asyila yang posisinya tidak jauh dari lapangan. Lakas tersenyum lalu berteriak, "Sini."

Asyila celingak-celinguk melihat ada orang lain atau tidak di dekatnya. Apakah Lakas menunjuk Asyila untuk menghampiri cowok itu? Merasa tidak yakin, cewek itu menunjuk dirinya sendiri. Terlihat disana, Lakas mengangguk dan berjalan ke pinggir lapangan. Asyila menghampiri Lakas yang sudah duduk lesehan di tempat sejuk.

Asyila gugup sendiri duduk berhadapan dengan sang mantan. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat sebab mata milik Lakas terus mengarah ke arahnya membuat Asyila salah tingkah.

"Kakak udahan larinya?" tanya Asyila basa-basi. Lakas mengangguk sebagai jawaban disertai senyuman yang terukir di bibirnya dengan indah. OMG! Kenapa ada manusia semanis ini?

"Jangan senyum Kak," pinta Asyila yang tidak kuat ditatap seperti itu oleh Lakas. Ditambah lagi senyuman cowok itu yang gak pudar ketika bertatapan dengan Asyila. Meleleh Eneng, Bang!

Lakas mengerutkan alisnya. "Kenapa?

"Meleleh dih! Sadar gak sih, kalau Kakak itu manis kalau senyum?" Lakas tertawa kecil mendengar jawaban yang keluar dari mulut Asyila dengan polosnya.

"Masa sih?" tanya Lakas dengan mendekatkan wajahnya ke arah Asyila dengan menampilkan senyuman yang menurut Asyila manis itu.

Pipi Asyila memanas. "Iya, aku ngomong fakta, kok," jawab Asyila, Tapi kenapa aku baru nyadar sekarang ya? Mulai hari ini, aku jadi fans Kakak aja, woho." Asyila menggaruk kepalanya yang tidak gatal pertanda jika ia bingung dengan dirinya sendiri.

"Tenang, senyuman gue cuma buat lo seorang," ucap Lakas berdiri dan melanjutkan hukumannya yang tertunda.

"Semangat Kakak!" teriak Asyila menyemangati Lakas. Cewek itu berdiri lalu menepuk-nepuk belakang roknya yang kotor terkena debu. Lakas mengacungkan jempolnya di udara. Asyila pergi kembali ke kelas, meninggalkan Lakas yang masih harus melanjutkan hukumannya. Takut-takut jika ada guru atau Melly yang melihatnya sedang berduaan bersama Lakas di lapangan.

LakasyilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang