Menyakitkan memang jika dibuang dan diabaikan.
-Lakas perdana
Asyila memasukkan motor ninja hitam milik Lakas ke dalam setelah dibukakan pagar yang menjulang tinggi oleh satpam yang sedang berjaga disana. Cowok itu yang duduk dibelakangnya tidak terdengar suaranya sedari tadi sewaktu perjalanan pulang. Hanya suara rintihan menahan sakit di sekujur tubuhnya yang keluar dari bibir Lakas. Wajahnya penuh dengan memar berwarna ungu membuat Asyila yang setiap kali melihatnya, meringis karena keadaan cowok tersebut. Setelah memarkirkan motor, Asyila menepuk-nepuk pundak dengan posisi badannya yang tidak berubah. Takut-takut jika cowok tersebut jatuh ke bawah.
"Kak," panggil Asyila membuat mata Lakas yang tadi tertutup, mulai membuka dengan perlahan. Ia turun dari motor dengan hati-hati dan berdiri tepat disamping Asyila menunggu ia yang sedang menyetandarkan motor. Asyila membantu Lakas berjalan dengan menuntun cowok tersebut masuk ke dalam rumah. Asyila mendudukkan Lakas di sofa ruang tamu.
"Aku buatin teh, ya, Kak?" tawar Asyila yang dibalas anggukan kecil oleh Lakas. Tanpa menunggu lama, Asyila berlari menuju dapur untuk membuatkan cowok itu teh hangat. Setelah selesai, Asyila kembali dengan membawa secangkir teh lalu menaruhnya di meja kaca tidak jauh dari posisi Lakas yang sudah terbaring di sofa panjang dan dengan mata terpejam.
Cewek tersebut bingung harus apa. Dibangunkan atau tidak, ya? Omegat. Asyila lagi berpikir keras. Mau dibangunkan agar diminum dulu teh hangatnya oleh cowok itu, tapi kasihan juga. Ia abis dipukuli dan pastinya sakit banget.
Ditengah-tengah kesibukannya memikirkan untuk membangunkan cowok itu atau tidak, tiba-tiba saja datang pria paruh baya menepuk pundak Asyila membuat cewek itu terkejut. Asyila langsung menatap ke arah Edgar yang sekarang juga sedang menatapnya. Baru saja ingin menyalimi tangan pria yang lebih tua darinya dan tau jika ia adalah Papa Lakas. Namun, tangan Asyila segera ditepis oleh Edgar.
Edgar menatap Asyila sinis yang dibalas senyuman canggung oleh cewek tersebut. Suasana menjadi hening dan tegang sampai-sampai Edgar membuka suara. "Lebih baik kamu pergi. Tidak ada apa-apa lagi 'kan?" ujar Edgar dengan nada yang nyelekit. Asyila menghembuskan napasnya berusaha sabar.
Asyila mengukir senyuman di bibir mungilnya dan berucap, "Yaudah. Saya pamit, Om. Permisi." Cewek tersebut melangkah menuju ambang pintu dan keluar dari sana. Papanya Lakas galak banget guys. Bisa setres gue lama-lama deket-deket sama die, batin Asyila dalam hati.
Setelah melihat Asyila pergi, Edgar menepuk-nepuk pipi Lakas dengan kencang bermaksud membangunkannya. Melihat Lakas yang tidak kunjung bangun, Edgar menambah kekuatan untuk menepuk pipi cowok itu membuat Lakas membuka mata. Lakas sempat terkejut melihat Edgar yang sudah ada di rumahnya. Namun, dengan cepat Lakas berusaha rileks dan terlihat biasa-biasa saja melihat kehadiran Papanya disini.
Lakas mendudukkan dirinya dan menatap Edgar takut-takut. Edgar menampar pipi Lakas membuat cowok tersebut terkejut dibuatnya.
"Biar kamu sadar," ucap Edgar dengan senyuman manis yang dibuat-buat. Lakas menunduk tidak berani menatap Edgar. Melihat Lakas yang menunduk, Edgar mengangkat dagu cowok itu dengan kasar agar ia menatapnya.
"Tadi diapain aja sama orang suruhan saya?" tanya Edgar melepaskan tangannya dari dagu cowok berkulit putih itu. Lakas diam saja tidak menjawab pertanyaan sang Papa.
"Kamu dengar saya tidak?" tanya Edgar lagi. Namun, cowok itu memilih menunduk dan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Edgar membuat pria paruh baya itu kesal sendiri.
"Jawab pertanyaan saya!" bentak Edgar membuat Lakas terperanjat ketakutan.
Dengan keberanian yang dipaksakan, Lakas menjawab, "Tadi aku dipukul, Yah. Udah itu aja."
"Oh gitu. Kok bisa sampai lemas tidak berdaya?" tanya Edgar dengan senyuman miring yang tercetak jelas di bibirnya. Lakas menelan salivanya. Ia sangat takut sekarang.
"Dipukulnya berkali-kali, Pa," jawab Lakas. Edgar mengangguk-anggukan kepalanya pertanda mengerti, kemudian bertanya, "Masih kurang gak pukulannya?"
Lakas menggeleng sebagai jawaban. "Jangan pukul aku lagi, Pa," pinta Lakas yang sudah berkaca-kaca. Namun, tidak didengarkan oleh Edgar. Edgar menyuruh Lakas untuk berdiri lalu meninju tepat di bagian perutnya. Lakas yang menerima pukulan dari Papanya, menahan sakit dan air matanya jatuh membasahi pipi.
"Sudah saya bilang. Putusin cewek yang tadi dekat sama kamu," ucap Edgar memperingati lalu beranjak dari sana. Lakas menatap kepergian sang Papa dengan lesu. Kapan kayak dulu lagi, dimana Edgar menyayanginya.
•|•
Setelah tidur beberapa jam, Lakas sudah siap untuk pergi dari rumah. Jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Ia akan pergi ke suatu tempat, dimana ia bisa menenangkan diri setidaknya sampai hari esok.
Lakas mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi membelah jalan raya yang sudah sepi saat larut malam. Setelah sampai di tempat tujuannya, yaitu sebuah rumah sederhana yang hanya diisi satu orang pembantu rumah tangga. Ya, ini rumah Lakas. Lakas masuk ke dalam hanya untuk menaruh tas yang berisi seragam sekolah. Bi Yuni pasti sudah tertidur. Setelah menaruh tasnya di kamar pribadi, Lakas keluar lagi untuk datang ke rumah tantenya. Tante Nova sudah pulang ke Indonesia sejak dua hari yang lalu. Jadi, Lakas akan mengunjunginya meski sudah larut.
Setelah sampai di rumah Nova. Lakas menggedor-gedor pintu rumah megah milik tantenya itu. Sepuluh menit kemudian, seorang wanita dengan rambut yang acak-acakan keluar membuka pintu. Ia mengucek matanya yang lengket.
"Buset dah. Ini dah malem banget. Masih ada aja gitu yang datang?" gumam Nova menguap sebab ia masih mengantuk.
"Ini gue, Lakas," ujar Lakas. Nova yang mendengarnya langsung membuka mata lebar-lebar untuk memastikan jika orang didepannya itu benar-benar Lakas, keponakannya. Nova itu, adik Mama Lakas. Sedangkan Mama Lakas sudah meninggal dunia ketika cowok itu masih duduk di bangku lima SD.
"Astaghfirullahaladzim, keponakan terganteng gue datang," ucap Nova mencubit pipi Lakas dengan gemas. Matanya berbinar pertanda jika ia senang. Lakas yang mendapat perlakuan seperti itu dari Nova, memutar bola matanya malas.
"Gue kangen banget sama lo masa," ucap Nova dengan nada sedih yang jauh buat-buat. Setelah memperhatikan Lakas, Nova baru menyadari satu hal. Wajah Lakas penuh dengan luka-luka.
"Ini kenapa?" tanya Nova menyentuh luka yang ada di wajah tampan Lakas. Cowok itu menepis tangan tantenya agar tidak menyentuh wajah tampannya yang menjadi idaman kaum hawa.
"Biasa," jawab Lakas enteng.
"Berantem atau dipukulin Ayah lo?" tanya Nova dengan nada kesal. Lakas mengacak-acak rambut Nova hingga berantakan membuat wanita kepala tiga itu memberengut.
"Berantem," jawab Lakas. Tanpa menunggu persetujuan sang pemilik rumah, Lakas masuk begitu saja membuat Nova mengumpat dalam hati. Untung keponakan ye. Kalau bukan, udah gue benyek-benyek. Bohong mulu tuh bocah.
🍒🍒🍒
Telat banget Up:(
Maafin ya...
Jadwal Update nya setiap hari Jum'at harusnya. Berhubung kemaren ide mandek, jadi Up nya sekarang:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakasyila
Teen FictionPinter? Iya. Ganteng? Wo ,ya, jelas. Tapi kenapa lo gak suka sama gue? - J. Lakas Perdana Pinter? Lah iya itu otak lo. Ganteng? Iya Ganteng, kata orang itu juga. Menurut gue, muka lo itu bad. Gak ada manis-manisnya. Tambah lagi, katanya lo Bintang s...