Chapter 07 | Gadis Shalihah

21.4K 2.2K 200
                                    

Untuk hati yang dilanda kebingungan, tolong katakan jika ini memang dia. Dia si gadis yang selalu terbayang di pikiran. Aku harus bagaimana?

🥋🥋🥋


MENTARI pagi sudah nampak sejak tadi. Sinarnya menghangatkan diri sampai ia tak kunjung berpijak dari posisi. Indira sehabis melaksanakan shalat subuh berjamaah bersama Bunda. Bang Indra? Tentu saja di masjid. Ia lalu membereskan kamarnya yang agak berantakan sehabis ia tiduri semalam. Kata Bunda, menjadi seorang wanita tidak cukup hanya cantik saja. Harus rajin, dan bersih. Hal terakhir ini yang paling susah kebanyakan perempuan lakukan.

Untuk mengetahui seseorang itu rajin membersihkan rumah atau tidak, bisa dilihat dari dua tempat. Yakni kamar pribadi dan dapurnya. Indira sering membereskan kamarnya sehabis ia gunakan. Masalah dapur, terkadang bergantian dengan Bunda karena Indira sering kuliah pagi.

Tapi untuk opsi pertama, yakni soal kecantikan. Indira kurang percaya diri dengan ini. Untuk merawat kulit wajahnya saja, Indira jarang sekali mengenakan make-up. Boro-boro make-up, memakai lipstik saja Indira bisa dihitung jari memakainya dalam setahun terakhir ini.

Indira mengamati foto dalam dekapannya. Foto terakhir ia bertemu dengan almarhum Ayah. Foto itu menampilkan sesosok Isa, almarhum Ayah Indira yang sedang memegangi lengan Indira ketika pelulusan SMP sekitar empat tahun lalu. Isa tersenyum ke arah kamera ketika Indira mencium pipinya. Hal terindah terakhir hingga kejadian itu datang.

"Dek! Ayo sarapan. Habis itu Abang antar ke Pengajian sama Bunda." suara ketukan pintu dan disusul suara Indra cepat-cepat membuat Indira meletakkan bingkai foto tadi di atas nakas. Ia melangkah menuju pintu dan membukanya. Wajah Abangnya terlihat sangat jelas di matanya.

"Ayo sarapan. Dipanggil dari tadi juga." Indra mengusap kepala Indira sayang. "Abang aja udah rapi begini. Nih kamu lihat." ia menunjuk baju Indira yang masih mengenakan baju tidur. "Huu, payah lah. Niat ke Pengajian nggak sih?"

"Niat dong." Indira cemberut. "Yaudah nanti Indi nyusul ke bawah. Mau mandi dulu."

"Jangan lama-lama lho! Ntar Abang tinggal!"

"Iya-iya!" jawab Indira lalu menutup pintu kamarnya. Segera ia melangkah menuju kamar mandi.

🥋🥋🥋

Pagi-pagi seperti ini adalah hal yang tak boleh Azzam sia-siakan. Sekiranya memutari tiga kali putaran komplek perumahan, lalu melakukan push-up, sit-up, hingga back-up di depan rumah menjadi aktivitasnya sehari-hari. Terlebih, hari ini ia libur kuliah.

Keringat bercucuran di pelipis, namun Azzam tidak berniat menghentikan. Justru, ia menambah kecepatan larinya yang tinggal beberapa meter lagi.

Ia sampai depan rumah dan langsung meraih air mineral yang Almira sodorkan. Adiknya itu terlihat masih mengantuk. Azzam terkekeh. "Kenapa mukanya begitu? Abis dimarahin Umi?"

"Enggak," jawab Almira. Gadis itu mengucek kedua matanya. "Masih ngantuk, Kak."

"Ya tidur lagi. Repot banget sih Adik Kakak yang satu ini." Azzam mencubit pipi Almira. "Icha mana?"

"Di dalam. Bantu Umi masak."

"Tuh Adiknya aja bantu Umi masak. Kamu juga bantu Umi sana." Azzam menutup tutup botol mineral. Membuangnya di tong sampah depan rumah mereka.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang