Chapter 36 | Air Terjun

16.7K 2K 481
                                    

Katanya, sabar itu tak ada batasnya. Namun, itu hanya sebuah omong kosong. Sabar hanya untuk mereka yang dipilih Allah memiliki sikap istimewa. Kita? Manusia biasa yang memiliki batas kesabaran dan serta merta bisa kecewa dan sakit hati.

🥋🥋🥋

"BU, biar Indira bantuin ya, masaknya. Ibu masak apa?" Indira bertanya pada Ibu Sarinah, beliau sedang memasak di dapur saat Indira keluar dari kamar karena mencium aroma wangi masakan dari arah dapur. Jujur saja, Indira sangat lapar. Terakhir kali makan adalah saat di stasiun. Kini perutnya kembali keroncongan minta diisi. Sementara Indira juga tidak tahu dimana ia harus membeli makan di area dekat sini.

Bu Sarinah terlihat serius sekali memasak. Tangannya cekatan memasukkan bumbu-bumbu masakan. "Eh, nduk. Iki lho, Ibu masak ayam santan. Kesenengane Alma karo Bapak. Koe seneng to?"

*Hai, nak. Ini lho, Ibu masak ayam santan. Kesukaannya Alma sama Bapak. Kamu suka kan?

Indira terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak mengerti bahasa Ibu Alma. Lalu, terdengar langkah sandal jepit mendekat.

"Hei, Dir. Udah makan?"

Indira menggeleng. Bu Sarinah menggelengkan kepala melihat Alma pulang tidak membawa kantung plastik. "Ende minyak Ibu? Kok ora ono? Koe malah ngemuti permen."

*Mana minyak Ibu? Kok nggak ada? Kamu malah ngemutin permen.

Alma cekikikan. Ia kembali ke ruang tamu dan mengambil plastik belanjaannya. "Iki, Bu. Sing cepet yo Bu, wis ngeleh iki lho," ucapnya, membuat Bu Sarinah berdecak. "Nek arep cepet yo direwangi. Ojo merem wae ngedol tipi. Koe ki anak wedok, masa ora iso masak. Arep dipangani apa mengko bojomu?"

*Ini Bu. Yang cepet ya Bu, udah lapar ini.

*Kalau kau cepet ya dibantuin. Jangan merem aja lihat tv. Kamu ini anak perempuan maa nggak bisa masak. Mau dimakanin apa nanti suamimu?

Mendengar ucapan Ibunya, Alma merasa pipinya memanas. Apa-apaan sih Ibu itu? Masa baru juga kuliah sudah mengatakan suami? Hei, yang benar saja!

"Eh, Ibu lupa kalau kamu nggak bisa bahasa Jawa. Yasudah nih Ibu ulang ya." Bu Sarinah mengusap kepala Indira dengan sayang, sebagai bentuk permintaan maafannya karena mungkin saja ucapannya tadi membuat Indira paham. "Hai, nak. Ini lho, Ibu masak ayam santan. Kesukaannya Alma sama Bapak. Kamu suka kan?"

Indira mengangguk pelan. "Suka, Bu. Indi nggak milih-milih kok soal makanan. Yang penting sehat, dan Indi nggak kelaparan."

Bu Sarinah tertawa, begitu pula Alma. Lalu, mereka bertiga memasak ayam santan bersama. Membuat dapur yang biasanya sepi hanya Bu Sarinah, kini ramai oleh kejahilan Alma dan Indira. Mereka bersama-sama menghibur Bu Sarinah yang beberapa bulan ini kesepian.

Sekitar 30 menit kemudian, masakan selesai. Bu Sarinah meminta Alma untuk memanggil Pak Darmono yang sedang menanam cabai di samping rumah. Sementara Indira membantu merapikan meja makan.

"Wah udah matang, masakannya. Siapa yang masak?" Pak Darmono bertanya, beliau menaruh cangkul terlebih dahulu di dekat dapur agar tidak terinjak dan membuat terluka. Lalu mencuci tangan dengan sabun cuci tangan.

Ketika duduk, Pak Darmono melihat ada ayam santan di atas meja, ada juga ayam goreng dan sayur kacang lengkap dengan tauge.

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang