Chapter 49 | Cepat Sembuh, Mira

19.3K 2K 141
                                    

Kita tidak tahu kapan waktu ajal kita, kapan waktu kita diberi sakit, kapan waktu kita berduka, kapan waktu kita bahagia, kapan waktu kita kecewa. Yang jelas, perasaan itu hadir secara tiba-tiba. Almira tahu, sejak keberangkatannya ke Jogja, perasaannya memang sudah tidak enak. Ingin tak ikut, namun ia ingin sekali berkumpul bersama teman-teman seperjuangan sebelum berpisah untuk mencari jati diri masing-masing. Tetapi, salahnya ia tidak menuruti ajakan Fatin untuk jalan-jalan naik mobil saja daripada mendaki untuk mencapai puncak Tebing Breksi. Almira lebih memilih mendaki dengan berjalan kaki sendirian dengan alasan ingin mencari spot yang cocok untuk diabadikan di kamera DSLR yang digantung di leher.

Beberapa pemandangan berhasil ia bidik di kamera kesayangan. Hingga akhirnya Almira menoleh mendengar suara teriakan mengarah padanya. Almira ingin lari, tapi ia tak bisa. Roknya mempersulit ia berlari. Almira menyesal, mengapa ia memakai gamis? Padahal Ummi sudah menganjurkan agar ia memakai celana rok saja agar lebih mudah tetapi juga tidak mengumbar aurat sebagai seorang perempuan muslimah.

Nasi sudah menjadi bubur, tidak akan pernah bisa dirubah ataupun diperbaiki. Almira hanya bisa pasrah, apalagi saat merasakab kakinya tak bisa berderak ketika ia bangun. Kata Abi, kakinya lumpuh akibat patah di beberapa bagian. Almira meneteskan air mata, ketika Abi juga mengatakan lumpuhnya permanen dengan berbisik. Almira tegang, permanen? Tiba-tiba kepalanya pusing. Permanen? Yang Almira tahu, permanen itu selamanya.

Selamanya...

Ya Allah, sungguh berat ujian-Mu.

"Udah kak, jangan difikirin. Kakak makan dulu ya, habis itu minum obat. Biar cepat sembuh," ucap Alyssa. Adiknya itu mengangkat sendok berisi bubur yang Almira tahu rasanya hambar.

"Biar kita bisa main lagi, aku mau deh jadi model kakak. Nanti kita hunting. Tapi janji ya, foto Icha jangan di upload di sosial media. Nanti banyak yang naksir, hehe." gadis itu terkekeh, kekehan yang diselingi air mata. Alyssa tahu Almira sosok yang kuat, selama ini kakaknya tak pernah manja. Sekalipun pada Abi dan Ummi. Almira adalah panutannya. Setiap menginginkan sesuatu, Almira selalu menyisihkan uang jajannya untuk membeli barang tersebut. Berbeda dengan Alyssa yang selalu minta dibelikan ini itu pada orang tua.

"Sayang, dimakan dulu ya buburnya habis itu minum obat." Ummi mengusap kepalanya, tapi tidak bisa mengobati keresahan yang ada. Almira merasakan sesak luar biasa menghimpit dadanya. Sementara tangannya digenggam kuat oleh Bang Raihan. "Mira, ayo makan. Habis itu minum obat biar cepat sembuh. Nanti kita video call sama Aira dan Aesya ya. Kangen kan sama kembarnya Abang?"

Tetap tidak mempan.

Amalia menangis didekapan Anzar. Ia tidak tega melihat putrinya seperti itu. Ia dipapah keluar oleh Anzar. Amalia harus tenang dulu. Almira tidak boleh melihat orang di sekitarnya bersedih karena akan membuat mentalnya untuk sembuh menurun. Almira bisa saja trauma dari kecelakaan itu. Bayangkan, Almira harus kehilangan pijakannya untuk selama-lamanya.

"Hiks.. Mira.. Mira lum-puh..., Mira nggak mau.. Mira mau seperti awal lagi...," katanya, membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan menangis.

"Tenang, dek. Kamu pasti bisa lewatin ini," ucap Azzam, ia menggenggam tangan Almira bergantian dengan Raihan. Sementara Alyssa ikut keluar bersama Abi dan Ummi karena tidak tahan lagi. Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata.

"Mira.. Mira nggak bisa jalan lagi.. Mira nggak bisa main lagi.. Mira nggak bisa bantu Ummi atau Abi lagi.. Mira nggak bisa kuliah.. Mira-" ucapannya terpotong dengan sebuah pelukan erat. Pelukan yang sejak tadi Almira butuhkan. Almira mencurahkan segala isi hatinya di pelukan Raihan. Azzam mengusap punggung Almira yang bergetar.

"Stt, udah jangan nangis. Mira kuat, Mira pasti bisa lewatin ini. Ingat, Allah tidaka akan memberkan cobaan jika hamba-Nya tidak mampu. Nah, Allah pasti tahu Mira bisa lewatin ini, makanya Allah kasih cobaan untuk Mira. Sayang, udah, jangan bersedih. Masih ada Abi, Ummi, Abang, Kak Azzam, sama Icha yang sayang sama Mira. Udah ya..." pada faktanya, Raihan tetap meneteskan air mata. Meski dirinya adalah dokter spesialis jantung, tetap saja sewaktu ia kuliah, ia mempelajari berbagai macam penyakit, gejala dan penanganannya. Mengenai patah tulang, mungkin masih bisa diobati. Namun, yang dialami oleh Almira adalah bagian tukang keringnya patah dan retak. Itu yang membuat syaratnya mati rasa. Hingga akhirnya dokter mendoagnosa Almira lumpuh. Tetapi, tak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Sehingga, apapun cobaan dari-Nya, sebaiknya jangan disesali. Lebih baik perbanyak berdoa agar Allah memberikan kebaikan-Nya untuk kita.

Selanjutnya, Almira bisa tertidur karena Raihan menyuntikkan obat penenang yang ia minta dari suster yang menanagani. Awalnya suster tersebut menolak, bisa saja Raihan bukan orang yang bisa dipercayai. Tetapi Raihan kemudian bisa mendapatkan suntikan itu berkat menunjukkan kartu identitasnya jika ia adalah seorang dokter spesialis jantung. Raihan sudah menduga, jika kemungkinan besarnya Almira trauma dan akan depresi. Ini sudah sering terjadi dan sering Raihan tangani.

"Gak apa-apa kalau Mira disuntik, Bang?" tanya Azzam. "Kasihan Mira. Padahal, kemarin hari ulang tahunnya. Tapi takdir Allah memang tidak terduga. Mungkin bagi Mira, ulang tahunnya tahun ini akan jadi ulang tahun terburuk sepanjang masa hidupnya."

Raihan tidak mengiyakan. "Untuk sementara saja." kemudian ia menghela napas panjang. "Ya, tidak ada yang tahu kapan kita sakit. Sebaiknya, kita serahkan semuanya sama Allah. Jangan lupa berdoa. Semoga kita dapat petunjuk bagaimana cara penyembuhannya."

"Iya, Bang," jawab Azzam, lesu. Kemudian hening.

***

"Mas, dimakan. Aku tadi beli diluar. Kamu belum makan kan?" Atthaya menyodorkan sekantung plastik. "Isinya nasi padang. Aku nggak tahu kamu suka apa enggak sama rasanya, tapi kata Ummi, kamu suka rendang. Apalagi pakai sambel ijo."

Azzam menerima makanan dari Atthaya. "Yang lain gimana?"

"Udah juga, tadi sekalian beli banyak. Jangan lupa dimakan lho!" tegur Atthaya. "Jangan sampai sakit, nanti yang lain tambah cemas."

"Iya, thanks," ucap Azzam. Ia kembali menatap luar melalui jendela.

"Ah kayak sama siapa aja." Atthaya tersenyum. Kemudian ia teringat jika Azzam mengatakan akan terapi untuk penyenbuhan kakinya. Menurutnya itu lebih baik. Daripada didiamkan berlama-lama dan malah membusuk. Atthaya menyarankan agar Azzam terapi dirumah sakit yang kualitasnya bagus. Atau diluar negeri. Siapa tahu, disana juga ada dokter hebat yang bisa menyembuhkan Almira meski tidak mudah.

"Sepertinya enggak, gue terapi di rumah aja atau dirumah sakit. Tapi tetap di Indonesia. Kalau untuk Mira, gue masih belum tahu. Kondisinya masih belum stabil untuk sekarang."

Atthaya mengangguk. Ia turut berduka mendengarnya.

"Yaudah kalau gitu. Kita sholat ashar berjamaah dulu yuk. Doain Mira biar cepar sembuh."

Azzam mengangguk. Kemudian mereka bersama yang lain sholat berjamaah di mushola rumah sakit.

***

[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang