Menikah itu suci, untuk menyatukan dua hati. Membatasi dinding yang ada dengan kekuatan cinta.
🥋🥋🥋
"MAAFKAN Kakek, Zam. Kakek tidak bisa berbuat apa-apa. Anzar memang keterlaluan. Menikahkan kamu dengan Atthaya padahal Abimu tahu sendiri jika kamu tidak mencintai perempuan itu," ucap Anugerah frustasi. Azzam yang duduk di kursi roda, tersenyum tipis. Memandangi kolam renang melalui kaca yang membatasi. Sudah cukup, Kakeknya sudah berbuat terlalu banyak usaha untuk meluluhkan hati Abinya. Setiap malam, Azzam bisa mendengar jika Kakek Anugerah dan Abi Anzar terlibat debat di ruang kerja Anzar. Satu yang Azzam tahu, Kakeknya pasti terus membujuk Abinya untuk tidak menikahkannya dengan Atthaya.
Azzam tidak bisa berbuat apa-apa lagi, selain hanya bisa berserah diri pada Allah. Azzam yakin, Allah akan memberikan takdir terbaik untuk hamba-Nya. Apalagi, mengenai urusan jodoh. Jembatan untuk mendapatkan keturunan shaleh dan shaleha.
Malam-malam sebelumnya, Azzam sudah mengatakan pada Umi, jika ia tidak mencintai Atthaya. Jadi, jangan salahkan jika saat ia menikah dengan Atthaya, ia tidak akan menyentuh Atthaya. Jujur saja, ini memang berat dan rasanya tidak pantas. Jika ia menikah dengan Atthaya, maka sudah wajib dirinya menyentuh Atthaya karena Atthaya sudah halal untuknya. Namun, Azzam berpikir jika itu akan menyakiti hati Atthaya karena ia tidak mencintainya.
Saat itu, respon Amalia hanya berkaca-kaca lalu mengangguk. Memeluk Azzam dengan tenang. Mengatakan jika tidak apa-apa. Semuanya akan terjawab suatu hari nanti. Benarkah Atthaya jodohnya, atau malah sebaliknya.
"Kakak mencintai Indira, Umi. Sungguh. Apa Umi ingat Indira?" pertanyaan itu sukses membuat Amalia melongo tidak percaya. Tunggu.. ia berpikir keras. Siapakah gerangan Indira. Ah, saat ia ingat Indira adalah gadis imut yang menjenguk Azzam kala itu, ia sungguh bahagia. Ternyata, tak hanya dirinya yang menyukai sosok Indira. Ternyata, anaknya juga. Amalia menyukai Amalia karena Indira adalah anak yang baik, sopan, dan sederhana. Sementara Azzam, menyukainya karena dari hati.
"Apa Indira tahu kamu menyukainya, Kak?" gelengan kepala Azzam membuat Amalia tersenyum sendu. Apalah artinya ia sebagai seorang Ibu, jika tidak bisa membuat anaknya bahagia. Amalia merangkum wajah frustasi Azzam. Mengecup dahinya sebagai penenang seperti biasa. "Apa Kakak udah shalat istikharah?"
Azzam mengangguk cepat. "Tapi, Allah tidak kunjung memberikan Azzam jawaban, Umi. Masih samar. Yang jelas, perempuan itu berhijab. Sementara, Atthaya dan Indira sama-sama berhijab," jawab Azzam, suaranya lirih. Baru kali ini ia seperti ini. Padahal dulu, ketika ia melihat Cyrra menikah dengan Bang Raihan, ia biasa saja. Azzam masih bisa tersenyum dan meledek keduanya karena akan menikah.
Tapi, kali ini? Mengapa semua sulit? Semuanya rumit untuk dipecahkan.
"Maaf, Sayang. Umi tidak bisa berbuat apa-apa. Hati Abi sudah terlalu keras untuk dikukuhkan." terdengar nada kekesalan dan juga penyesalan dalam ucapan Uminya, Azzam mengangguk. Lalu, meminta agar Amalia tidur saja karena malam sudah semakin larut. Nanti Abinya curiga karena Umi tidak kunjung kembali ke kamar.
"Tidak apa-apa, Kek. Lagipula, masih ada jangka satu bulan lagi sebelum pernikahan itu terjadi. Azzam akan terus berdoa pada Allah agar Abi cepat sadar, bahwa apa yang telah Abi lakukan tidak benar. Abi terlalu memaksakan kehendaknya, Kek."
"Ya, kamu benar, nak." Anugerah menawarkan teh hangat buatannya sendiri untuk cucunya itu, kepulan asap dari teh tersebut menandakan jika teh itu masih panas. Azzam mengangguk, mengucapkan terimakasih karena Kakeknya sudah mau repot-repot membuatkan teh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NUG's 3✔] SENPAI, Ana Uhibbuka FILLAH
EspiritualNUGRAHA SERIES : GENERASI #2-2 ___ Trilogy of [Assalamualaikum Calon Abi] *** Ini tentang perkara hati dan janji. Indira Mahestri, seorang mahasiswi polos di Universitas Dharma. Semua orang menyukainya karena Indira begitu baik dan suka membantu ses...