Hari ini, kami dapat tugas kelompok geografi dari Bu Utami sebagai gurunya. Kami semua dibebaskan untuk menentukan kelompoknya masing-masing. Setiap kelompok berisi 10 orang. Aku satu kelompok dengan Dila, Nafya, Puput, Diffa, Ardi, Farel, Roy, Rizqi, dan Aji.
Kami semua sepakat untuk mengerjakannya di rumah Rizqi. Sepulang sekolah kami semua segera menuju ke rumah Rizqi.
Kami diberi waktu satu minggu untuk mengerjakannya. Jadi bisa agak santai. Sambil mengerjakannya, kami juga bercanda, makan bersama, dan melakukan hal lain supaya tidak bosan karena terus-menerus berkutat dengan tugas dan pelajaran. Namun ditengah-tengah senda gurau itu, entah terbawa perasaan atau bagaimana, Puput bisa jatuh cinta kepada Ardi. Aku sendiri yang mendengarnya pun kaget. Entah sikap Ardi yang mana yang membuat dia jadi terbawa perasaan. Rumah Rizqi sudah menjadi saksi dan tempat utama yang menyebabkan Puput jatuh cinta kepada Ardi. Dan ini semua juga gara-gara tugas kelompok yang diberikan Bu Utami.
Saat itu Puput minta tolong supaya aku mendekatkan dia dengan Ardi. Walaupun sebenarnya aku agak cemburu, tapi aku terima permintaannya karena aku ingin melihat temanku bahagia. Toh, aku juga masih punya Rahman, kan? Dan siapa tahu dengan cara ini aku jadi bisa melupakan Ardi kalau dia benar-benar jadian dengan Puput. Aku tak mau terus-menerus cinta kepada dua hati begini. Puput minta tolong kepadaku karena dia tahu kalau aku dan Ardi itu sangat dekat. Jadi, dia pikir mungkin aku bisa bicara kepada Ardi sekaligus membujuknya juga.
Di jam istirahat, saat aku dan keempat temanku itu duduk duduk di teras kelas, tiba-tiba Puput pindah tempat duduk yang tadinya diujung sebelah Diffa, jadi duduk disebelahku.
"Ra, lo tau gak? Hehehe," ujar Puput seraya senyum-senyum tanpa henti sedari tadi.
"Lo kan belom ngasih tau, gimana gue bisa tau!" Jawabku ketus. Dia sudah mengganggu acara makanku.
"Lo gak tau gue suka sama siapa, Ra?"
"Siapa emang?" Jawabku cuek.
"Tebak dulu dong."
"Males, ah, tebak tebakan." Tapi aku berpikir sejenak. Dan entah kenapa, yang muncul di otakku malah Ardi. Karena seingatku sewaktu kerja kelompok di rumah Rizqi kemarin, Ardi dan Puput itu berdua-duaan terus.
"Ardi?" Tebakku setelahnya. Padahal tadi aku bilang malas tebak-tebakan. Manusia memang kadang bisa selabil itu.
Puput hanya senyum-senyum tidak jelas, membuatku jadi bergidik sendiri. Jangan-jangan dia kesurupan? Bahaya juga kalau cinta sama Ardi membuat orang jadi seperti ini. Apa aku nanti akan jadi korban selanjutnya jika aku benar-benar jatuh cinta pada cowok itu, ya? Merinding juga.
"Eh, jawab dong! Malah senyum-senyum gak jelas," bentakku ke Puput. Aku sedang malas meladeni dia yang kadang-kadang suka aneh seperti ini.
"Ih, kok lo bisa tau, sih?" Dia malah bertanya balik masih dengan senyum-senyum.
"Iyalah, gue baca pikiran lo," jawabku sekenanya.
"Seriusan lo bisa baca pikiran orang, Ra?" Puput terlihat antusias. Bisa-bisanya dia percaya.
"Hahaha, ya nggaklah! Gue nebak nebak aja."
"Tapi.. lo mau gak bantu gue?"
"Bantu apaan?"
"Lo kan deket tuh sama Ardi, bisa nggak lo nyomblangin gue sama dia? Pleaseeee, lo kan temen gue yang paliiiing baik. Pasti Ardi mau kalo lo yang bilangin ke dia." Puput mencoba merayu rayu. Awalnya aku ragu, tapi, ya sudahlah demi kebahagiaan teman. Tidak ada salahnya, kan?
"Hmm.. Gimana ya?" Kataku pura-pura berpikir.
"Boleh laah. Ya, ya? Pleaseee.."
"Iya, deh. Tapi gue gak bisa jamin seratus persen buat bikin lo jadian sama dia. Jadi kalo dianya gak mau lo jangan salahin gue, ya?" Jelasku. Aku tak ingin menanggung risiko apapun. Jadi jangan salahkan aku jika seandainya Ardi nya tidak mau.
"Iya iyaa, hehehe.. Makasiiih yaa, aduuh baik banget, sih, lo jadi temen."
Puput terlihat bahagia sekali. Mungkin karena sedang jatuh cinta, ya? Dia terlalu menggebu-gebu sampai tak menghiraukan aku yang sedang bicara bahwa aku tak bisa menjamin rasa sukanya terhadap Ardi bisa menjadi sebuah hubungan yang nyata.
* * *
Saat pulang, aku mencoba untuk membicarakannya dengan Ardi. Aku menghadang cowok itu yang hendak beranjak keluar kelas karena bel sudah berbunyi. Karena Ardi duduk di depan mejaku dengan Nafya, aku bisa dengan cepat menahannya.
"Eh, Di, bentar dulu, deh, gue mau ngomong," ujarku sambil menepuk pundaknya.
"Ngomong apa?"
"Puput suka sama lo."
Ardi hanya ber-oh ria. Reaksinya biasa saja.
"Ih, kok lo biasa aja, sih?"
"Ya emang harus gimana?"
"Ya kaget kek, seneng kek, apa kek gitu," ujarku protes.
"Waah, aku kaget, Raa. Sumpah kaget bangeet," kata Ardi dengan nada yang dilebay-lebaykan.
"Idih, jijik gue dengernya."
"Lah, katanya tadi disuruh kaget. Gimana, sih?"
"Lo tembak, gih. Kan, lo lagi jomblo juga."
"Eits, maen nyuruh tembak tembak aja lo, gak mau ah. Gue gak naksir dia. Nanti aja deh ngomongnya gue mau pulang, ada urusan," katanya santai.
"Halah, emangnya ngurusin apaan sih lo? Sok sibuk banget," cibirku kesal. Cowok satu ini tidak pekanya kelewatan.
"Udah deh, besok aja ngomongnya ya, bye, Ra." Ardi langsung berlalu meninggalkanku.
Sepertinya dia menganggap perasaan cinta Puput kepadanya itu tak terlalu penting. Dia tidak tahu kalau Puput hampir seperti kehilangan kesadaran lantaran sedang jatuh hati kepada sosok ketua kelas X IPS 1 itu. Lagipula aku tak habis pikir apa yang dilakukan Ardi saat di rumah Rizqi kemarin kepada Puput sampai cewek itu dengan begitu mudahnya jatuh cinta. Jurus semar mesem, kah?
* * *
To be continue..♥️
Budayakan vote setelah membaca😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Platonic Love [Completed]
Teen FictionJika kamu berpikir bahwa setiap dua insan yang saling mencintai pasti akan bersama dengan cerita yang indah, maka kamu salah. Jika kamu berpikir bahwa setiap cerita cinta kebanyakan hanya manis di awal dan pahit di akhir, mungkin itu benar. Tapi bag...