17. Annoying Matchmakers-2

43 5 0
                                    

Hati bukanlah hal yang pantas untuk dijadikan permainan.
Ayolah, cinta tidak sebercanda itu!

* * *

"Bunganya ambil dulu, dong," kata Ardi.

Anehnya, aku menurut saja mengambil bunga mawar itu dari tangan Aji.

"Udah-udah, bubar. Duduk di bangkunya masing-masing ya teman-teman sekalian. Acaranya masih to be continue, karena tokoh utama mau mikir dulu," ujar Ardi dengan gaya sok berwibawa.

Aku menatap bunga mawar di tanganku ini. Tidak lain dan tidak bukan adalah bunga yang diberi oleh Aji saat menyatakan perasaannya tadi.

Tunggu! Aku ingat sesuatu.
Bunga mawar ini...

Bunga milik Ardi yang akan diberikan kepada pacarnya, Dita. Sumpah, kalau ternyata memang benar dia meminta ini dari Ardi, kupastikan bunga ini akan segera mendarat ke kotak sampah.

Seingatku, waktu itu Ardi membeli bunga ini dari Arsya, teman sekelasku. Karena Dita lebih suka mawar yang berwarna merah muda, berbeda dengan warna bunga ini yaitu merah terang, jadi dia urungkan niatnya untuk memberi bunga ini kepada pacarnya itu. Lalu membeli lagi bunga mawar yang berwarna merah muda.

Lalu apa namanya ini? Bunga bekas? Bukannya aku tak mau menghargai pemberian orang, tapi.. Rasanya miris jika aku menerimanya.

Ini semua terjadi gara-gara Ardi. Dia benar-benar mak comblang yang menyebalkan! Ralat, karena dia laki-laki, berarti Ardi adalah pak comblang yang menyebalkan!

"Ra, lo mau nerima dia?" Tanya Nafya dengan nada menginterogasi.

"Nanyanya biasa aja, gak usah sinis gitu."

"Hehe, ya enggak. Soalnya gue gak habis pikir kalo lo sampe beneran mau sama dia."

"Memangnya kenapa?"

"Ya nggak apa-apa sih. Cuma--"

"Naf, lo inget gak sih bunga ini?" Tanyaku memotong ucapan Nafya sambil menunjukkan bunga yang sedang aku pegang.

Nafya mengernyitkan dahi, nampak bingung. "Emang kenapa sama bunganya?"

"Serius lo nggak inget?"

"Mirip kayak bunganya Ardi yang beli dari Arsya, deh. Yang mau dikasih ke Dita tapi gak jadi itu," kata Nafya akhirnya setelah mengingat sesuatu tentang bunga itu. Sama sepertiku, Nafya juga mengira kalau bunga itu memanglah bunga—bekas—Ardi. Oke, semua bunga bisa nampak sama walau sebenarnya berbeda. Tapi entah mengapa aku benar-benar yakin kalau ini memang bunganya Ardi.

"Gue juga mikirnya gitu. Apa mungkin dia beli sama Arsya, bukan minta sama Ardi?"

"Tapi ini sama persis, Ra!"

"Ya tapi gue bing--"

"Sya, ini bunga yang lo jual, kan?" Tanya Nafya kepada Arsya yang duduk di belakang bangkuku dengan Nafya.

"Iya. Kenapa? Bunga yang lo pesen baru ada besok," jawab Arsya setelah memasati bunga yang dipegang Nafya sejenak.

"Bukan, gue mau tanya, si Aji kemaren ada beli bunga sama lo yang persis kayak gini nggak?"

Platonic Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang