"Kalo gitu, boleh nggak gue bikin lo tambah bingung?
"Hah? Maksudnya?"
"Lo mau nggak jadi pacar gue?"
Apa sekarang aku sedang bermimpi? Kalau iya, tolong bangunkan.
"P-pacar?"
"Iya, pacar."
Ah, ini gila. Belum juga aku jawab yang kemarin, ini malah bertambah. Sekarang aku harus apa?
Satu hal yang aku yakini, perasaanku kini berbeda dibandingkan saat Ardi menembakku kemarin. Aku tidak merasakan sesuatu yang aneh saat dekat dengan Farel. Yang pasti, aku tahu aku tidak punya perasaan apapun terhadapnya.
"Kok diem?" Katanya menyadarkanku dari lamunan.
"Hah? Eee.. nggak kok, nggak papa."
"Jadi gimana?"
Beruntung, hujan berhenti di saat yang tepat.
"Emm, hujannya udah reda tuh, Rel. Kita pulang sekarang aja, ya? Udah sore nih, takutnya nanti nyokap gue nyariin." Aku beralibi. Berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Farel memberikan helm kepadaku.
"Jawabannya gue tunggu lho, Ra. Jangan pura-pura lupa."
* * *
"Nah loh sukurin, pusing pusing dah lo," ucap Risa—teman dekatku yang kedua di kelas setelah Nafya.
"Gimana dong, Ris?"
"Yah terserah elo lah, mau pilih siapa," jawabnya cuek.
Menceritakan hal ini kepada Risa hanya membuat semakin pening. Apalagi jika cerita dengan Nafya. Yah, mau bagaimana lagi? Mau cerita ke seluruh orang di dunia pun keputusan tetap ada di tanganku. Kalau aku masih saja bingung berkepanjangan seperti ini, lantas bagaimana menjawabnya?
Dasar aku memang aneh. Kenapa juga aku harus bingung memikirkan ini sampai pusing tujuh keliling? Harusnya aku jawab saja apa yang memang seharusnya dijawab. Iya kan?
Aku segera beranjak dari tempatku duduk sekarang. Sekarang juga aku harus menemui Ardi untuk menyelesaikan semua. Berikutnya, baru Farel. Ya, tidak perlu memusingkan kepalaku sendiri lagi.
"Eh, mau kemana lo?" Risa menahan tanganku.
"Mau nyari Ardi."
"Ngapain?"
"Kepo."
Aku pun melesat keluar kelas. Takutnya nanti Risa menyusulku. Kalau sudah dia ikut campur, nanti malah jadi tambah runyam.
Aku berjalan entah mau kemana. Mencari keberadaan Ardi di sekolah yang luas ini tentu saja tidak mudah. Mengingat dia yang tempat nongkrongnya sering berpindah-pindah, jadi aku akan sulit mencarinya.
Untuk tempat pertama yang kemungkinan Ardi ada di sana, kantin. Ini sedang jam istirahat, jadi mungkin saja dia di sana.
Aku pun berjalan menuju kantin sembari menoleh ke kanan dan kiri, siapa tahu bertemu dengannya di jalan. Namun hingga aku sampai di pintu kantin, aku belum juga menemukan batang hidungnya. Apa mungkin dia ada di kantin lantai dua?
KAMU SEDANG MEMBACA
Platonic Love [Completed]
Ficção AdolescenteJika kamu berpikir bahwa setiap dua insan yang saling mencintai pasti akan bersama dengan cerita yang indah, maka kamu salah. Jika kamu berpikir bahwa setiap cerita cinta kebanyakan hanya manis di awal dan pahit di akhir, mungkin itu benar. Tapi bag...