Senin pagi seusai upacara, seperti biasanya, semua siswa kelas X IPS 1 akan segera mengganti seragam dengan baju olahraga, dan bergegas menuju ke lapangan agar tak dihukum oleh Pak Indra. Setelah 3 jam berlangsung, pelajaran selesai. Aku langsung menuju ke kantin, hendak membeli minuman untuk menghilangkan dahaga yang ditahan sejak pelajaran olahraga tadi. Namun setibanya di kantin, aku malah ditagih sesuatu. Yaitu jawaban atas pertanyaan Roy kemarin.
"Vira," panggil Roy yang berada tepat di samping meja yang aku tempati sekarang. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
"Gimana?"
Aku tahu, yang dia maksud adalah jawaban atas pertanyaannya kemarin. Aku kumpulkan semua keyakinan untuk menjawab pertanyaan Roy sewaktu di cafe kemarin. Dari semalam aku sudah memikirkannya. Setelah mengambil napas, aku pun mencoba untuk berdiri dan menatapnya.
"I-iya, gue ... gue mau."
"Bener?"
Aku mengangguk dua kali untuk memperjelas jawaban.
"Makasih, ya," katanya seraya tersenyum sumringah.
Aku tak tahu apa yang membuatku menerimanya. Aku memang belum mencintainya, tapi seiring berjalannya waktu mungkin aku benar-benar bisa mencintainya. Mungkin.
* * *
"Jadi udah jadian, nih? PJ gue jangan lupa, ya!" Seru Ardi heboh.
"Gue juga! Awas aja ya kalo gue nggak dibagi," Nafya menimpali.
Lalu dilanjutkan dengan kehebohan anak-anak sekelas yang sudah mendengar berita itu.
Apa keputusanku ini benar atau tidak, aku juga tidak tahu. Tapi sejak tadi, setelah Nafya dan Ardi sibuk meminta-minta pajak jadian, mereka jadi diam. Aneh, biasanya mereka tidak akan berhenti bicara, apapun akan menjadi bahan celotehannya, tapi tidak kali ini. Apa mereka masih menyembunyikan sesuatu?
"Lo kenapa deh, Naf? Kok tiba-tiba diem, kesambet?" Aku bertanya.
"Gak kok. Oh iya, lo udah tau belum? Ardi sama Dita putus."
"Hah? Emang iya, Di?" Tanyaku histeris kepada Ardi.
"Iya," jawabnya singkat seraya tersenyum kecut. Jika diperhatikan, dia memang agak berbeda hari ini. Seperti terlihat ... galau? Entahlah. Mendengar berita yang disampaikan Nafya barusan, sepertinya memang benar Ardi sedang galau.
"Kenapa?"
"Gak apa-apa. Udah gak usah mikirin gue, mending lo sama Roy jajanin gue sekarang."
"Set dah, lo lagi galau gini aja masih tetep nyebelin ya, Di?"
* * *
Jam pelajaran terakhir kali ini adalah pelajaran ekonomi. Karena sekitar setengah jam lagi pulang, jadi Nafya dan aku tak berniat mengerjakan soal yang ada di papan tulis. Paling juga jadi PR. Kami hanya menyalin soalnya lantas pura-pura mengerjakan kalau-kalau Bu Asri—guru ekonomi tersebut sedang mengamati.
Sepersekian detik kemudian, ponsel Bu Asri berdering. Kemudian beliau mengangkat panggilan dan keluar dari kelas. Banyak yang berucap syukur karena barang lima menit saja guru itu keluar, mereka bisa menyontek.
Berbeda halnya denganku. Jika mereka semua sibuk dengan tugas masing-masing, aku malah semakin penasaran apa yang sebenarnya tidak aku ketahui dari Nafya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Platonic Love [Completed]
Ficção AdolescenteJika kamu berpikir bahwa setiap dua insan yang saling mencintai pasti akan bersama dengan cerita yang indah, maka kamu salah. Jika kamu berpikir bahwa setiap cerita cinta kebanyakan hanya manis di awal dan pahit di akhir, mungkin itu benar. Tapi bag...