20. New Lover

51 4 0
                                    

Hari ini masih seperti kemarin. Sikap ketiga temanku itu masih suka senyum-senyum tak jelas dan masih suka memberi kode-kode ambigu. Terlebih Roy. Akhir-akhir ini dia selalu mengirim pesan, dan bahkan di sekolah pun dia bersikap perhatian yang tak seperti biasanya. Apa dia.. Ah, sudahlah. Untuk apa aku berpikir seperti itu? Lagipula dia temanku, masih bisa dikatakan wajar  jika dia seperti itu, 'kan?

Namun entah mengapa aku penasaran dengan orang yang disebut-sebut Ardi bahwa dia menyukaiku. Siapa dia?

Aku yang sedang sibuk bermain dengan pikiranku sendiri pun tersentak kaget ketika Nafya menggebrak meja secara tiba-tiba.

"Ngagetin aja lo!" Aku mengelus-elus dada menetralkan detak jantungku.

"Lagian lo ngapain ngelamun? Bentar lagi bel masuk, gak laper apa lo?"

Benar juga. Sekitar 10 menit lagi pelajaran akan kembali dimulai tapi aku belum mengisi perut yang dari tadi sebenarnya sudah teriak-teriak meminta jatah. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri.

"Eh, iya ya? Temenin gue ke kantin dong, Naf!"

"Nggak, ah. Gue baru aja sampe dari kantin."

"Ris, temenin ke kantin, dong," bujukku pada Risa yang sedang duduk di bangkunya.

"Ayo."

Saat aku dan Risa hendak melangkah ke luar kelas, kami bertemu Roy diambang pintu.
"Mau kemana, Ra?"

"Ke kantin," jawabku singkat.

"Oh, mau beli apa? Mau gue aja yang beliin?"

Aku malah membalasnya dengan tatapan bingung lantas mengerling ke arah Risa dengan tatapan yang sama. Apalagi ini? Lagi-lagi dia aneh. Biasanya dia tidak pernah seperti ini.

*  *  *

Bel pertanda waktu belajar hari ini telah usai sudah berdentang beberapa menit yang lalu. Seluruh siswa telah berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing hendak pulang. Seperti halnya aku dan Dila yang sedang berjalan keluar dari area sekolah menuju warung depan lorong sekolah, tempat biasa kami menunggu angkot. Aku dan Dila memang sering menunggu tranportasi umum itu bersama walau tidak naik di angkot yang sama karena rumah kami berbeda arah.

"Vira," ujar sebuah suara yang sudah familiar ditelingaku. Itu Roy. Selayaknya orang normal ketika dipanggil, aku pun menoleh ke belakang untuk menyahuti panggilannya.

"Lo pulang sama siapa?" Tanya cowok itu sesaat setelah aku menoleh dan membalikkan badan.


Lagi-lagi aku bingung. Entah mengapa setiap dia seperti ini kepadaku, aku hanya bisa bersikap bingung seperti orang bodoh. Seperti sekarang ini, aku hanya menaikkan kedua alis dan menatapnya bingung tanpa menjawab pertanyaannya.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Empat detik.

Lima detik.

"Heh! Kok malah bengong, sih? Ditanyain, tuh!" Seru Dila sambil menyenggol lenganku kuat.

"Eh? Eee.. g-gue pulang sendiri. Kenapa emang?" Jawabku masih dengan tatapan bingung. Jika saja Dila tadi tidak menyadarkanku, mungkin sampai sekarang aku masih bengong.

Platonic Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang