SoLo = 5

2.4K 155 2
                                    

Masih Yujin's

Lagi ena-enanya tidur, kakiku berasa ada yang jilatin.

Pelakunya udah pasti Joko, kucingku yang imut tapi kadang nakalnya minta dijadiin kucing goreng garing.

Kenalan dulu sama Joko. :*

Aku berentiin dia yang masih jilat-jilat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berentiin dia yang masih jilat-jilat. "Joko, ya ampun, berenti!"

Kucing itu berenti menjilat kakiku. Mendesis, terus lari keluar kamar.

Di pintu ada yu' Yena lagi bersidekap dada. Muka minta dinistain sama bibirnya yang monyong sampe korea. "Bangun, gak mau sekolah? Kalah lu sama Joko!"

"Yu, bacot anjeng."

"Oh, berani sama gua lu ya??" yu' Yena nyamperin aku yang masih di kasur, tangannya di pinggang.

Pagi-pagi kupingku udah ditarik aja sama manusia bebek satu ini. Jelas aku meringis gara-gara dijewer. "Yu' sakit! Adudu, sakit!"

"Nama ayuk' Yena, bukan adudu."

Tangannya yang jewer berhasil kulepas. Aku muter mata keliling dunia. "Garing, najes."

Kebiasaan buruk mereka gak berubah sama sekali.

Ngaretnya itu lho, janjian jam sekian, datangnya jam sengini.

Masih mending mereka datang. Dari pada yang bilang ada urusan, padahal mah males. Yang begini nih anak yang minta dipites. Untung mereka kakak kelas.

Tapi ya, gak gitu juga! Aku jadi pusing sendiri ngurus osis yang gak becus ini.

"Cuma segini? Mana yang lain?"

Aku liat cuma beberapa orang doang yang datang rapat osis. Padahal aku cuma mau ngomongin perihal lomba sebentar doang. Kayak yang bakal mati kalau ikut rapat.

Sabar, Yujin. Sabar.

"Kayaknya pada gak bisa," jawab Jiheon.

"Yaudah, kalian nanti infoin aja buat yang gak datang." Aku menghela napas frustasi. Mereka bener-bener gak bisa diajak kerjasama, maunya udah tinggal jadi.

"Masing-masing bidang udah punya tugas dan kewajiban. Saya gak mau ada yang ini kerja dan yang ini malah santai. Semua harus kerja untuk event kali ini.

Ada yang keberatan sama tugasnya?"

Mereka menggeleng dengan tegas. "Gak ada."

"Untuk kali ini, itu aja yang saya sampaikan, dimohon untuk kerjasamanya demi keberhasilan sekolah kita. Kalian boleh kembali," ucapku menutup rapat di ruangan dengan meja bundar ini.

Semuanya berbarengan keluar, cuma tinggal Jiheon dan Jihoon di ruangan. Sikembar itu natap aku dengan pandangan kayak mau berak.

"Kalian? Kenapa gak balik?"

Jiheon ngegeser kursinya biar mendekat. "Ada sesuatu yang pengen Jihoon sampein ke kamu."

"Kok gua?" tanya Jihoon yang segera dibalas Jiheon tatapan tajam, setajam omongan bu Dendang.

Lalu akhirnya yang lebih tua ngalah demi adiknya. "Kak Yuju gak bisa berkewajiban osis dulu. Selain dia udah kelas 12, kak Yuju juga lagi perawatan di Singapura demi kesehatannya."

Aku gak tau sebelumnya. Kukira kak Yuju emang cuma sakit demam biasa, nyatanya sampe harus ke Singapura.

"Kalian tau dari mana? Kok gua malah gak dikasih tau?"

"Emm, anu." Jiheon dan Jihoon berbarengan menggaruk kepalanya. Anak kembar ngapain aja bareng ternyata.

"Sebenernya juga ini kak Yuju gak bolehin kita ngasih tau kamu," kata Jiheon akhirnya jujur.

"Dia gak enak sama lu yang jadi kerja sendiri tanpa dia nanti." Jihoon nambahin.

"Tapi 'kan kalo gini, jadi gua yang gak enak sama dia." aku menghela napas, ngacak-ngacak rambut biar berantakan. "Selama dia sakit gua bawel banget sama kak Yuju soal osis."

Tapi gak papa kali, 'kan namanya juga ketos sama waketos. Harus punya kemistri buat memimpin organisasi biar jalan dengan baik. Bener gak papa, kan?

Aku sebenernya terlalu bawel gak sih, buat ukuran seorang ketos? Makin gak enak aku sama kak Yuju yang ternyata lagi sakit.

"Nah, makanya itu, kak Yuju gak bolehin kita ngasih tau supaya lu gak makin stress."

"Dikasih tau atau enggak, emang gua udah stress ngurus osis."

"Kita bertiga sama kak Yuju ngusulin buat nyari waketos baru, gantiin dia sementara. Biar kamu gak terlalu capek kerja sendiri," ucap Jiheon sambil nepuk-nepuk kepalaku.

"Karena emang pasti ada urusan sekolah yang cuma boleh diurus sama ketos dan waketos."

Dengarnya, aku benerin letak kacamata yang melorot. "Bisa kalian bantu gua ngomong sama kepsek?"

"Kalau itu sih gampang." Jihoon dengan sok jentikin jarinya yang bantet. Dianggukin sama saudara kembarnya.

"Ya Allah, makasih banget kalian berdua, para curut-curutku yang imut," kataku sambil meluk Jiheon yang kebetulan duduk di samping.

Anggota osis yang beneran serius cuma mereka berdua. Makanya itu aku percaya banget sama kembaran satu ini.

"Gua gak sekalian dipeluk nih?" Jihoon rentangin tangan, ngarep biar dipeluk.

Sebelum aku yang niatnya mau noyor kepala Jihoon, adiknya udah duluan geplak kepalanya. "Tidak semudah itu, Ferguso. Makanya, cari pacar sono biar gak keliatan ngenes."

"Jahat banget sih, lu anjeng, sama abang sendiri??"

"Bodo amat, aku gak denger." Jiheon nutup matanya, sedangkan tadi dia bilang gak dengar.

Jadi mereka berdua jambak-jambakan depan mataku langsung.

Panggilan mereka sebagai muka dua tak sama, emang kenyataan begitu adanya. Muka doang sama, tapi gak pernah akur.

Beruntung saudaraku di Panti gak ada yang sekolah disini.



"KAK YUJEEAANNN!"

Berapa kali sih, aku harus istighfar gara-gara kelakuannya? Malu aku tuh diliatin sama semua penghuni kantin.

"Hai, ganteng!" Seperti biasa, panggilan Sunjing buatku itu bikin merinding. "Noh, kan. Aku bilang kemaren jangan pulang dulu, pucet tuh mukanya. Nanti gak ganteng lagi, aku yang rugi."

Kalau gini, aku mending tadi di ruang osis aja dah. Makan siangku jadi terganggu sama ocehan dia.

Segelas susu putih dia taruh di samping kotak bekalku. Aku liatin mukanya, merasa heran. Sedangkan dia malah senyum lebar. "Susu putih, biar semangat!"

"Tapi gua-"

"Gak nerima penolakan. Aku kesana dulu. Jangan kangen, karena hati aku selalu buat kakak!" Habis ngomong gitu dia ninggalin aku ke mejanya yang udah ada temennya lagi nunggu.

Ganteng | YujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang