Dream Girls = 1

9.2K 411 26
                                    

Sunjing's*

Bisa kebayang gak sih, ketos panutan semua penghuni sekolah? Apalagi kalau dianya ganteng, poin plus plus.

Tapi ya, emang aku nih orangnya gak normal. Terserahlah. Tapi siapa sih, yang bisa nolak kegantengan seorang Yujin??

Ok, mungkin cuma aku di sini yang nganggep dia ganteng. It's ok, fine.

Setelah ini juga kalian matanya bakal terbuka sama pesona dia. Aku pastiin, demi nama suci seorang Sunjing.

"Itu coba yang bengong, denger gak saya ngomong apa?" si ganteng nunjuk aku pakai selembaran di tangannya. Semua mata langsung nengok, aku nya masih gak sadar lagi ditunjuk.

"Pst, Njing, lu ditanya!" Suyeon yang di sebelah aku nyenggol.

"Eh, iya, apa kak??"

Kak Yujin niup poninya, nahan marah. "Istirahat nanti lari keliling lapangan."

"Jangankan keliling lapangan, ke hatimu aja aku bisa." mulutku ini suka kebiasaan gak bisa mingkem. Aduh, malu diliatin anggota osis. Bomatlah.

"Apa?"

"Eh, e-enggak papa."









Nasibku itu entah kenapa sial dari pertama masuk SMA. Terhitung udah tiga kali aku kena hukuman.

Tapi yang satu ini khusus dari kak Yujin, KYAA!

"Makanya, jangan mengkhayal mulu!" Suyeon teriak dari pinggir lapangan.

Aku yang lagi lari ngos-ngosan, angkat jari tengah buat dia. "Pak yuu!"

Temenku itu malah ngakak dikasih jari tengah. Demen mungkin sama jari tengahku? Wik wik wik.

Lari 20 kali puteran itu gak gampang, ditambah sama besarnya lapangan yang sebesar gaban. Beruntung ini lapangan indoor, jadi seenggaknya kulitku ini gak kebakar biar jadi seeksotis kulit kak Yujin yang nghh.

Aku suka kok yang eksotis macam kak Yujin nyahaha.

Badan ini udah tepar di tengah lapangan, wasted. Oh, bagos. Seragamku juga jadi basah, duoble kill. Gak bawa baju ganti.

Ini salah kak Yujin yang gantengnya kebangetan! Coba dia gak ganteng, aku gak bakal salpok sampe gak dengar dia ngomong apa.

Kaleng soda yang dingin nempel di pipiku. Oh, Suyeon pengertian banget deh.

"Jangan lu kira gratis, pulang nanti nebeng sebagai bayaran duit gua lima ribu."

Deuh, sampah. Salah tadi aku bilang dia pengertian. Sebaik-baiknya Suyeon, pasti ada maunya kalau dia begitu.

Kaleng soda yang lagi kupegang pengen rasanya kulemparkan ke muka dia. Tapi gak jadi, sayang, masih banyak isinya wik wik wik.

"Emang kampank lu tuh."

Suyeon ikutan duduk di samping aku yang lagi tepar di tengah lapangan. "Jadi lu bener demen sama dia?"

Aku mangut, bangun dari tiduran. "Hooh, kan lu dah tau tabiat gua."

"Tapi gua kira lu udah sembuh???"

Suyeon, bego boleh, tolol jangan. Aku tau kamu itu bodoh, tapi jangan terlalu bodohlah. Susah aku jelasinnya nanti. Temenku ini kalau mikir pakai dengkul, jadi ginilah bentukannya.

"Lu bodoh yak, Su."

"Lu lebih bodoh, Njing."

Fine, kita berdua emang bodoh. Tapi tentu saja masih bodohan Suyeon. Dia mikir pakai dengkul, kalau aku pakai otak.

"Su," panggilku yang abis menelan air soda pemberian dia. "Kok pala gua pusing yak."

"Terus gua harus bilang wow gitu??" tanya Suyeon yang bikin aku pingin nabok mukanya. Dia malah tertawa abis ngeledek. "Yaudah, sono ke UKS. Nanti lu pingsan kagak ada yang gotong, kan nyusahin."

"Su, sumpah yak. Gak bisa gituh lu bener-bener serius?"

Dia menggeleng dengan santainya. "Gak bisa kalau sama lu." Habis ngomong itu juga dia tertawa lagi.

"Beneran pusing ini, duhh!"

"Iya, iya. Sono lu ke UKS, biar gua yang izin ke kak Yujin."

Eh, sebentar. Berarti nanti kak Yujin bakal tau kalau aku sakit dong? Nanti dia bakal khawatir, terus merasa bersalah, gimana? Aku nanti makin gak kuat ngeliat mukanya yang ganteng itu pas khawatir. Aku gak mau dia khawatir. Aku gak mau ambyar depan dia.

Tapi kalau ganteng gak papa.

"Gak! Gak mau!" Aku menolak dengan tegas. Sekali lagi aku tekankan, aku gak mau bikin kak Yujin khawatir. "Lu izinin gua buat pake jaket aja, ini seragam basah."

"Kenapa gak izin sendiri aja? Emang gua babu lu??"

Aku natap Suyeon pakai tatapan serius, beneran serius ini. Tanganku mendarat di bahunya. "Nanti gua enggak kuat ngeliat kegantengannya, jadi tolong izinin gua, daripada gua berdarah."

"Apa hubungannya izin sama berdarah??"

"Nah kan, bener. Lu bodoh."





Bimbingan kambing enggak bisa aku dengar lagi. Pusing banget ini kepala, serasa dijedotin sama Suyeon.

Aku nelengkup. Kepala aku taruh di meja, meringis nahan sakit.

"Njing, lu kalo gak kuat bilang aja."

Suyeon gblk, dibilang aku enggak mau bikin si ganteng khawatir. Dia tuh gak tau rasanya gak nahan sama kegantengan kak Yujin.

"Enggak ah," tolakku dengan suara pelan. Kerena selain nanti ganggu, aku juga udah lemes banget.

"Dibilanginnya tambeng lu mah."

"Sht!" kupegang bibir Suyeon yang mau ngoceh lagi itu. "Gua gak bisa denger suara kak Yujin kalo lu ngombe mulu."

Akhirnya Suyeon tenang. Aku jadi bisa tidur dengan sambil mendengar suara kak Yujin. Mungkin kesadaran aku udah mau hilang, pasalnya ini rasa pusing udah gak nahan lagi.

Pandanganku menghitam, kesadaranku juga ikut menghilang.

"Kamu kenapa?" Satu-satunya yang terakhir kudengar adalah suara kak Yujin.

Bolehkan aku ambyar pas bakal pingsan? Nyahaha.

Ganteng | YujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang