Bagian 54 Akhirnya Begini??

38.5K 1.3K 256
                                    

Inget umur, jangan ngawur, pilih bacaan yang sesuai, kalo ga suka cukup lewati saja. Menulis itu bukan semacam omongan yang asal jeplak dari gusi, tapi butuh inspirasi, waktu, juga senam jari. So, jadilah pembaja yang bijak ya.

Semoga semakin dekat tamat, semakin aktif vote dan komentar ya..

***

Raka mengamati gadis di seberangnya dengan senyuman heran. Tanpa peduli, gadis itu fokus pada makanannya saja, melahap dengan cepat seolah tak ada waktu untuk mengunyah lagi. Hanya sebungkus mie instan tapi Asya merasa makan makanan termahal di dunia.

"Pelan-pelan makannya Sayang, dikunyah.." Raka memeringatkan. "Dikunyah, bukan asal telan begitu."

Asya masih tak memedulikan. Peringatan Raka hanya angin sore yang menemani sesi makannya. Ia tetap lanjut makan dan tak lama makanan mahalnya telah habis.

Raut Asya kecewa.

"Kakak.."

"Hmm.."

"Sudah habis.." Asya merengek.

Sepintas Raka menengok bungkus mie yang dibelinya di luar hotel tadi, isinya raib, hanya menyisakan kilatan-kilatan minyak yang menempel. Ia menatap Asya yang sedang menggigit sendok terbalik di mulutnya, seperti anak kecil yang merasa bersalah akan suatu kecerobohan.

"Lalu?"

Raka pura-pura tak paham dan melanjutkan makan steak yang ia pesan dari hotel. Sebisa mungkin ia tak menunjukkan ekspresi paham.

"Mau lagi Kak, belum kenyang, belikan lagi ya.." rayu Asya sembari mengedipkan matanya genit.

"Sayang.. Tidak boleh terlalu sering makan mie instan. Coba steak ini.." Raka menyodorkan piringnya, gentar dirayu.

Asya melengos, bibirnya mengerucut tanda cemberut. Dari awal kehamilan Asya memang kerap menginginkan mie instan tapi Raka selalu mengatur intensitas konsumsinya.

"Kenapa tadi beli cuma satu? Anak kita kan dua, ditambah aku satu, harusnya beli tiga bungkus." Cerocos Asya marah.

"Nanti aku belikan pabriknya sekalian." Raka cuek dan tetap menyantap makanannya.

"Sebel sama kamu Kak. Giliran aku yang minta saja cuek, awas kamu Kak!" Ancam Asya sembari membenarkan lilitan selimut di tubuhnya agar semakin rapat, kode ancaman yang dipahami Raka.

"Ibu hamil satu ini kalau ngambek cantiknya tambah selevel." Goda Raka.

Asya tak memedulikan. Tak sedikitpun menengok Raka yang intens memperhatikan gerak geriknya. Ia hanya ingin makan mie lagi, apa susahnya?

"Kalau senyum aduh bikin serangan jantung, aduh! Tuh kan lihat senyum manisnya.." Raka mulai menggombal.

Asya sekuat tenaga menahan senyumnya tapi gagal. Ia melempar bantal sofa ke arah Raka sambil melebarkan bibir. Senyuman yang di mata Raka sangat lepas. Sama seperti senyuman yang sering ia dapati sebelum kejadian terdahulu di kamar ini. Guratan senyum yang membawanya pada kedamaian.

Demikian mereka bahagia menghabiskan sisa hari hanya dengan berpelukan, tertawa, merencanakan kehidupan bersama ke depan. Mereka tak pernah peduli apapun lagi selain masa depan bahagia. Berulangkali Raka bertanya dan jawaban Asya selalu mantap, ia hanya ingin hidup bersama Raka.

"Kamu tidak menyesal kehilangan cita-citamu Sayang?"

Asya yang memeluk punggung Raka mengangkat kepalanya. Sementara Raka masih berdiri menatap ke arah jendela tanpa ada yang tahu isi pikirannya. Ada ragu akan kemampuannya sendiri untuk membawa Asya dalam hidup bahagia.

Scratched-ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang