Bagian 11

23 3 0
                                    



Cinta menampilkan diri dengan berbagai wajah. Terkadang ia muncul dengan wajah tersenyum, waktu yang lain dia juga muncul dengan wajah menakutkan.

***

Marwah menyambut kedatangan cucu-cucunya dengan gembira. Memeluk dan menciumi mereka satu persatu. Ketiga putrinya datang dengan berbagai bungkusan di tangan. Cucu-cucunya berhamburan masuk ke dalam rumah, mencari Radit, paman mereka yang biasanya menemani mereka bermain.

Keempat perempuan dengan ikatan darah itu berkumpul di ruangan keluarga. Dari atas mulai terdengar keributan, Radit sudah mulai bermain bersama keponakan-keponakannya yang aktifnya luar biasa. Â

"Soal rencana perjodohan itu, jadi gak, Mah?" tanya Tasya, sulung dari empat bersaudara.

"Belum pasti. Mamah masih bahas-bahas ringan sama temen mamah"

"Kalo anaknya, Mamah udah pernah ketemu?"

"Ketemu sih, belum pernah, tapi pernah lihat fotonya"

"Gimana? Cantik?" tanya Ross, putri kedua. Ia memasukkan makanan ringan ke dalam toples.

"Cantik banget, kaya artis yang suka di TV itu, tuh"

"Woah, Radit pasti mau, tuh!" celetuk Ross.

"Belum tentu" kata Tasya "Dia kan agak pemilih soal cewek"

"Tahu darimana?" tanya Ross.

"Radit itu bukan pemilih, cuma susah dapet yang klik di hati dia" kata Marwah.

"Ya iya, itu pemilih namanya"

"Kalau pemilih kan, jelas kriterianya. Dia mah enggak. Mamah udah pernah nawarin dia ke beberapa gadis temen mamah, yang cantik, yang pinter, yang karirnya bagus, yang rumahan, berbagai tipe gadis lah, udah coba mama tawarin. Udah kaya sales aja, Mamah jadinya. Emang masih sebatas lihatin fotonya aja sama nyuruh dia ketemuan sekali doang, dia langsung mundur begitu pertemuan pertama. Dia bilang gak cocok"

"Emang yang cocok buat dia, yang kaya gimana?" tanya Tasya sambil mengunyah keripik kentang yang tadi dipindahkan Ross.

"Gak tahu"

"Yaudah, yang kali ini siapa tahu cocok. Siapa namanya, Mah?"

"Zaza, namanya"

***

Rani mematut wajahnya di cermin. Wajah tirus pucat terbingkai hijab organdi berwarna putih tulang. Sepasang mata bulat cekung menatap lurus tanpa ekspresi. Tunik sewarna tanah dengan kulot berwarna hitam, membungkus tubuh kurusnya.

"Cangkang" kata sebuah suara di kepalanya.

"Cangkang yang cantik" gumamnya.

"Tapi munafik" ucap suara itu.

"Itu lo" suara Dian terngiang di kepalanya.

"Itu bukan lo. Lo cewek nista yang udah jadi sampah!" kata suara itu lagi."Cewek nista yang munafik, mau bersembunyi di balik hijab agar tampil bak wanita suci"

"Itu tanda cinta Allah buat lo. Dia ingin lo terjaga, terlindungi dengan baik, hanya untuk lelaki yang baik" kata Dian lagi.

"Lo gak pantes dicintai Tuhan" kata suara itu.

"Coba lo lihat dari sudut pandang itu" kata Dian lagi, beberapa hari yang lalu. "Allah sayang sama lo. Sayang sama semua hamba-Nya. Dia ngirim gue, dokter Yang, dan Dio buat jagain lo. Coba lo lihat dari sisi itu. Kita semua cinta sama lo"

NAIL CUTTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang