Bagian 3

46 4 0
                                    

Tuhan menciptakan rasa takut pada manusia untuk melindungi mereka
Menciptakan sisi pertahanan yang membuat manusia tetap aman
Menyembunyikan mereka dari bahaya.

Namun, jika rasa takut itu memenjarakan, mengungkung, membungkusmu dengan ketat, membuatmu sulit bernafas, apa yang akan kau lakukan?

***

Dio keluar dari ruang guru. Dia baru saja mengantarkan tumpukan tugas sekelas pada pelajaran Bu Erna, guru Sainsnya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nomor tidak dikenal.
“Ya, ini siapa?”

“Oh, Dokter Yang”

Radit menautkan kedua alisnya mendengar Dio memanggilnya dengan nama itu, tapi dia tak ambil pusing, dia sudah terbiasa dipanggil dengan nama itu oleh Rani beberapa tahun ini.

“Dokter tahu dari mana nomorku? Ada perlu apa?”

“Aku mau minta bantuanmu, bisa?”

“Tergantung apa dulu”

“Berkaitan dengan Kakakmu”

“Oke, aku dengerin”

***

Dio duduk sendiri di sebuah kafe. Sudah setengah jam dia di situ, jus mangganya sudah habis. Saat ini Dio merasa penasaran tingkat dewa dengan apa yang akan disampaikan oleh dokter Yang mengenai kakaknya. Dia baru saja mengenal dokter Yang secara langsung, tiba-tiba orang ini mau membahas mengenai kakaknya dengan dirinya secara rahasia.

Kakaknya memang aneh. Dia tidak memiliki banyak teman, setahunya teman dekat kakaknya hanya kak Dian dan kak Desi. Dia juga tidak pernah dekat dengan satu pun lelaki, apalagi pacaran. Terus dia memakai gunting kuku sebagai bandul kalung, yang sangat tidak modis sama sekali. Kakak juga tidak pernah mau mencium tangan Ayah dan hanya bisa menyentuh satu laki-laki, yaitu dirinya. Hal aneh apalagi yang ada pada kakaknya selain itu semua?

“Hei” sebuah tepukan lembut di bahu membuyarkan lamunan Dio.
“Maaf membuatmu menunggu, tadi ada kejadian mendadak di Rumah sakit” kata Radit sambil duduk

“It’s oke” kata Dio.

“Aku pesenin jus lagi, ya?”

“Gapapa, ga usah, Dok”

“Yaudah, aku pesenin makanan aja ya”

Dio belum sempat protes, Radit sudah memanggil seorang pramusaji.

“Jadi, ada apa dengan Kak Rani?” tanya Dio.

“Sebetulnya, begini…” Radit memilih kata-kata. “Apa Rani pernah cerita bagaimana awalnya kami bertemu?” tanya Radit. Dio menggeleng.

“Kami bertemu di alun-alun kota beberapa tahun lalu. Saat itu dia histeris dan panik setelah seorang pria mendekati dan menanyakan keadaannya. Kebetulan aku berada di dekatnya dan menenangkannya, lalu membawanya ke rumah sakit”

“Histeris? Serangan panik? Kenapa bisa?” tanya Dio.

“Penyebabnya masih aku selidiki. Kau tahu apa pekerjaanku?” tanya Radit.

“Dokter?” jawab Dio, ragu.

“Tepatnya, aku psikiater”
Dio ber “Ah” panjang.

“Aku memintanya mengikuti terapi dan serangkaian tes, tapi dia selalu menolak. Aku tidak bisa memaksa seseorang untuk berobat jika memang orang itu tak ingin sembuh. Hanya saja sejak pertemuan kemarin aku agak mengkhawatirkannya”

“Kenapa memangnya?” Dio memajukan tubuhnya.

“Kau tahu bandul kalung gunting kukunya?”

“Ya”

NAIL CUTTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang