Bagian 13

34 4 0
                                    

Kau tidak akan pernah tahu bahwa kau memiliki kekuatan untuk menghancurkan halang rintang di depanmu jika kau tidak pernah maju untuk menghadapinya.
Keberanian adalah kekuatan untuk menghadapi rasa takut.

***

Sebut saja aku pengecut, atau panggil saja aku pecundang. Seorang yang bersembunyi di balik cangkang rapuh. Menutupi kelemahan dengan berbagai bentuk topeng. Aku tahu aku tak pernah memiliki keberanian untuk menghadapi rasa takut itu. Aku melawan sekuat tenaga agar bisa tetap sembunyi selama yang kubutuhkan, dan di sinilah aku, membungkus diriku dengan selimut setiap malam, mata nyalang, penuh peluh dan didekap rasa takut. Aku tak bisa tidur dengan tenang. Bayangan bajingan gila jahanam itu terus muncul di kepalaku.

Dementor di kepalaku sering menyuruhku memotong kepalaku agar aku bisa tidur dengan nyenyak, setidaknya untuk terakhir kalinya. Siang tadi adalah siang yang sial. Aku melihat kuku panjang itu lagi. Kuku jahanam bajingan sialan, pemilik seorang pemulung yang bahkan tidak aku kenal.

***

"Lalu kau muntah?" tanya Radit saat Rani menceritakan hari dimana dia melihat kuku ibu jari panjang lagi.

"Tidak. Aku langsung memalingkan wajah dan merasa mual"

"Nah, bagus_"

"Aku sempat ingin membunuh pemulung itu" kata Rani. Radit menghentikan kegiatan menulisnya, menatap Rani yang memandang ballpoint dengan penuh perenungan.
"Tapi aku menahan diri. Aku tak mau berakhir di penjara" lanjut Rani.

Radit mengangguk. "Bagus. Itu pemikiran yang sangat tepat. Yang seharusnya di penjara adalah orang yang membuatmu seperti ini" katanya. Mengamati reaksi Rani, tapi Rani tampak memikirkan hal lain.
"Karena kau kesulitan tidur, kau akan aku resepkan obat tidur. Cukup minum hanya kalau kau sedang benar-benar kesulitan tidur, tapi sebenarnya aku lebih menyarankan kau memakai aroma therapy dan metode relaksasi agar bisa tidur dengan nyenyak. Minum teh chamomile juga bisa membantu, meski tak cukup banyak membantu" katanya.
"Apa kau suka olahraga?" tanya Radit. Rani menggeleng.
"Ya, aku belum akan menyarankanmu olahraga. Kau harus memperbaiki pola makanmu dulu. Kau terlalu kurus sampai hampir mirip mayat yang dimumi"

"Aku tidak separah itu, dok"

"Ya, tapi itu memang membuatmu tampak jelek, jangan marah karena itu fakta"

"Aku tak peduli dengan masalah cantik atau jelek. Apa urgensinya hal itu dalam kehidupanku?"

"Banyak gadis di seluruh dunia yang mendambakan terlahir dengan wajah secantik wajahmu, tapi itu hanya jadi hayalan mereka"

"Kau bilang barusan, aku jelek"

"Kau terlahir cantik, tapi kau tidak menjaga hadiah dari Tuhan itu. Kau merusak tubuhmu sendiri dengan tidak memberikan asupan gizi yang tubuhmu butuhkan"

"Aku tahu. Aku sudah bosan mendengar kuliah tentang itu" Rani mencoret-coret meja kaca dengan telunjuknya.

"Kalau kau bosan dikuliahi tentang itu, buat aku berhenti bicara tentang itu dengan makan makananmu!"

Rani mendecih."Lalu, apalagi yang harus aku lakukan?" tanyanya dengan malas.

"Hari minggu nanti kita ketemuan di alun-alun kota"

"Mau ngapain? Kau kan tahu, aku tidak suka keramaian?"

"Aku ingin mengajakmu bertemu seseorang"

"Siapa?" tanya Rani.

"Seseorang yang akan membantumu melewati semua ini"

Rani tampak merenung, lalu menghela nafas dalam dua kali. Radit menunggu, ia tahu gadis itu ingin menyampaikan sesuatu.

NAIL CUTTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang