• Nandana Reza Abraar •

185 36 7
                                    

If all it is is eight letters, why it is so hard to say? If all it is is eight letters, why am I in my own way?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

If all it is is eight letters, why it is so hard to say? If all it is is eight letters, why am I in my own way?

-8 Letters, Why Don't We

Bagi Reza, masih ada rasa canggung untuknya ketika ingin menceritakan perihal masalah hatinya kepada Dedi atau teman-teman bermain lainnya di SMA saat ini. Oleh karena itu, walau tetap berada dalam lingkaran pertemanan yang sama, teman-teman Reza berpikir bahwa Reza masih begitu tertutup dalam hal curhat-curhatan. Karena tak seperti teman-temannya yang lain, yang bisa dengan begitu mudah menceritakan keluh-kesah mereka pada saat berkumpul bersama, cerita dari Reza malah bisa dihitung jari, saking jarangnya. Itu pun, Reza hanya menceritakan hal-hal umum, tanpa ada yang bersifat pribadi. Bukan karena Reza masih belum mempercayai teman-temannya, hanya saja, dia butuh seseorang yang sudah lama mengenalnya, yang sudah tau bagaimana sekiranya perjalanan kisahnya dan tentunya berada di pihak netral. Sehingga dia bisa bebas bercerita tanpa harus dijudge.

Alasan itulah yang membuatnya duduk bersandar pada tiang basket sambil menunggu kedatangan sahabatnya semenjak SMP, di lapangan dekat SMPnya dulu. Hari sudah memasuki sore, tapi matahari masih setia menyinari bumi dan terlihat enggan untuk turun dari singgasananya, menyebabkan langit masih secerah pukul satu siang. Mungkin, karena itulah lapangan ini masih sepi, karena biasanya lapangan ini akan ramai oleh anak-anak yang bermain.

Tidak sampai sepuluh menit menunggu, orang yang dia tunggu-tunggu akhirnya datang dengan sapaan khasnya, "Oy, Za! My brotha!"

"Oit!" Reza berdiri menyambut Aris. Dia menerima bola basket yang Aris lemparkan padanya, mendribblenya sebentar, lalu berbutar, dengan sedikit melompat dia lalu memasukkan bola berwarna oren itu ke dalam ring.

Melihat itu, Aris tertawa, mendekat ke Reza dengan tangan yang bertepuk. "Wahh wahh, sombong banget ya lo sekarang."

Reza ikut tertawa, tapi memilih untuk mengabaikan sindiran candaan Aris. Mereka melakukan highfive. Reza mengambil bola basket yang tadi ketika dia lempar masuk ke ring terpantul ke luar dari lapangan lalu melemparnya kembali pada Aris yang dengan sigap cowok itu tangkap.

"Nantangin banget sih lo."

Reza tersenyum miring, terkesan mengejek membuat cowok yang dia tantang bermain mendengus.

Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka mulai bermain saling memperebutkan bola pejal berwarna oren itu dan berlomba-lomba memasukkannya ke dalam ring. Satu ronde bermain, keringat sudah bercucuran di kening mereka. Bahkan baju bagian belakang Aris sudah hampir basah. Akibat bermain di bawah teriknya sinar matahari. Badan belum merasa lelah, keringat sudah mengalir deras duluan. Permainan mereka terhenti dengan Aris yang sebagai pemenangnya.

Reza membawa bola oren itu bersamanya ketika mereka duduk beristirahat di dekat tiang ring basket yang teduh. Dia mengeluarkan dua air botol dingin dari dalam tasnya dan melemparkan satu pada Aris.

Give Love | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang