• Sebuah Fakta•

184 40 0
                                    

Good bye My Love, you are everything my dreams made of

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Good bye My Love, you are everything my dreams made of. You'll be prince and I'm the crying dove. If I only were unbreakable

—Diamond Heart, Alan Walker, Sophia Somajo

Malamnya, Risa tengah memakan serealnya, yang dia jadikan sebagai makan malam, masih dengan wajah sedih. Matanya bengkak, hidung dan pipinya masih merah, dan bibir Risa pucat, tapi Risa tak peduli, toh besok tanggal merah.

Rena pun melakukan hal yang sama. Karena sehabis sesi curhat penuh air mata yang diakhiri karena harus sholat maghrib, setelahnya yang terjadi di rumah Risa adalah keheningan yang menyedihkan, Risa terlalu lelah untuk bersuara, sedangkan Rena mengerti bahwa saat ini, sang sahabat tak memerlukan suara apapun selain sepi. Termasuk juga suara pergulatan panci dan sutil di dapur, karenanya, mereka hanya makan seadanya, karena Mama Risa tak menyiapkan apapun untuk makan malam sebelum pergi tadi.

Semula, Risa tak mau makan, tapi Rena memaksa dan mengancam akan pulang jika Risa tak mau menurut. Tersenyum senang karena Risa akhirnya mau makan, walau satu jam telah terlewati, mangkuk sereal Risa masih belum juga berkurang setengahnya.

Tak apa, setidaknya Risa mau makan, walau untuk mengunyah satu sendok sereal yang masuk ke mulut saja membutuhkan waktu dua puluh menit.

Tak apa, Rena mengerti. Setidaknya Risa mau makan, untuk mengisi kembali energi yang telah terkuras setelah menangis banyak tadi.

Rena memperhatikan. Hanya diam, duduk di sofa dan memangku mangkuk kosong bekas serealnya. Memperhatikan Risa yang menatap pada layar televisi yang mati sambil mengunyah sereal di mulutnya dengan gerakan lebih lambat dari seekor siput.

Oh Risa, sahabatnya yang malang. Tak ada lagi sahabatnya yang ceria, yang tersisa hanya Risa yang tengah patah hati. Rena tak tau harus berbuat apa untuk menghibur sahabatnya. Dan itu membuatnya merasa sedih.

••


Esoknya Risa terbangun dengan kepala pening dan mata perih dan berat untuk terbuka.

"Apa juga gue bilang. Lo sih, demen banget mewek, sekarang tau rasa, kan. Gak bisa lo buka deh mata lo." Rena mengomel sambil membantu mengompres mata Risa. "Makanya,  kalo dibilangin itu ngedenger. Semaleman bukannya tidur malah nangis." Rena menutup omelannya dengan cibiran. "Nangisin cowok lagi. Gak banget."

Sepanjang Rena membantu mengompres matanya, Risa hanya cemberut dan tak berani membantah semua omelan Rena. Karena..., apa yang mau dibantah? Orang bener semua.

Semalam, setelah menghabiskan makan malamnya sampai tetes terakhir—karena paksaan Rena—Risa langsung berderap ke kamarnya, mengelumbungi dirinya dengan selimut hangat padahal malam itu suhu sudah cukup bikin gerah.

Risa mencoba untuk tidur, tapi pikirannya tak bisa tenang, pikirannya kacau. Memikirkan tentang keputusan berat yang harus dia buat. Semalaman dia menngisi keputusan yang harus dia buat itu. Hatinya masih tak rela. Risa baru bisa tertidur setelah azan subuh berkumandang karena terlalu lelah menangis,  membuat matanya mulai berat. Dan ketika bangun, beginilah jadinya.

Give Love | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang