tiga ; distracted

60 12 0
                                    

"Buku Geografi udah lo pinjem ke perpustakaan?"

Siang ini kantin begitu ramai. Bangku-bangku tempat siswa makan hampir penuh, untung saja Raya mengajak Rindu dengan cepat menuju kantin, kalau tidak mungkin mereka akan seperti siswa lain yang kebingungan mencari tempat duduk. Kantin disini memang luas, namun tetap saja tidak cukup menampung seluruh siswa.

"Belum, perpustakaannya nggak ketemu."

Raya yang tengah menyantap baksonya dengan khidmat, harus mengernyit demi mendengar jawaban Rindu. "Lo nggak nanya?"

Raya memutar bola matanya sebentar setelah mendapat jawaban berupa gelengan plus cengiran dari perempuan dihadapannya. "Tapi bagus sih, soalnya gue juga belum." Mereka berdua tertawa. Menganggap hal ini adalah sesuatu yang benar-benar lucu.

Rindu, gadis itu sudah mulai membuka diri pada Raya, tidak banyak, namun berarti.

"Beres kelas nanti, kita ke perpustakaan dulu, sekalian gue nawarin diri jadi tour guide lo di sekolah." Rindu mengangguk-angguk sembari menggumam 'makasih' dengan tulus. Ia merasa beruntung bertemu Raya.

Semesta, mungkin sudah berbaik hati padanya.

****

"Itu ruang guru. Lo pasti pernah kesana, kan?" Rindu menganggukan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Raya barusan. Sebelum ia masuk kelas, Rindu sempat masuk kesana bersama Bu Mirna, guru yang menemaninya memperkenalkan diri waktu itu.

"Nah, itu UKS." Raya kembali menunjuk sebuah ruangan berwarna putih dengan simbol PMI besar ditengah-tengah tembok.

Rindu mengingat Bara. Tidak, tidak. Maksudnya, Rindu mengingat saat ia pingsan karena takut Bara akan melukainya. Tapi apa benar Bara menggendongnya hingga ke UKS? Dari rooftop? Rindu bahkan belum berterimakasih kepada pria itu. Bara seringkali pergi sesukanya walau Rindu belum berujar atau membalas ucapannya, apalagi untuk berterimakasih. Kalau boleh Rindu jujur, Bara sedikit...aneh?

Pertama kali ia bertanya alasan Rindu selalu mengabsen nama-nama warna hingga ucapannya terakhir kali mereka berbincang di halte bis kemarin sore. Semuanya berasa janggal, dan yang paling janggal adalah mengapa Rindu harus memikirkannya? Mungkin saja ini hanya perasaan Rindu yang berlebihan. Iya, benar. Ini hanya perasaan Rindu. Mereka bahkan tidak mengenal satu sama lain.

"Rinduuu! Lo nggak denger gue?"

"K-kenapa Ray? Maaf-maaf."

Raya berdecak kecil, kemudian menarik tangan Rindu menuju tangga. "Yang belum kita kunjungi cuma lantai tiga. Ayok! Gerbangnya keburu ditutup nanti sama si ganteng."

"Si Ganteng?"

Raya tertawa renyah sembari membenarkan cepolan rambutnya. "Iya, Si Ganteng, satpam itu loh yang kumisnya tebel banget."

Rindu ikut tertawa, Ia tahu siapa yang Raya maksud. Pak satpam dengan kumis super tebal dan pentungan yang selalu ia bawa kemana-mana.

Lorong kelas sudah benar-benar sepi. Wajar saja, bel pulang sudah menggema sejak empat puluh menit yang lalu. Hanya menyisakkan segelintir siswa yang masih memiliki kegiatan disekolah, ataupun para penjaga sekolah yang hendak membersihkan lorong-lorong kelas.

"Lantai tiga ini lantai paling atas. Tapi nggak semua kelasnya terpakai. Ada tiga sampai empat kelas yang kosong, kadang sering dijadikan tempat diskusi ataupun belajar tambahan."

Sekali lagi Rindu mengangguk. Pantas saja waktu itu disini sudah sepi, padahal kelas dibawahnya masih cukup ramai orang yang berhamburan keluar kelas.

"Selesai! Lo sekarang udah tau, kan, tempat-tempatnya?"

Selesai? Tunggu! Rindu mengingat satu tempat yang waktu itu tak sengaja ia kunjungi, atau lebih tepatnya memang sengaja. "Gimana sama rooftop yang diujung sana?"

Rindu untuk BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang