Prolog

110 18 6
                                    

Ungu, hijau, merah, kuning, biru, putih, hi- “Rindu, sedang apa? Ayo masuk.”

Gadis berambut panjang itu mendongak terkejut memandang wanita paruh baya didepannya. Ia meremas rok abu yang dikenakannya dengan bergetar. Ia gugup. Bayangan mengenai tatapan-tatapan yang akan diberikan orang didalam ruangan kepada dirinya menjadi suatu hal yang ia gelisahi. Ini bukan yang pertama baginya, jadi bukankah ini akan mudah? Iya, ini akan mudah.

Kau hanya perlu memperkenalkan dirimu saja, Rindu. Begitu batinnya.

Rindu melangkahkan kakinya menuju pintu yang terbuka, menyusul wanita paruh baya tadi yang sebelumnya mempersilahkan Rindu masuk. Dan disinilah ia, didepan puluhan siswa yang kini menatap Rindu bingung sembari berbisik-bisik.

“Anak-anak, kalian memiliki teman baru. Ini Rindu, dia adalah siswa pindahan dari sekolah lain. Rindu silakan perkenalkan dirimu”

Rindu membatu. ia tak pernah menyukai perkenalan, ia tak suka menjadi pusat perhatian. A-apa yang harus aku lakukan?

Sebagian orang menatap Rindu penasaran, sebagian lagi memilih meyibukkan diri tak perduli.

“S-saya Rindu, s-sa-“

“Maaf, Bu. Saya terlambat”

Seluruh atensi yang ada dikelas beralih menuju pintu. Kecuali Rindu, tentu saja, Ia lebih tertarik menormalkan detak jantungnya dibandingkan repot-repot menoleh kearah samping.

Hitam, merah, jingga, biru, ungu, hijau,…. Rindu terus menggumamkan nama warna sejak tadi. Tak memperdulikan apapun yang ada disekitarnya saat ini.

“Lagi? ini keterlambatan kamu yang ke empat selama seminggu, Bara!”

“Saya minta maaf.”

Merah muda, coklat, biru tua,….

“Rindu, perkenalannya silakan di teruskan.”

Nila, putih, abu-abu, ku-

“Rindu! Kamu dengar saya?”

Rindu terkesiap-tentu saja. Ia gelagapan untuk sekedar mengangguk atau menggeleng. Ia benar-benar payah dalam hal komunikasi.
Bu Guru menghela nafas pelan, kemudian menepuk bahu Rindu sekilas.

“Kamu boleh duduk dibangku kosong sebelah Bara”

Tanpa perlu disuruh dua kali Rindu melangkahkan kakinya menuju bangku yang dimaksud Bu Guru tadi. Ia tak ingin lebih banyak bisikkan yang mungkin dilayangkan oleh siswa dikelas ini untuk dirinya.
Rindu menggit bibir bawahnya gugup. tangan yang sedari tadi ia remas tak pernah terlepas dari genggamannya sendiri. Sesekali ia menyeka keringat dingin di dahinya yang sedikit tertutupi rambut. Perkenalan semacam ini, Rindu paling benci.

Hitam, merah mudah, putih, jingga, biru,….

Manusia disamping rindu mengangkat sebelah alisnya bingung. Baru kali ini ia menjumpai seseorang yang hanya untuk memperkenalkan dirinya saja sudah segelisah ini.

“Aneh” Bara bergumam kecil, memerhatikan Rindu yang tengah konsentrasi dengan warna-warnanya sembari memejam.

****

Hi, readers!

Ini cerita yang aku publish di wattpad untuk pertama kalinya.
Semoga suka.

Jangan lupa vote and comment, ya!


See u the next chapter🤘
-intan

Rindu untuk BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang