delapan ; sakit?

63 12 0
                                    

Bara kembali menekankan kuasnya dalam cat merah dalam palet yang tengah ia pegang, menggoreskan pada kain kanvas yang sejak tadi ia pantengi. Hingga tiba-tiba satu suara memecah konsentrasinya.

"Ba-bara, ini aku boleh naik?" Viola berteriak di anak tangga terakhir menuju rooftop. Bukan apa-apa, tapi dia pernah diusir paksa oleh Bara karena masuk kemari tanpa sepengetahuan pria itu. Viola benar-benar penasaran mengapa Bara sangat betah ada di rooftop ini, jadi dengan segala tekad, saat itu Viola memberanikan diri datang kemari dan berakhir di permalukan.

"Iya."

Mendengarnya, Viola melangkahkan kakinya mendekati Bara yang tengah duduk dibangku kayu sembari melakukan hobinya, melukis.

"Waw, lukisan kamu keren banget! Ini cewek, kan? Artis? Atau selebgram?"

Bara meletakkan kuas dan catnya, beralih melirik gadis berisik disampingnya. "Makanan gue?"

"Oh, iya, ini-ini."

Bara mengambil kantung kresek hitam berisi makanan ditangan Viola, "Lo boleh pergi. Kembaliannya ambil aja."

Viola melotot tak percaya. Sudah? Begitu saja? Setelah Bara memintanya membelikan makanan, desak-desakkan dikantin untuknya, Bara menyuruh Vio pergi begitu saja? "Kamu nggak mau ngobrol dulu gitu sama aku?"

Bara menggeleng singkat, "Gue sibuk, thanks, ya?"

Viola mencebik kesal, menghentakkan kakinya sebentar kemudian melangkah kembali menjauhi Bara. Namun baru beberapa langkah saja, gadis itu berhenti, berbalik menghadap Bara yang sekarang tengah sibuk menikmati nasi goreng dipangkuannya. "Cepet sembuh ya, Bara. See You!"

Bara hanya bergumam tak perduli, mengisi perutnya lebih penting dibanding membalas ocehan gadis dibelakangnya.

****

"Rindu, kayaknya gue nggak bisa pulang sekarang deh. Ada meeting ekskul tentang camping sama anak baru. Lo nggak apa-apa pulang sendiri?"

Rindu menoleh, menatap Raya yang baru saja menghampiri mejanya. "Iya nggak apa-apa, Ray"

"Jaketnya mau lo bawa pulang lagi?"

"Kayaknya iya, Bara juga nggak masuk, kan, hari ini?"

"Iya sih, kalau disimp-"

"Sorry, lo nyari Bara?"

Atensi Rindu dan Raya beralih pada seorang laki-laki dibelakang Raya yang baru saja bergabung dalam obrolan. "Iya Ri, lo lihat?"

Fahri, yang tadi sempat menjadi bahan omongan Rindu dan Raya mengangguk singkat, "Gue sempet lihat dilantai tiga, kayaknya dia bolos lagi, soalnya naik ke rooftop sih tadi."

Setelah Raya mengucapkan terimaksih, Fahri menghilang dalam pandangan mereka, Raya mengernyit dalam, sedangkan Rindu menimang sesuatu.

"Yaudah, gue temenin lo ke rooftop deh buat balikin jaketnya, abis itu gue langsung ke sanggar alam."

Rindu menggeleng tak ingin merepotkan Raya lagi, tak enak jika terus mengandalkan teman didepannya ini, "Saya sendiri aja, Ray, nggak apa-apa."

"Kalau lo pingsan lagi gimana?"

"Nggak akan, saya janji."

"Serius?"

"Iya"

Raya mengangguk pasrah, ingin sekali menemani Rindu kesana, namun senior di ekskulnya meminta Raya agar cepat-cepat. "Oke. Kalau ada apa-apa langsung hubungin gue!"

****

Rindu berada di depan tangga menuju rooftop, sedikit ragu antara tetap naik atau kembali saja dan menyerahkan jaketnya besok. Namun besok hari sabtu, hari libur disekolahnya.

Rindu untuk BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang