PROLOG

217 54 2
                                    

Sinar mentari memaksa masuk melewati celah-celah jendela. Menyinari tiap sudut ruangan di dalam rumah bertingkat dua itu.

Seorang gadis bertubuh ramping, mengenakan atasan berwarna putih dan rok hitam selutut terlihat tengah berdiri mematung di balkon atas rumahnya.

Mata gadis itu menatap kosong kedepan. Menerawang entah kemana. Tangannya meremas erat pegangan balkon yang berwarna coklat kehitaman itu. Ia menggigit bibir bagian bawahnya.

Emosi jiwanya seperti membeludak.

Gadis itu mengalihkan pandangannya menuju pohon besar yang tumbuh di taman. Tepat di halaman rumahnya. Matanya menatap lekat sekumpulan burung-burung kecil yang tinggal bersama induknya di dalam sarang. Samar-samar telinga nya mendengar siulan lembut dari burung-burung kecil itu.

"Mereka pasti keluarga yang bahagia."

Gadis itu memegangi dadanya. Sesak. Ia menghela berat. Dirinya merasa iri melihat keadaan burung-burung yang bahagia itu. Mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang harmonis.

Tidak seperti dirinya.

Ia memiliki orang tua yang lengkap. Namun sayangnya, kehidupan mereka tak harmonis. Kedua orang tua nya tidak memiliki rasa bosan untuk bertengkar sepanjang harinya.

Ini bukan kehidupan yang ia dambakan. Bukan!

Perlahan, tangannya yang meremas pegangan balkon ia lepaskan. Ia mengarahkan tangannya menuju puncak kepalanya. Gadis itu mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

Ia terduduk lesu di lantai. Matanya tetap menerawang. Ia seperti tidak kuasa menahan gejolak di hatinya.

Bibirnya bergumam pelan. Berbisik. Entah pada siapa.

"Tuhan.. Kania capek.."

🍁🍁🍁🍁

............

Hai:)
Btw ini cerita pertama aku. Jadi maafin kalo masih noob hahaha. Jangan lupa votmen tq:/

HURTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang