"Prokkk prokk prokk..."
Hari terakhir MPLS telah usai. Semua peserta dari kelas X beserta panitia yang terdiri dari para guru dan anggota OSIS bertepuk tangan setelah kepala sekolah mengumumkan bahwa MPLS tahun ajaran baru kali ini telah berakhir.
Para peserta bernafas lega. Akhirnya kegiatan yang mengasyikkan sekaligus melelahkan ini selesai juga.
"Akhirnya selesai juga nih acara." Gumam pelan dari seorang gadis cantik berkulit putih yang berdiri di tengah-tengah barisan apel.
Sebut saja namanya Kania! Ya,! Kania Auralita Radeva. Seorang gadis cantik yang kini telah resmi menjadi siswi kelas X di sekolah ini.
Sedari tadi bibirnya tak berhenti menggerutu. Cuaca kali ini sudah terik, namun apel penutupan hari ini berjalan sangat lama sekali.
"Kania lo nggak papa?" Tanya gadis lain yang ikut berbaris di samping Kania. Wajah gadis itu terlihat cukup khawatir.
"Iya nggak papa. Santai aja!" Jawab Kania ramah. Berusaha memasang raut wajah nya yang paling kuat.
Gadis bernamakan Elsa yang berbaris disamping nya itu mengangguk mengiyakan saja. Berusaha percaya dengan apa yang dikatakan sahabat nya.
Padahal berulang kali, Elsa melirik pelan ke arah Kania. Wajah gadis itu sudah terlihat pucat dan lesu sedari pagi. Elsa khawatir gadis itu akan pingsan.
"Tapi gue khawatir lo kenapa-napa nia! Muka lo pucet banget. Mending gue panggilin kakak PMR ya!" Bujuk Elsa.
"Nggak usah kok! Habis ini juga selesai acaranya." Jawab Kania santai.
"Yaudah."
Elsa berusaha pasrah saja. Kania memang agak bandel jika dinasihati. Padahal, Elsa tau sekali. Kania itu memiliki fisik yang agak lemah. Berdiri di bawah terik matahari lama-lama saja, kepalanya sudah pusing. Disamping itu, Kania juga orang yang mudah pingsan.
Elsa tak ingin ambil pusing. Toh, benar juga kata Kania. Setelah ini acara juga akan selesai. Elsa mengarahkan matanya menuju kakak-kakak OSIS yang terlihat sibuk membawa seikat balon di depan barisan.
Balon-balon itu sepertinya akan diterbangkan sebagai pertanda penutupan dan berakhirnya MPLS tahun ini.
Dari kejauhan, seorang pria berperawakan tinggi terlihat tengah menggunting benang dari ikatan balon di genggaman nya, setelah mendengar aba-aba dari kepala sekolah. Sehingga membuat semua balon yang terikat rapi itu terbang tinggi ke angkasa.
Semua peserta dari seluruh penjuru lapangan bertepuk tangan dan bersorak ria.
Balon-balon itu terlihat indah dan terus terbang menjauh dan perlahan hilang diantara langit-langit.
Tak berselang lama, apel penutupan pun benar-benar dibubarkan. Pemimpin apel mempersilahkan semua peserta meninggalkan lapangan untuk beristirahat masing-masing.
Kania menghela napas lega. Tubuhnya sudah penat. Ia ingin cepat-cepat berada di kelas dan duduk santai. Ia memutar pandangan nya ke arah Elsa.
"Sa, ayo ke kelas!" Panggil Kania.
Elsa terdiam mematung. Tak menjawab panggilannya.
"SAA!!" Teriak Kania lagi, kali ini cukup keras karena gadis di sebelahnya itu tak kunjung merespon nya.
"Hah??" Elsa tersentak. Baru sadar jika nama nya sedang dipanggil.
"Ayo ke kelas! Lo itu lagi ngeliatin apaan sih!?" Tanya Kania cukup kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURTS
Teen FictionSiapa sangka jika gadis cantik seperti Kania banyak menyimpan sejuta kepahitan hidup di balik senyum dan wajah cantiknya? Ia begitu pintar menyimpan semua luka nya dengan rapi hingga tak kasat mata. Sampai tiba-tiba, 2 orang yang tidak pernah ia dug...