15 - Permintaan Maaf

43 5 3
                                    

****

"Naik!"

Kania sempat ternganga sebentar melihat ke arah sumber suara yang berada di dekatnya. "Gue?, ngomong sama gue?" Ia menunjuk dirinya sendiri sambil menoleh-noleh ke belakang barangkali memang ada orang lain disana yang diajak nya berbicara.

"Ya lo lah! Cepet naik!" Suara tegas Arga menggema di telinga Kania membuat gadis itu sedikit berjingkat kaget. "Ihh gausah deh, gausah gausah!" Tolaknya kesal. Udah nyuruh, maksa, marah-marah lagi, batin Kania dalam hati.

"Naik Kania Auralita Radeva! Langit udah mendung, jangan buang-buang waktu, keburu hujan!" Kata Arga dengan sedikit menurunkan nada bicaranya. "Tapi.."

"Udahh..gak terima penolakan, cepet naik!" Potong Arga cepat.
Dengan keyakinan yang masih kurang, Kania pun mengangguk dan segera naik ke atas motor. Sepanjang perjalanan gadis itu hanya diam sambil berpikir. Ada apa dengan Arga? Kenapa tiba-tiba mengajak nya pulang bersama? Darimana ia bisa tau nama panjang nya tadi?... dan masih banyak pertanyaan yang terngiang-ngiang di kepalanya. Ah, pusing rasanya.

Kania mendongak, menatap langit-langit yang ternyata memang kelihatan tidak bersahabat. Dan benar saja, beberapa saat kemudian, rintik air mulai turun. Membentuk bulir-bulir halus yang mulai membasahi jalanan. Kania diam saja dan fokus menatapi jalanan yang mulai riuh. Beberapa pengendara tampak mempercepat laju kendaranya sebelum hujan tiba mendahului. Beberapa menit berjalan, Arga berhenti di sebuah tempat. Kania sempat tergelak, mengumpulkan kesadarannya yang ternyata hampir kalah dengan rasa kantuk di kepalanya. Ini serius? Arga mengajaknya ke tempat ini?

"Kita ngapain?"

Hah? Kita? Sudah seharusnya Kania merutuki kalimatnya berkali-kali dan mengeluarkan sumpah serapah untuk dirinya sendiri. Pasalnya, kita? Bukankah itu terlalu terkesan sksd atau sok akrab? Atau.. entahlah, Kania malas memusingkannya.

"Kak, mestinya gue pulang sekarang kan?" Kania mengucap kalimat yang berbeda sesaat setelah tidak ada respon yang berarti dari Arga sebelumnya. Kania tetap mengekori langkah Arga dari belakang. Sungguh, Kania sedang malas bicara dengan seseorang yang bahkan irit mengeluarkan suara apalagi respon kecil seperti anggukan atau gelengan misalnya. "Kak.."

Arga berhenti. Punggungnya nyaris bertabrakan dengan Kania yang berada di belakangnya. Arga memutar badan, menatap datar perempuan yang kini masih terkejut di tempatnya. "Lagipula, gue nggak perlu njelasin lagi kan ini tempat apa?"

"Iya." Jawab Kania singkat. "Tapi mestinya gue harus pulang sekarang kan? Nggak lama lagi, hujan bakal turun deras dan gue nggak mau kejebak disini." Tambah Kania.
"Lo bawel banget sih, ikut aja bentar apa susahnya?" Arga berbalik, melanjutkan langkahnya memasuki restoran kecil yang berbentuk pondok dengan nuansa kayu yang disusun begitu unik dan apik. Setelah menemukan tempat yang pas, Arga segera duduk dan memesan beberapa makanan untuk dirinya, dan tentu saja Kania.

Sedangkan, Kania sendiri hanya mengikuti dan duduk di meja yang sama dengan Arga. Toh, ini semua bahkan diluar dugaannya. Arga? Si Wakil Ketua Osis yang terkenal dingin dan irit bicara itu mengajaknya pulang dan makan bersama? Sungguh, Kania ingin menertawai semua ini. Bahkan ia juga tidak paham apakah ia harus senang atau kah malah tidak. Ia juga tidak mengerti apakah ini semua adalah hal yang patut disyukuri atau malah petaka baginya.

"Dimakan." Kata Arga membuyarkan lamunan Kania. Perempuan itu masih diam, menatap beberapa menu masakan yang dihidangkan di hadapannya. Tentu saja semua itu cukup untuk membuat perut Kania koar-koar karena lapar. Tapi ia juga punya gengsi untuk menolak apa yang ada di depannya. Ah, sial.

"Lo denger gue kan?"
"Ini sebenernya apa sih?"
Arga menghentikan makannya. Dahinya berkerut. Pertanyaan aneh macam apa itu? "Lo gak pernah makan? Ini nasi kan?"
"Bukann.. maksudnya, apa artinya semua ini?"
"Gue nggak ngerti." Arga malas memusingkan sesuatu yang bahkan tidak ia pahami. Kenapa perempuan itu tidak bisa disuruh? Tinggal makan saja apa susahnya? Batin Arga kesal.
"Kak.."
Arga jengah dan berdecak kesal. "Lo makan dulu, nanti gue jelasin."
"Promise?"
"Hm."

HURTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang