_______________________
_______________________
"Kepada seluruh anggota OSIS, harap ke Ruang Multimedia sekarang juga."
Tanpa menunda, Jihoon berdiri dari duduknya dan melenggang pergi menuju ruang multimedia. Kelasnya jam kosong, dan Jihoon juga tidak ada kerjaan. Beruntung panggilan OSIS tadi sedikit menyelamatkannya dari kegabutan yang hampir melanda dirinya.
Sampai di ruang multimedia, Jihoon sudah duduk manis di samping Yoonbin, manusia super datar yang tergabung dalam komplotannya bersama Felix. Entahlah dia nyasar atau bagaimana Jihoon tidak tau.
Setelah semuanya berkumpul, ketua OSIS memimpin kegiatan berkumpul ini. Apalagi kalau bulan rapat? Agenda rapat kali ini membahas kegiatan pemeriksaan rutin setiap semester. Pasti di setiap sekolah juga ada.
Jihoon di sini menjadi peserta rapat yang tenang. Duduk diam mendengarkan hasil rapat dan mengikuti seperti arus air.
"Jadi sepakat ya pemeriksaannya besok? Untuk tim satu sampe enam gak ada masalah kan? Kalo gitu jangan lupa tugasnya. Yang terakhir, berita pemeriksaan ini jangan sampai bocor terutama kelas 10 jangan ember mulutnya."
Jihoon manggut-manggut aja sama kaya yang lainnya. Renjun sebagai ketua OSIS pun membubarkan rapat begitu tidak ada lagi yang bisa di bahas. Semuanya termasuk Jihoon serta Yoonbin kembali ke kelas masing-masing.
Karena kelas mereka searah, Jihoon berjalan beriringan sama Yoonbin. Sambil ngobrol juga supaya gak garing. Sampai sekarang Jihoon penasaran kenapa Yoonbin banyak ditakuti seantero sekolah. Memang dari luar kelihatannya galak, judes, dan songong. Tapi menurut Jihoon, jika sudah kenal Yoonbin pasti tiga hal tadi lenyap entah kemana.
Yoonbin yang asli itu tidak waras, tapi tidak separah Felix.
"Gue duluan, Hoon!"
"Ya!"
Setelah berpisah dengan Yoonbin, Jihoon masuk ke kelasnya dan kembali duduk di bangkunya. Masih jam kosong dan Jihoon heran kenapa guru olahraganya selalu tidak masuk ke kelas. Ya minimal kasih tugas atau apapun daripada ribut tidak jelas.
"Jihoon, habis dari mana?"
Jihoon yang baru mau tidur itu langsung bangun dan duduk tegak menghadap ke Karmelia yang memutar bangkunya jadi agak menghadap ke Jihoon.
"Habis rapat, panggilan OSIS," jawab Jihoon. Karmelia ngangguk sambil ber-oh ria.
"Oh ternyata lo anak OSIS... terus, selain itu lo ikut ekskul apa?"
"Basket, hehe," jawab Jihoon malu. Kalau biasanya cowok lain bakal bangga bilang ikutan ekskul basket, beda lagi kalau Jihoon. Dia bakal malu-malu bilang ikutan ekskul basket.
"Wah, gue gak nyangka lo ikut basket!" kata Karmelia berseri.
"Hehe, kenapa? Kayak... gak cocok sama muka, ya?"
Karmelia menggeleng, "Nggak kok, cocok aja. Gue kira lo ikut yang berhubungan musik atau seni."
Jihoon cuma senyum kecil aja ke cewek itu. Lalu dia punya ide cemerlang tapi entah apa Karmelia mau nerima idenya atau enggak.
"Karmel, pulang sama siapa?" tanya Jihoon pelan.
"Umm... supir angkot! Hehe."
"Kalo izin ke supir angkot karena gak pulang sama dia dulu hari ini gak apa-apa, kan?"
Karmelia bingung di buatnya. "E-emang kenapa?" tanyanya.
"Gue mau anter lo pulang, jok belakang kosong. Siapa tau gue jadi temen pertama yang nganterin lo pulang dan siapa tau juga lo cewek pertama yang gue bonceng."
Jihoon ngomongnya biasa aja, tapi efeknya nggak biasa buat Karmelia. Anak itu udah mau meledak karena gak pernah ditawarin begini sama cowok. Paling mentok ya bapaknya.
"Eh? Nggak apa-apa, nih? Nggak ngerepotin?" tanya Karmelia memastikan. Jihoon mengangguk sebagai jawabannya.
Bersamaan dengan itu bel pulang berbunyi, membuat Jihoon otomatis membereskan buku-bukunya. Ia sudah siap duluan dan menunggu Karmelia yang masih pakai tas.
"Ryujin, gue duluan ya?" pamit Karmelia pada Ryujin yang masih beres-beres setelah bangun tidur. Ryujin cuma ngangkat jempolnya efek teler.
Karmelia pergi, menyusul Jihoon dan mensejajarkan langkahnya. Seperti biasa, Jihoon memainkan kunci motornya di tangan dan berjalan santai sampai di parkiran.
"Rumah lo dimana?" tanya Jihoon.
Karmelia menggumam, mengingat alamat rumahnya. "Jalan Ketapang Timur, ngelewatin area pemakaman muslim Km. 0,5," kata Karmelia.
Jihoon mengangguk dan menyuruh Karmelia cepat naik. "Kita lewat jalan pintas aja, ya? Lo gak pake helm soalnya."
Karmelia ya nurut aja, toh yang nganterin juga Jihoon jadi suka-suka dia aja.
Jihoon bawa motornya santai banget, lewatin jalan pintas yang sering dia lewatin bareng Felix kalau mau ke makam Bunda. Iya, rumahnya Karmelia di deket area makam Bunda Jihoon tapi lurus lagi sedikit. Makanya gak butuh waktu lama buat Jihoon nganter Karmelia pulang.
Sampai di depan gerbang rumah Karmelia, gadis itu turun dari motor Jihoon dan gak lupa bilang makasih.
"Karmel, gue hampir lupa. Ini gue kasih tau, tapi jangan bocor ke siapapun. Oke?"
Karmelia ngangguk nurut aja ke Jihoon.
"Besok ada pemeriksaan, gue minta lo jangan bawa barang aneh apapun ke sekolah. Yang sekiranya gak penting gak usah di bawa. Besok gue gak meriksa di kelas, kalo iya pasti gue udah ngelolosin kalian semua," jelas Jihoon. Karmelia nurut aja apa kata Jihoon.
"Ya udah, masuk sana. Gue pamit, Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam..."
Karmelia menunggu Jihoon hilang sepenuhnya lalu ia masuk ke dalam rumah. Aneh tapi nyata, dan... sederhana tapi manis.
________________________
________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] ᴄʟᴀꜱꜱɪᴄ • ᴘᴀʀᴋ ᴊɪʜᴏᴏɴ ✔
FanfictionTingkah laku Jihoon itu terlalu manis untuk disebut klasik. ㅡ05/02/2019 ~ 14/02/2019